Kepada masalalu yang terkadang menciptakan rindu. Ijinkan aku berniat menempatkan hatiku pada sosok yang baru.~ Deofan Yudistira.
"Kak Deo. Apa benar Kak Deofan berpacaran dengan Kak Alexa?" gadis berjilbab itu masih menunduk.
Deofan tak lekas membalas, matanya masih fokus menatap gadis di hadapannya. Detakan ini masih ada walau tak sekencang dulu. "Kenapa?"
"Ah, tidak. Ara hanya ingin memastikan sesuatu." cewek itu memilin ujung jilbabnya.
"Apa itu?"
"Apa benar Kak Deofan mengaku berpacaran dengan Kak Alexa, agar Kak Ivan tak lagi mengejar Kak Alexa?" gadis itu semakin menunduk.
Deofan gelagapan sendiri, memang ini tujuannya. Ia memberikan sebuah pengumuman bahwa dirinya dan Alexa telah berpacaran. Tujuannya agar Ivan tak lagi mengejar Alexa, yang jelas-jelas Ivan adalah tunangan Ara. Maka dari itu, Deofan tak mau bidadari berjilbabnya menangis akan rasa sakit. Tapi mengapa Ara bisa menebak setepat ini?
Melihat Deofan yang diam, Ara kembali berkata, "Apa masih ada sedikit rasa Kak Deofan untuk Ara?"
"Perasaan gue, biar gue sama Tuhan yang tau." Deofan mengalihkan pandangan, tak ingin terlihat jika ia masih merindukan gadis berjilbab itu.
Gadis berjilbab itu mengulum senyum. "Kak Deofan? Apa kita masih bisa berteman?"
"Hm."
Cewek berjilbab itu mendongak, menatap Deofan dengan perasaan girang. Setelah setahun ia merasa tengah bermusuhan dengan Deofan. Setidaknya sekarang ada sedikit titik terang. Mungkin jika Allah berkahendak, maka Deofan akan menjadi jodohnya dunia akherat.
***
Alexa menutup buku matematikanya, menatap senja di sore hari dengan malas. Ah, otaknya terasa lelah akibat rumus-rumus menyebalkan.
Cewek itu duduk tegak, menenggak minuman dengan rasa matcaa kesukaannya. Sore ini, ia berada di cafe milik Bunda Deofan. Mengerjakan tugas matematika seperti sore-sore biasanya.
"De, kita sepedaan yuk!!" ajak Alexa tanpa menatap lawan bicaranya.
"Gak." Deofan menjawab cuek.
"Ah, ayolah De. Biar lo gak penyakitan, harus banyak gerak." cewek itu benar-benar keras kepala.
"Males."
"Gue denger pemalas malah cepet matinya," ucap Alexa dengan wajah tanpa dosa.
"Ribet."
"Halah, ayo!!" cewek bandel itu menarik lengan Deofan. "Bentar gue telponin sopir buat ambilin sepeda gue." cewek itu terlihat antusias.
Deofan menghela nafas. Duduk kembali sembari memperhatikan cewek bandel itu yang sibuk dengan ponselnya.
10 menit berlalu, cewek itu masih tampak sibuk memperhatikan jalanan di depan cafe Deofan. Berharap orang yang dihubunginya itu akan segera datang.
Deofan beranjak. "Eh lo mau ke mana?" cewek itu menatap penuh selidik. "Gak mau kabur, kan?"
"Berisik." Deofan berlalu, mengambil sepeda gayuhnya yang ia letakkan di belakang cafe.
"Deooo!!!"
Ah, cewek bandel itu selalu membuat heboh. Deofan melongo, saat mendapati Alexa mengenakan sepeda tua. Sepeda jaman dahulu, jangan lupa dengan bendera merah putih yang berkibar di setir-nya.
Kring... Kring...
Cewek itu tampak bersemangat, sebenarnya Deofan juga ingin tertawa terbahak-bahak. Melihat sepeda tua yang entah dari mana asalnya.
"Ayo De!! Kita balapan!! Siapa yang kalah harus turutin kemauan yang menang." cewek itu berteriak, lalu menggayuh sepedanya dengan tergesa.
Deofan benar-benar ingin menanyakan, sepeda siapa yang dipakai Alexa? Terlihat tua, dan terlalu tinggi jika dinaiki oleh cewek bandel itu.
"Aaaaa... Princess mau lewat!! Gue menang ayey, ayey!!" Alexa bersorak girang.
Saat sampai di jalan menurun, Alexa merasa panik saat tak mendapati rem pada sepeda yang dinaikinya. "Aaaaa... selamatkan hambamu ya Allah," teriak Alexa panik.
Deofan segera menggayuh sepedanya cepat. Ia akan menyusul Alexa. Tapi sebelum itu,-
Brukh...
"Aduduh, untung gak mati," ucap Alexa ngawur. Siku, dan lututnya terasa berdenyut nyeri.
"Bego." Deofan mendesis. Membantu cewek bandel itu untuk beranjak.
"Remnya ilang De, kayanya nggelinding di jalan." Alexa berucap ngawur.
"Bego. Lagian itu sepeda siapa? Remnya gak ada di situ, pedal-nya di tarik ke belakang baru bisa berhenti."
"Punya Kakek gue." cewek itu nyengir tanpa dosa. "Anjir, sakit banget ya."
Deofan menatap luka di lutut Alexa. Sedikit meniupnya pelan, luka ini harus segera dibersihkan sebelum infeksi.
"Naik." Deofan memberikan punggungnya.
Tanpa rasa sungkan, Alexa naik ke punggung Deofan. Melingkarkan tangannya di leher cowok dingin itu. Apa yang terjadi? Hingga degup jantung Alexa semakin tidak beraturan.
Gerimis mulai membasahi jalanan ibu kota, begitupun dengan Deofan yang mulai basah karena rintikan hujan. Tiba-tiba saja cewek yang menggelantung di punggungnya itu tak ada suaranya. Cewek itu tiba-tiba saja diam hingga menciptakan keheningan.
Deofan mulai berpikir, apakah sesakit itu luka pada siku dan lututnya?
"Sakit?" tak tau mengapa, kata-kata itu lolos dari bibir Deofan.
"Enggak," jawab Alexa lirih.
Deofan juga merasakan, saat dekapan Alexa semakin erat. Merasa ada yang aneh dari cewek yang tengah di gendongnya itu.
"Mama... Papa...," lirih cewek itu sembari menyandarkan kepalanya di pundak Deofan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.