Karena gue, bukan tipe manusia bertopeng agar kalian puji sebagai malaikat. Sorry, gue hidup gak buat nyenengin lo yang suka nyacat~ Alexandra Colins.
Sudah satu minggu semenjak
berita menghebohkan itu. Berita-berita mengenai Alexa selalu ditanggapi dengan heboh, berbeda dengan tokoh utama dalam gosip itu, nampak santai dan lebih memilih tidak perduli."De, gue bener-bener gak nyangka. Lo beneran pacaran sama Lexa?" Raka menatap Deofan dengan raut heran. Pasalnya, ia merasa terkejut mengenai berita yang menghebohkan seluruh sekolah itu. Bahkan, banyak guru dibuat heran oleh gosip yang beredar. Alexa si tukang onar, dengan Deofan anak rajin?
Deofan tak menjawab, lebih memilih fokus dengan buku matematikanya. Merasa tak mendapat jawaban, Raka melirik Alexa yang tengah duduk bersama teman sekawannya. Lalu tertawa dengan keras, bahkan mengumpat beberapa kali. Sungguh tipe cewek barbar.
"Gue denger, dari kelas sebelah. Dua malam ini ada yang mergokin Alexa keluar-masuk club." Raka sedikit berbisik.
"Ya terus?" Deofan melirik sekilas.
"Hah?!!" Raka semakin dibuat heran. Deofan bahkan tampak santai menanggapi berita itu. Ah, cinta memang membutakan.
"Woy, ngasap yok!!" Joko berucap cukup lantang. Kebanyakan anak di kelas mereka sudah paham dengan kata 'ngasap' yang disebut segerombolan murid dengan cap 'nakal' itu.
Lagian, siapa pula yang berani melaporkan ke-enam anak itu? Pasti dengan cepat, Gama si anak pemilik yayasan akan segera mendepak si pelapor dengan mengenaskan.
Dicekalnya pergelangan tangan Alexa, saat cewek itu melewati bangkunya. Beberapa pasang mata mulai bersiap menyaksikan drama terhangat minggu ini. "Ikut gue ke perpus."
Alexa menatap kawan-kawannya, lalu kembali menatap Deofan intens. "Lo duluan aja, entar gue nyusulin lo ke perpus."
"Se-ka-rang," putus Deofan final.
Cewek bandel itu menghela nafas. "Lo semua duluan aja. Gak usah tungguin gue."
"Lo gak perlu jadi bucin, Lex." Gama sedikit menggeram. "Putusin aja cowok yang terlalu mengekang. Lo itu bebas. Ada banyak orang yang cinta sama lo."
"Gam-,"
"Lo mau putus?" Deofan menatap Alexa dengan satu alis terangkat.
Alexa menatap Deofan sayu, ia tak mungkin memeilih keputusan itu. Ia harus belajar dengan Deofan. Agar mendapat suatu pengakuan. Mungkin ia bisa belajar melalui orang lain, tapi... Deofan benar-benar membantunya belajar dengan kemajuan pesat.
Cewek itu sedikit menunduk, lalu menggeleng pelan. Membuat wajah Gama semakin memerah padam menahan amarahnya. Alexa-nya tak pernah tunduk seperti ini selama ia mengenal Alexa sejak Sekolah menengah pertama.
Brakh...
Gama menendang meja di sampingnya dengan keras. Mengundang jeritan histeris para siswi di kelasnya. Begitu juga tatapan melongo para siswa. Gama terlihat begitu mengerikan saat amarahnya memuncak.
Gama berlalu, diikuti dengan temannya. Sebelum itu, ke-empat cowok itu menatap Alexa sekilas, seolah tengah menyalahkan Alexa atas amarah Gama.
"Ayo!" Deofan berjalan mendahului. Diikuti Alexa yang memasang wajah lesu.
"Bagus deh, pelakor dapet pendamping. Jadi gak ngerusuhin hubungan orang." Kebetulan yang membawa sial, Ratih berjalan melewatinya. Dengan desisan tajam yang tak pernah bosan.
"Basot!!" Alexa berucap santai.
"Dasar jalang, kemarin malem dapet orderan ya? Lagian si Ofan kok mau sama pelacur." Riska tersenyum sinis.
Alexa berhenti, tangannya mengepal kuat. "Lo gak tau apa-apa!!" teriak Alexa frustasi.
"Oh, ya? Hendra liat sendiri lo masuk club." Riska tersenyum menang.
"Ayo." Deofan menggenggam tangan Alexa. Mengajak cewek itu pergi dari tempat pertengkaran itu, sebelum semuanya memanas.
Cewek itu menurut, mengikuti langkah kaki Deofan dengan perasaan lesu. Terlalu banyak masalah di sekolah barunya, andai papa-nya tak meminta Alexa menjadi anak pintar. Mungkin Alexa akan memilih bolos sekolah selamanya, ia tak akan perduli kata-kata orang lain.
"Kak Deo?!!"
Deofan menoleh, saat seorang cewek berjilbab menyerukan namanya. Cowok itu mengangkat salah satu alisnya, tangannya yang menggenggam Alexa terlepas karena gerakan reflek.
"Kak Deo gak sibuk, kan? Ara mau bicarain sesuatu." cewek berjilbab itu sedikit menunduk.
Deofan menatap Alexa sekilas. "Hm, ngomong aja."
"Tapi-," mata Ara menatap Alexa sungkan.
Alexa diam, berlagak seolah tidak peka bahwa ia adalah pihak pengganggu. Kenapa? Toh, satu sekolah tahu kalau Deofan dan dirinya berpacaran.
"Kita ke taman. Lex, lo balik aja ke kelas." Deofan mengambil keputusan, lalu berlalu meninggalkan Alexa. Diikuti Ara yang sedikit tersenyum manis.
Alexa melongo, bukannya tadi Deofan yang memaksa dirinya untuk ikut ke perpustakaan. Tanpa boleh mengulur waktu bahkan satu menit. Sampai-sampai dirinya harus membuat Gama marah.
Alexa berlari, tujuannya pada atap gedung untuk mencari Gama dan temannya yang lain. Ia harus meminta maaf pada Gama. Bagaimanapun, ia sudah menganggap Gama sahabat tersolidnya.
"Gam...," panggil Alexa dengan nada ceria. "Buat yang tadi gu-,"
"Gue mau bolos. Lo pada ikut kagak?" Gama beranjak, mematikan putung rokok yang masih lumayan panjang.
"Gue ikut lah." Radit turut bersuara.
"Gue juga." Kevin mulai beranjak.
Joko, dan Budi diam. Ke-tiga cowok itu berlalu pergi. Menyisakan rasa pahit yang baru kini Alexa rasakan. Gama marah padanya, ia kecewa.
"Udah Lex. Entar juga si onta balik kaya biasanya lagi." Joko mencoba menghibur.
"Mungkin dia lagi dapet." Budi menyesap rokoknya.
Alexa bergeming, meraih pack rokok di sampingnya. Menyesapnya perlahan, menikmati zat nikotin yang tanpa ia sadari menjadi sebuah candu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.