Karena gue sadar, di dunia ini... ada suatu hal yang gak bisa gue raih. Dan, gak seharusnya gue lewatin batasannya. Termasuk jatuh cinta sama lo~ Alexandra Colins.
"Satu putaran lagi." Alexa menyemangati dirinya sendiri. Sementara keringat sudah membasahi dahinya, Alexa gerah!! Ia butuh air!!
Cewek itu terus berlari dengan tenaga yang tersisa. Ia bersumpah di dalam hati, tidak akan lagi menganggap ultimatum Deofan sebagai hal yang remeh.
Satu meter lagi....
Cewek itu bersandar pada batang pohon di tengah taman. Kakinya ia luruskan agar tidak menghambat peredaran darah. Lima belas putaran, membuat ia terpejam karena kelelahan.
Sekelebat wajah pria paruh baya yang tampak tersenyum, membuat Alexa turut mengukir senyum. Semuanya ia perjuangkan untuk pria paruh baya itu. Ia berusaha, tak perduli seberapa lelah tubuhnya.
Sebuah botol air mineral mendarat pas di samping Alexa. Cewek itu membuka matanya, mengambil botol air mineral itu lalu mendongak.
Deofan duduk, turut bersandar pada pohon yang sama. Menikmati semilir angin sejuk taman di jantung kota. Nafas cewek di sampingnya itu masih tak beraturan, cewek itu terus menghirup udara dengan rakus.
"Gak ada yang dingin ya, De?"
"Gak."
"Cariin yang dingin kenapa, De." cewek tengil itu memaksa.
"Lo mau kena Hyponatermia, terus langsung mati di sini?" Deofan melirik Alexa sekilas.
Cewek itu menautkan alisnya. "Hip apa, De?"
"Gak ada pengulangan," jawab cowok itu cuek.
"Emang Hyponaterima bisa bikin mati ya?" Alexa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bego." Deofan mendengus, bahkan cewek di sampingnya itu tidak bisa melafalkan dengan benar.
"Ngatain gue mulu, lo." Alexa turut mendengus, meneguk air mineral itu dengan tidak sabaran.
Deofan melempar sebuah karet gelang. "Iket rambut lo. Gue gerah liat nya."
"Hah? Berarti lo dari tadi liatin gue ya?" Alexa menyeringai.
"Bacot." satu kata membuat Alexa bungkam. Padahal ia hanya ingin bercanda sejenak, menghilangkan rasa penat. Deofan memang bukan type pria yang asik.
"Bangun!! Bab logaritma belum lo pelajarin." Deofan beranjak.
"Aelah, entar aja kenapa, dah?" cewek itu manyun. Melihat tatapan tajam Deofan, ia berniat segera beranjak. Tapi, rasa nyeri menyergapnya, kakinya terasa sakit dan membuat cewek dengan kaos putih itu meringis pelan.
Ia memaksa untuk berdiri, memijat mata kakinya dan mencoba berdiri lagi. Kakinya terasa sakit digunakan untuk menopang bobot tubuhnya. Alexa ingat, ia tak melakukan pemanasan sebelum berlari lima belas putaran. Mungkin kram otot yang menjadi penyebab kakinya terasa kaku.
"Nyusahin. Naik!!" cowok dingin itu membungkuk, memberikan punggungnya untuk Alexa. "Ck, naik!! Atau gue tinggal."
Alexa segera naik ke punggung si ketua kelas ketus itu. Tangannya ia lingkarkan pada leher Deofan. Alexa bisa mencium aroma parfum cowok itu yang terkesan manly. Jantungnya seolah berdetak tak beraturan, sedekat ini dengan Deofan membuat Alexa merasakan sensasi yang aneh. Perasaan apa ini?
"De...."
"Hm...."
"Sampai kapan lo ngajarin gue matematika?" Alexa mencari topik pembicaraan.
"Sampai lo gak bego," jawab cowok itu enteng.
Alexa menganggukkan kepalanya berulang kali. "Kapan gue ga bego?" pertanyaan cewek itu lebih ditujukan kepada dirinya sendiri.
Sudut bibir cowok itu sedikit tertarik. Kadang ada beberapa tingkah cewek bandel itu yang membuat Deofan geleng-geleng kepala. Baru menemui sosok cewek langka seperti Alexa.
"De, berhenti dulu." Alexa menepuk bahu Deofan dengan pelan. "Beliin gue es krim ya."
"Gak." cowok itu kembali melanjutkan langkahnya. Mengabaikan Alexa yang merengek seperti anak kecil.
"Gue bayar sendiri kok." Alexa masih terus berupaya.
"Gak."
"Entar gue beliin lo juga."
"Gak."
Alexa mendengus, jika saja kakinya tidak terasa sakit. Mungkin ia akan berlari ke penjual es krim itu, dan membeli beberapa es krim untuk dirinya sendiri. Ah, menyebalkan.
Matanya terus menatap sang penjual es krim, seperti tak rela saat langkah kaki Deofan semakin menjauh. Pandangannya beralih pada sisi kiri, sebuah objek yang mampu membuat mata Alexa terpaku.
"De, berhenti." tatapan cewek itu masih terpaku pada objeknya. Di sebuah bangku taman, seorang pria paruh baya dengan setelan jas nya.
"Mau ngapain lagi?" Deofan rupanya mulai tampak kesal.
"Papa...," gumam Alexa lirih.
Deofan bungkam, ia menoleh ke sisi kiri. Mencari seseorang yang disebut Alexa dengan 'papa', cowok itu menautkan alisnya. 'Kebetulan macam apa ini?' batinnya seolah berteriak.
"Ayo pulang, Lex." Deofan membuka suara, rahangnya mengetat. Kebetulan seperti ini? Apa yang tengah direncanakan Tuhan? Kaki Deofan kembali melangkah.
Sedangkan tatapan sendu milik Alexa tak lepas dari sosok yang ia rindukan. Hingga objek itu menghilang menjadi sebuah titik yang lebur. Alexa kembali menghela nafas, masih ada sekelabat rindu untuk seseorang yang ia sebut sebagai papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.