Harus siap dihujat, harus siap dimaki. Kadang hidup sekejam itu~Alexandra Colins.
"Dee...." cewek dengan rambut sebahu itu merengek pada cowok berwajah datar itu. Cewek itu masih enggan untuk menerima konsekuensi karena keterlambatannya mengumpulkan jawaban.
Deofan mengabaikan setiap rengekan Alexa yang mengundang perhatian penghuni kelas. Dirinya tetap fokus pada tugas di buku tebalnya.
"Deee...." cewek itu terus merengek.
Deofan mengalihkan pandangannya, tatapan mata tajam itu seolah menghunus Alexa. "Gue gak terima apapun."
"De, gue sampai lembur kerjain ini." Alexa menggerutu, merasa kesal akan Deofan dan juga ego cowok itu.
"Hm."
"De, kasih gue kesempatan."
"Gak."
"De...."
Cowok itu melirik Alexa sinis. Sedangkan cewek itu malah nyengir tak jelas. "De, lu coba dong hargain gue. Gue juga udah capek-capek kerjain ini."
Deofan berdiri, menatap nyalang Alexa yang menatapnya seolah menantang. "Dan, lo juga harus coba ngehargain waktu!!"
"Tapi, kan gue-,"
"Masih mau ngebacot?" Deofan menatap Alexa sinis.
Pandangan penghuni kelas terfokus pada perdebatan yang seolah memanas. Antara Alexa si cewek bandel, dengan Deofan ketua kelas dingin. "Gue udah beri peringatan sebelumnya."
"Lo yang bacot!!" Gama menghampiri Deofan, tatapannya jauh lebih tajam.
Deofan melirik Gama dengan malas. Tak begitu perduli, ia seolah mengabaikan keberadaan Gama di sisinya. "Lo salah, dan terima konsekuensinya." cowok itu kembali duduk.
Gama menggeram, ia tidak suka cewek yang disukainya berada di posisi sulit. Dan, Deofan sudah mempersulit Alexa, mengabaikan perjuangan cewek itu yang sudah mau lembur demi mengerjakan soal yang Deofan berikan.
"Seenggaknya lo hargain dia." Gama mendesis, tangannya mencengkeram kerah seragam Deofan, hingga cowok dingin itu merasa tercekik. Namun cowok itu adalah Deofan, yang mampu menyembunyikan ekspresinya dengan wajah datar, nan dingin.
"Gue bukan guru les private dia. Yang mesti memaklumi setiap dia nglakuin kesalahan." cowok itu menyentak tangan Gama dengan kasar.
"Brengsek ya lo." Gama mendesis, tangannya terkepal kuat.
"Gam, udah. Gue emang salah." itu suara milik cewek yang disukainya. Bahkan cewek itu kini mau mengalah, mengapa Gama melihat hal yang berbeda dari diri Alexa?
"What are you doing?" guru bahasa inggris menatap murid kelas XII-IPS1 dengan penuh tanda tanya. Semua murid tampak terkejut dengan adanya wanita berbadan gembul itu.
Semuanya mulai duduk, begitupun Gama dan Deofan yang memilih mengakhiri perseteruan itu.
***
"Lo gak pulang?" Gama mengerutkan dahinya.
Alexa menggeleng, sesuai kesepakatan yang ada. Ia akan menerima konsekuensi karena keterlambatannya mengumpulkan jawaban.
Gama melirik Deofan yang tampak sibuk membereskan beberapa buku. Masih merasa kesal dengan kejadian beberapa jam yang lalu. Perseteruan yang membuat Gama lebih tidak menyukai si ketua kelas itu.
"Ya udah. Kalo ada apa-apa hubungin gue." cowok dengan tubuh atletis itu mengacak rambut mantan kekasihnya itu gemas. Sebelum kakinya melangkah keluar, matanya menatap tajam Deofan yang tengah melirik padanya.
"De, tapi gue pulang dulu ya. Ganti baju." cewek itu memberi penawaran.
"Hm. 15 menit." cowok dingin itu tak menerima bantahan.
Mau tak mau, Alexa mengangguk. Berjalan cepat keluar kelas untuk mempersingkat waktu. Kakinya tersandung di ambang pintu kelasnya, matanya terpejam menunggu lantai menciumnya dengan romantis.
Ia tak merasakan sakit, atau nyeri. Tubuhnya melayang, ada sesuatu yang menyangga tubuhnya. Alexa mencoba membuka matanya. Seorang cowok itu tengah menyangga berat badannya, kedua sudut bibirnya pun tertarik. Tampan.
"Hati-hati." Alexa segera menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum kikuk. "Lo balik sama siapa?"
Alexa melirik Deofan sekilas, yang tampak sudah siap pulang. "Sendiri," jawab Alexa pada akhirnya.
"Bawa mobil?" Alexa menggeleng.
"Mau bareng sama gue? Gue bawa motor." cowok itu memberi penawaran.
Alexa berpikir sejenak, jika ia naik motor pasti akan lekas sampai dan mempersingkat waktu. Jika ia naik taksi, ia harus menunggu taksi dan belum lagi kemacetan yang terjadi di jam seperti ini. Cewek itu mengangguk menerima tawaran baik cowok di hadapannya.
"12 menit lagi." Deofan melewati Alexa dengan peringatan waktu yang terbuang.
Alexa panik, ia harus segera sampai rumah dan berganti baju. "Ayo buruan."
Ivan tersenyum, menggamit tangan Alexa dan mengajak cewek itu berlari bersamanya. Ivan melirik Deofan kala tubuhnya melewati cowok itu. Deofan menggeram, seharusnya cowok itu tidak melakukan hal itu.
"Kak Deo!!" Ara berlari menghampiri Deofan, menyamakan langkah kakinya lalu membuka suara, "Ara boleh nebeng?"
Deofan menatap cewek berjilbab itu sekilas. Menatap kembali ujung koridor tempat kedua orang berbeda jenis kelamin itu menghilang. "Tadi, Ivan ada urusan penting katanya." cewek itu mengulas senyum.
"Gue bawa sepeda." cowok itu berjalan meninggalkan cewek berjilbab yang masih menatapnya. "Kalau mau buruan."
Ara mengukir senyum, membuntuti Deofan dengan detak jantung tak beraturan. Senyuman itu tak pernah luntur. Setelah sekian lama, Deofan mau menitikkan sedikit perhatian.
Aroma yang sama, wangi tubuh cewek yang berada dibawah kungkungannya. Ia terus mengayuh sepedanya, membonceng Ara di bagian depan.
Sedangkan cewek berjilbab itu terus mencoba mencari topik. Terus mengoceh menceritakan kejadian-kejadian yang dianggapnya lucu.
Ada sekelebat ingatan tentang ia dan cowok tampan yang tengah menggayuh sepeda. Tentang gadis kecil yang tengah merajuk karena kalah dalam lomba bersepeda. Lalu, ada anak lelaki kecil yang mengusap kepalanya, menenangkan dirinya dengan sebuah kata bahwa gadis kecil itu sudah menjadi pemenang bagi lelaki kecil itu.
Ara merindukan masa itu, kala ia masih menjadi suatu hal yang berharga bagi Deofan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.