DEAL (?) [60]

5K 380 27
                                    

"Nak Deo!!" Abram berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Deofan pagi itu.

Abram, Aisyah, dan Deofan tetap di rumah sakit sejak semalam. Karena keadaan Ara yang belum stabil, ketiganya tetap bersikeras untuk tinggal menjaga Ara.

Pagi ini Deofan sudah siap dengan stelannya untuk ke kantor. Tampak begitu tampan dan maskulin. "Ada apa, Om?"

"Aku baru sampai dari kantor polisi. Semalam polisi menghubungiku, dan aku kesana pada pagi ini. Ternyata, semalam Alexa hampir diperkosa oleh preman." Abram berucap panik, perasaan sesal karena mengabaikan dimana Alexa malam itu.

"Lalu?" Deofan tampak terkejut, sangat jelas pada raut wajahnya yang kini berubah panik.

"Aku pikir kamu sudah tau, bukankah semalam Alexa di sini? Bukankah ia menemuimu?" Abram bertanya heran.

"Kita temui Alexa sekarang." Deofan memutuskan final. Ia benar-benar baru tau tentang hal ini, lalu kenapa Alexa diam? Kenapa Gama diam? Kenapa ia harus terbawa perasaan marah kala Gama menganggapnya tak pantas untuk Alexa malam itu. Ternyata ini alasannya?

Pria itu merutuki kebodohannya,  meninggalkan Alexa di butik tanpa pamit dan tak menjeput gadis itu kembali. Benar, Gama benar, ia yang patut disalahkan.

***

"Lexa..." Abram memanggil anaknya lirih, terlihat Alexa yang tengah tertidur di atas sajadah dengan mukena yang masih melekat di tubuhnya.

Gadis itu mengerjap, mengucek mata sejenak lalu tersenyum lembut. "Papa udah pulang? Ara gimana?"

"Maafin Papa, aku benar-benar ayah yang buruk. Maaf karena tidak mengangkat telepon." Abram memeluk anaknya dengan sayang. "Para preman itu melukai kamu? Apa yang mereka lakukan pada anakku?"

Air mata Alexa keluar, gadis itu kembali mengingat ketakutannya semalam. "Alexa takut, Pa."

"Papa di sini, Nak." Abram mengeratkan pelukannya.

Deofan membeku, pandangannya lurus pada Alexa yang enggan menatap ke arahnya sejak ia datang. Mungkin gadis itu marah, atau gadis itu masih menyalahkan Deofan atas kejadian mengerikan yang dialaminya.

"Pa, Alexa putusin buat balik ke New York." gadis itu berucap lirih, menundukkan kepalanya dalam. Mengingat peristiwa semalam, membuat ia merasa bahwa Ara adalah orang yang penting bagi semua orang. Alexa akan menerima takdirnya, bahwa ia memang harus sendirian. Lagipula, bukankah Alexa gadis yang kuat?

"Nak? Kau yakin? Besok hari pernikahanmu, apa Nak Ofan sudah setuju?" Abram menatap putrinya dengan perasaan tidak rela.

"Aku dan Deo, kita bat-,"

"Om, aku perlu bicara berdua dengan Alexa." Deofan memotong ucapan gadis nakal itu lalu membawa Alexa ke taman belakang rumah, tak ingin Abram mengetahui permasalahannya.

"Ada apa lagi?" gadis itu enggan menatap.

"Kamu mau pergi? Pernikahan itu bukan permainan Lex. Jangan seperti anak kecil." Deofan menatap gadis di hadapannya tajam.

Alexa mendongak, menatap Deofan nyalang. "Yang menganggap pernikahan adalah permainan itu siapa?!! Kamu yang lamar aku, kamu yang batalin pernikahan ini!! Nyatanya kamu yang selama ini main-main. Kamu tinggalin aku gitu aja waktu Ara sedang ada masalah, kamu juga gak ada niatan kasih tau aku dulu atau bagaimana!! Kamu selalu siap tanggap perihal Ara, sebenernya kamu calon suami aku atau Ara?!! Waktu preman-preman itu membuat tanda menjijikkan di leher aku, kamu tahu? Cuma nama kamu yang aku panggil berulang kali!!"

Deofan tak menjawab, hanya menyimak sembari menatap gadis di hadapannya. Ketakutan itu terpancar jelas dari wajah cantik gadis berjilbab di depannya ini.

"Aku bahkan gak pernah denger kamu ungkapin perasaan kamu buat aku. Tapi walaupun begitu, aku selalu berpikir positif, kita bukan lagi anak SMA yang harus mengucapkan kata romantis. Aku udah sangat bahagia saat kamu bawa Bunda, dan Om Mahes buat lamar aku. Tapi jujur, aku gak pernah tau sama apa yang ada di dalam hati kamu. Aku cuma bisa meyakinkan diri aku, kalau kamu gak lagi bersandiwara. Aku itu-,"

"Maaf." Deofan menarik Alexa dalam pelukannya. Mendekap gadis yang esok akan sah menjadi istrinya.

"Kamu kalau cintanya sama Ara ya gak usah pake acara lamar aku." gadis berjilbab itu menjadi lebih sensitive.

"Kalau aku cinta sama Ara, aku udah nikah sama Ara daripada lima tahun nunggu gadis dari New York." Deofan bersuara lirih.

"De?" Alexa mendongak, menatap Deofan yang tengah menatapnya dalam.

"Aku salah. Harusnya aku ada di samping kamu. Demi Allah aku gak ragu buat nikahin kamu. Karena setiap aku meminta petunjuk pada Allah, wajah kamu yang selalu hadir di mimpi aku." Deofan menatap gadis di hadapannya dalam, tatapan yang cukup membuat dada Alexa bergemuruh hebat.

"Kamu tahu? Aku punya ketakutan yang sangat besar. Aku bukan gadis baik-baik seperti Ara, masa laluku sangat buruk. Aku bukan gadis yang pintar, bukan pula gadis yang berperilaku santun, kenakalan udah melekat dengan kehidupanku kala itu. Tapi aku udah mencoba berubah, agar aku pantas buat di sisi kamu. Aku takut, jika nanti kamu sadar bahwa banyak gadis yang jauh lebih baik dari aku di luaran sana, mungkin aku bakal bersujud dan bertanya pada Tuhan, Apa aku masih kurang pantas untuk sosok Deofan?" Alexa menatap Deofan, air bening itu menggenang di pelupuk matanya, lalu akan menetes membasahi pipinya.

"Kamu yang lebih cantik dari ribuan bidadari. Aku tetap memilihmu, terlepas dari masa lalumu. Masih mau pergi ke New York lagi?" tanya Deofan mengintimidasi, dijawab gelengan lemah dari gadis yang ada dalam dekapannya.

"Ogah. Entar kamu nangis gegara ditinggal kabur di hari pernikahan." Alexa nyengir.

"Maaf karena malam itu aku gak datang. Maaf nyakitin hati kamu." Deofan mengusap lembut pucuk kepala Alexa.

Alexa mengukir senyum, menggelengkan kepalanya pelan. "Aku gak pa-pa. Aku emang takut malam itu, tapi Allah selalu sama aku kan, De?"

"Tapi, tanda-tanda itu... kamu gak akan batalin pernikahan kita kan? Mereka sempat membuat tanda menjijikkan, apa kamu akan merasa jijik sama aku?" gadis itu tertunduk, ucapannya terdengar lirih dan lesu.

"Sst... bagi aku kamu itu bidadari tanpa noda. Aku dengan mantap memilih kamu sebagai calon istriku. Demi Allah, aku mencintai kamu Alexandra Colins, terlepas dari segala sifat baik burukmu," bisik Deofan yang lantas membuat pipi Alexa bersemu merah.

"De, kamu pinter gombal ya?" Alexa tersenyum malu.

"Aku liat caranya di youtube," gumam Deofan lirih.

DEAL (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang