DEAL (?) [32]

4.3K 324 9
                                    

Menangis itu bukan kesalahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menangis itu bukan kesalahan. Kadang, setiap orang punya sisi rapuh yang gak diketahui orang lain.~ Alexandra Colins.

Cowok dengan wajah datar itu mengehela nafas pelan. Matanya menjelajah ruangan dengan kombinasi warna hitam dan putih. Barang-barang yang tampak berserakan, buku ada di setiap sudut ruangan.

Memang sulit untuk dipercaya, cewek sebandel Alexa memiliki banyak buku tebal. Untuk apa? Deofan paham betul dengan sifat Alexa yang pemalas. Lalu, apakah cewek sebandel Alexa juga belajar?

Bahkan cewek itu membuat sebuah mading di kamarnya. Beberapa catatan pada kertas kecil dengan warna beraneka ragam ia tempelkan di sana. Ada satu hal yang menarik bagi Deofan, di atas note-note kecil itu terdapat foto pria paruh baya dengan stelan jas tampak sedang tersenyum.

"Den, saya bawa minum. Mari diminum dulu." suara wanita paruh baya dengan baju yang tampak kumal, membuat Deofan menoleh pada ambang pintu. Cowok itu sedikit mengangguk, menerima segelas jus jeruk dari wanita paruh baya itu.

Rumah Alexa begitu luas, tapi terasa sepi. Deofan sempat bertanya, ke mana kiranya ibu dari cewek bandel itu?

"Saya kasihan sama Non Alexa. Dia udah belajar giat banget, akhir-akhir ini." wanita paruh baya itu mengusap surai hitam Alexa. Mengompres dahi Alexa agar demamnya turun. "Jarang-jarang Non Alexa mau bergadang buat ngerjain tugas."

Wanita paruh baya itu menatap Alexa dengan sayang. Ia tau betul, apa yang Alexa alami selama ini. Ia merasa senang, saat cewek yang tengah terbaring itu sekarang telah memikirkan masa depannya. Ia turut berbahagia.

"Inah!!"

Wanita paruh baya itu segera beranjak, berjalan dengan buru-buru menuruni tangga. "Iya Nyonya?"

Cowok dingin itu keluar dari kamar Alexa, mengarahkan pandangannya di lantai satu. Seorang wanita dengan gaun ketat itu memberikan sorot mata tajam kepada Inah—pembantu di rumah Alexa.

"Kamu gak usah telfon saya jika anak nakal itu sakit. Saya punya banyak kerjaan, kalau dia sakit kasih obat. Kalau gak gitu bawa ke rumah sakit." wanita dengan gaun ketat itu mengomel, sembari menyodorkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

Deofan merasa pernah melihat wanita itu, wajahnya yang tampak familiar membuat cowok itu terus mencoba mengingat.

"Anak itu selalu menjengkelkan. Merepotkan saja." wanita dengan gaun ketat itu pergi, dengan suara debaman pintu yang ditutup dengan tidak hati-hati.

Dengan segera, cowok dingin itu kembali ke kamar Alexa. Menatap lekat cewek yang tengah tertidur itu, tubuh cewek itu menggigil. Tangan Deofan terulur, menaikkan selimut Alexa hingga sebatas dagu.

Ada banyak hal yang dipikirkan Deofan, cewek bandel itu memiliki sejuta teka-teki. Bahkan, teka-teki itu pun terasa lebih rumit dari soal matematika. Tentang siapa wanita paruh baya dengan gaun ketat itu. Tentang siapakah sebenarnya Alexa. Deofan bukan tipe orang selalu ingin tahu, tapi... ia merasa ada suatu hal yang berbeda dari cewek itu.

"Papa... Lexa bawa nilai bagus." cewek itu mengigau.

Deofan mengernyit, merasa sedikit bingung. Ia tahu, cewek bandel itu tengah mengigau. Tapi, kenapa nilai?

"Papa..." cewek itu kembali bersuara, kali ini cewek bandel itu terisak dalam mimpinya. Isakan yang terdengar pilu. Deofan sempat merasa heran, bahkan cewek sebandel Alexa juga memiliki sisi rapuh?

Tangannya mengambil buku matematika milik Alexa. Dibukanya buku itu dengan hati-hati. Di halaman tengah, ada coretan tinta berwarna merah yang menunjukkan angka sembilan puluh.

Cowok dingin itu ingat, dimana Alexa mampu mengerjakan soal dengan baik. Walaupun kadar kesulitan soal itu masih bisa dibilang rendah. Cewek bandel itu memaksa Deofan, agar memberikan nilai pada jawabannya.

Saat Deofan sudah memberikan angka sembilan puluh. Cewek bandel itu bahkan memekik dengan gembira. Deofan ingat betul, bagaimana cewek itu mencium buku matematikanya berulang kali.

"Papa...." suara itu terdengar lagi, lebih lirih dari sebelumnya. Deofan duduk pada sisi ranjang, melihat buliran air mata yang menetes. Mengapa gadis itu menangis?

Cowok dingin itu mengusap buliran air mata Alexa. Entah mengapa ia menjadi lebih perduli dengan cewek bandel yang tengah demam itu. Jika dilihat, cewek bandel itu akan terlihat lebih manis jika matanya tengah terpejam.

"Semua akan baik-baik saja Alexa." entah dari dorongan mana, Deofan berbisik dengan kaku di telinga Alexa.

Lalu, cowok itu mengukir senyum samar. Kala gadis yang tengah demam itu berhenti mengigau. Kegelisahan yang tadinya kentara pada wajah cantik cewek itu sudah mulai pudar. Nafas cewek itu mulai teratur, tak memburu seperti tadi.

DEAL (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang