Kalo lo tanya, kenapa gue sayang lo? Gue jawab, karena gue udah anggep lo sebagai jodoh gue sendiri.~ Budiyanto Alexander.
"Eh, Alexa!!" tangan seorang wanita paruh baya itu melambai. Menatap pergerakan Alexa dengan hati-hati.
Yang dipanggil memutar bola matanya malas. Ia menyesali keterlambatannya pagi tadi, membuatnya harus berurusan dengan si guru tukang semprong itu.
"Kenapa, Bu?" tanya Alexa ogah-ogahan.
"Ruang padus sangat berantakan, sudah seperti kapal pecah." wanita paruh baya itu mengeluh.
"Lalu?" tanya Alexa malas.
"Kamu wajib membersihkannya, itu hukuman karena keterlambatan kamu tadi pagi." tangan wanita itu bertengger pada sisi pinggang yang tidak bisa dikatakan ramping.
Cewek dengan rambut yang terurai itu mendengus, mendengarkan hukumannya saja sudah sangat melelahkan. "Kenapa tidak membersihkan toilet saja?"
"Membersihkan ruang padus sudah sangat ringan bagi kamu yang selalu telat, Alexa!!" mata wanita itu melotot, tangannya masih setia bertengger pada pinggangnya, menambah kesan garang.
Alexa melengos, mengayunkan kakinya menuju ruang padus. Rasanya ia ingin kabur saat ini juga. Tapi, jika ia memilih kabur dan lari dari hukumannya, akan ada hukuman yang lebih berat menanti. Ia tau bagaimana sosok Bu Rosa.
***
"Kau wanita terhebat bagiku, tolong kamu cam kan itu...."
Alexa bersorak, saat lagu yang dinyanyikan seorang cowok dengan alis tebal itu berakhir. Petikan gitarnya yang mengalun pas dengan irama, membuat Alexa terhipnotis, mengembangkan senyum tanpa ia sadari.
Cowok itu meletakkan gitarnya, baru menyadari ada seorang cewek yang mencuri dengar suaranya yang mengalun merdu.
"Suara lo bagus, main gitarnya juga enak." kebiasaan Alexa kembali muncul-sok kenal sok dekat.
"Lo... siapa?" cowok itu mengernyit.
"Alexa." cewek itu mengulurkan tangannya, menjabat tangan cowok itu tanpa ragu.
"Ivan." cowok itu memberikan senyum manisnya.
Alexa melepaskan jabatannya, memberikan senyum manis, masih teringat setiap petikan gitar yang menjadi sebuah irama sempurna.
"Lo ngapain di sini?" tanya cowok itu basa-basi.
"Ah, anu. Gue disuruh beresin ruang padus." cewek itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Gue rasa, lo bukan anak padus. Dan, lo bukannya cewek yang berkelahi di lapangan waktu upacara itu ya?" cowok itu menebak.
Alexa menghembuskan nafasnya kasar, selalu saja begini. Ia terkenal bukan karena hal yang baik, terkenal suka membuat onar, dan mencoreng namanya sendiri. Alexa sadar, namun bagi Alexa terlalu repot melakukan hal yang baik, membuatnya harus memasang topeng.
Cewek itu bergegas, menata beberapa alat music yang diletakkan sesuka hati. Rasanya melelahkan menjalani hukuman seperti ini. Tapi, tiada kata 'kapok' bagi Alexa untuk terlambat sekolah.
"Lo dihukum?" cowok itu menyandarkan tubuhnya pada tembok. Tangannya terlipat di depan dada, matanya mengawasi setiap kegiatan Alexa.
Cewek itu hanya bergumam, membenarkan tebakan dari cowok yang baru saja dikenalnya. "Lo, balik aja ke kelas. Biar gue suruh anggota gue bersihin, abis ini bel masuk bunyi."
Cewek itu menoleh sejenak. "Jadi, lo ketua ekstra padus? Cih, bilangin ke anggota lo, abis latihan diberesin. Bikin susah orang aja." cewek itu mendengus.
Cowok dengan nama panjang, Ivanno Mahesa itu tersenyum samar. Bahkan, cewek di depannya itu terlihat mendesis saat menjalani hukumannya. "Lo balik aja ke kelas."
"Ah, iya!!! Gue lupa belum nyalin PR, anjay!!!" seru Alexa. Cewek itu bergegas, hendak meraih gagang pintu. Kakinya menginjak tali sepatunya sendiri yang entah sejak kapan terlepas.
Brukh...
Suara yang cukup nyaring, tubuh Alexa tengkurap pada lantai dengan posisi yang memalukan. Bukannya segera bangun, cewek itu melipat tangannya. Menggunakan lipatan tangan itu sebagai bantalan, agar wajahnya tidak menyentuh lantai secara langsung.
"Sial mulu sih, gue." cewek itu merutuki kesialannya hari ini.
"Mau tiduran di situ? Ayo!!" cowok itu mengulurkan tangannya, senyumnya mengembang menambah kadar ketampanannya.
Alexa meraih uluran tangan Ivan, berdiri dari posisinya yang tengkurap. Tangan kanannya mengusap pelan dahinya yang sempat mencium lantai dengan tidak romantis.
"Sakit?" tanya cowok itu lembut.
Bibir Alexa mengerucut, menyesali kejadian-kejadian yang merepotkan hari ini. Andai ia bisa bangun lebih pagi, mungkin kejadian seperti ini tidak akan menimpanya.
Tangan Ivan menangkup pipi Alexa, meniup pelan dahi cewek menggemaskan itu yang sedikit memerah. "Masih sakit?"
Dalam beberapa menit, Alexa sempat dibuat melongo dengan perlakuan cowok manis yang baru saja ia kenali. Lalu kepalanya menggeleng berulang kali untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya.
"Gue duluan ya, aelah PR gue." cewek itu ingin segera beranjak, menghilangkan rasa canggung yang menyelimutinya.
"Tunggu!!!" cowok itu mencekal tangan Alexa. Hingga cewek itu tak lagi melanjutkan langkahnya, kepalanya menoleh menatap cowok itu dengan kernyitan di dahinya.
Ivan berjongkok, meraih tali sepatu Alexa yang terlepas. Penyebab Alexa tersungkur dengan tidak anggun. Lalu, tangannya dengan gesit mengikat tali sepatu itu dengan kuat, agar sang pemilik sepatu itu tak lagi tersungkur. "Nah, udah. Jangan jatoh lagi."
"Iya, thanks btw." cewek itu tersenyum, lalu segera berlari menuju kelasnya. Berdoa di dalam hati semoga Bu Cici belum masuk ke kelas. Dan, dia memiliki cukup waktu untuk menyalin PR milik Budi.
***
"Alexa!! Kamu dari mana?" tanya Bu Cici garang.
"Ruang padus, Bu." cewek itu meletakkan bokongnya dengan santai. Walaupun, dalam hatinya tak bisa sesantai itu.
"Sejak kapan kamu ikut ekstra padus?" guru dengan kaca mata yang menggantung pada batang hidungnya itu mengernyit.
"Sejak tadi." Alexa nyengir.
"Ya, sudahlah. Terserah kamu, mana pekerjaan rumah kamu? Ayo kumpulkan!!" suara Bu Cici begitu menggelegar.
"Anu, Bu. Sebentar," cicit Alexa. Tangannya masih sibuk menyalin PR Budi.
"Ayo kumpulkan!!"
"Sedikit lagi, Bu."
"Kumpulkan sekarang, Alexa."
"Bentar, Bu." tangannya semakin gesit dalam menyalin angka-angka yang sedikit pun tak ia mengerti.
Bu Cici rupanya sudah sangat tidak sabar, penasaran dengan apa yang dikerjakan Alexa dengan terburu-buru. Kakinya melangkah, menghampiri bangku Alexa dengan kernyitan di dahi. Wanita paruh baya itu mengambil buku tugas milik murid bandelnya itu.
"Alexa!! Kenapa mengerjakan PR di sekolah. Ini pekerjaan rumah." Bu Cici menggeram pelan.
"Anu, Bu. Saya sudah menganggap sekolah ini seperti rumah saya sendiri." cewek itu nyengir, memasang wajah tanpa dosanya.
"Alexa!! Keluar kelas!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAL (?)
Teen Fiction~Completed~ Aku dengan segala permasalahan rumitku. Bertemu kamu si pria dingin dengan tatapan beku. Aku mencintai kamu, wahai pria pencipta rindu.