Gue bego udah jadi takdir Tuhan.~ Alexandra ColinsKabar kematian aktris ternama benar-benar menjadi topik paling panas. Banyak stasiun televisi yang memberitakan hal itu. Alexa tak ingin mendengar berita-berita yang menyesakkan itu.
Kini, dirinya berada di kamar milik Maria. Merenung sembari memeluk foto Maria dengan erat, ia tak berhenti menangis sejak jasad Maria diletakkan di liang lahat. Gadis itu, merasa sangat merasa bodoh karena kesalah pahaman yang terjadi selama bertahun-tahun.
"Lexa...," panggil Abram lirih.
"Kenapa Papa gak bilang, kalau sebenernya Papa yang ingin pergi ninggalin aku dan Mama. Kenapa Papa biarin kesalah pahaman ini sampai bertahun-tahun? Kenapa Papa bikin skenario seolah Mama adalah pemeran antagonis?" pandangan gadis itu kosong, namun matanya tak lelah mengeluarkan air.
"Maafkan Papa, Nak." pria itu berucap lesu. Rasa sesal ini hadir, kala mendengar kebenaran dari manager mantan istrinya. Dirinya pemeran antagonis di sini, ia yang menyebabkan kekacauan ini.
'Bahkan, Mbak Maria masih mencintai Pak Abram sampai hari ini.'
Kata-kata Davin kembali terngiang, menimbulkan rasa sesak dan juga nyeri secara bersamaan.
"Papa lebih memilih Kamila, kan? Silahkan Papa pergi, silahkan kembali pada wanita pilihan Papa. Tapi, jangan harap Lexa akan memberi ampun pada Kamila. Lexa, akan menuntut hukuman paling setimpal." gadis itu meringkuk, masih memeluk foto Maria erat.
"Papa akan ceraikan Kamila Nak. Papa gak ingin kamu sebatang kara. Jadikan Papa sebagai tumpuan hidup kamu." pria itu memegang tangan Alexa dengan penuh permohonan.
"Kenapa baru sekarang? Kenapa saat Mama meninggal baru Papa perduli?!! Papa ke mana aja?!! Kita benar-benar penjahat untuk Mama, kita sama-sama menorehkan luka pada Mama." Alexa semakin tersedu.
Abram bersimpuh, menunduk dalam dengan air mata yang mengalir. "Ijinin Papa buat nebus dosa Papa ke kalian, walaupun Papa udah gagal jadi suami yang baik untuk Mama kamu. Tapi, ijinin Papa buat jadi ayah terbaik buat kamu."
Pria itu bersujud, memohon pada kaki Alexa. Memohon maaf pada anaknya atas segala tindakan bodohnya.
Gadis itu mulai luluh, mendekap pria paruh baya itu dengan sayang. "Karena cuma Papa, orang yang paling berharga bagi Lexa saat ini. Lexa gak mau kehilangan Papa karena kebencian, seperti Lexa kehilangan Mama."
"Terimakasih Sayang. Papa janji, akan jadi Papa terbaik buat kamu." pria paruh baya itu menitikkan air matanya, perasaan bahagia saat ia mendapat ampun dari anaknya. Ia seolah tengah berjanji pada mantan istrinya, hari ini dan seterusnya akan menjaga buah hati keduanya dengan baik.
***
Saat adzan subuh berkumandang, gadis berjilbab itu bangun dan tak mendapati pria paruh baya yang semalam menemaninya hingga terlelap.
Menghela nafas lelah, gadis itu mengambil air wudhu dan segera menunaikan kewajibannya pada Sang Pencipta.
Gadis itu menunduk, menengadahkan tangannya untuk sang pencipta. "Aku tidak sedang mengeluh kepada-Mu, aku juga tidak sedang menyesali takdir yang sudah ditentukan. Aku hanya ingin bercerita betapa rapuhnya aku saat ini. Beri aku rasa ikhlas lebih, aku ingin ikhlas melepas Mama, aku ingin ikhlas melepas pria yang aku cintai.
"Aku memohon untuk kebahagiaan semua orang. Aku mohon untuk bimbingan-Mu, aku tidak mau lagi salah jalan kala aku menghadapi situasi sulit. Terimakasih telah mengembalikan Papa kepadaku." gadis itu tersenyum di akhir doanya. Meringkuk di atas sajadah, tangisnya kembali pecah mengingat betapa ia membenci ibu kandungnya itu. Betapa menyesal dirinya karena menaruh benci yang amat dalam, maka sekarang ia juga merasakan menyesal yang amat dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.