DEAL (?) [49]

4.1K 348 30
                                    

Kamu dengan sejuta kesempurnaan, sedangkan aku dengan sejuta kekurangan. Lalu, apa kita mampu membangun sebuah hubungan?~Alexandra Colins

Plak...

"Bukankah sudah kuperingatkan untuk tidak berulah? Kenapa kau menemui pria itu lagi?!!" Maria kembali murka, saat salah satu pengawalnya kehilangan Alexa di sekolah. Alhasil, cewek itu ditemukan di sebuah restoran bersama mantan suaminya.

Alexa memagangi pipinya yang memerah, pipinya sudah seperti mati rasa. "Aku hanya ingin berpamitan. Setelah ke Amerika, aku mungkin gak akan kembali ke sini. Mama nyadar gak sih, Mama terlalu perduli dengan rasa sakit Mama sendiri.

"Sampai Mama lupa, apa yang bikin Papa selingkuh dan ninggalin kita. Apa yang bikin Papa lebih milih Kamila daripada kita?!! Hingga Mama yang lebih milih sembunyiin aku dari sorotan publik, bahkan Mama mencegah dunia tau kalau aku ini anak Mama!!!" teriak Alexa frustasi.

"Kamu tidak tau apapun. Semua orang memiliki alasan," ucap Maria datar.

"Alasannya Mama lebih mementingkan karir!!!" teriak Alexa semakin menjadi.

"Tutup mulutmu Alexa!!! Kau pikir semua yang ada dari ujung kaki, sampai ujung rambutmu itu dari mana? Itu semua karena karirku yang sukses dan mendapat banyak uang." Maria menatap Alexa tajam, perseteruan yang panas dan tak akan ada yang berani untuk melerai.

"Aku gak butuh kekayaan. Aku gak butuh uang, aku cuma mau Mama, Papa, dan aku jadi seperti keluarga di luar sana. Saling mengasihi." Alexa menatap Maria sayu, luka ini... Alexa menanamkan sebuah janji, jika suatu hari nanti ia akan menikah dan memiliki anak. Keinginan Alexa cukup sederhana, membangun keluarga penuh dengan kasih sayang.

"Omong kosong!!!" Maria menatap nyalang. "Aku gak mau tau. Davin, besok berkas-berkas Alexa harus sudah selesai. Dan lusa, dia harus berangkat ke Amerika!!!" putus Maria final.

Davin mengangguk, segera pergi bersama beberapa orang untuk menyelesaikan tugas yang diberikan Maria.

***

Alexa berjalan sedikit Lesu, matanya sembab dan wajahnya yang pucat. Waktu benar-benar cepat berlalu, karena insiden kemarin membuat Alexa harus terbang ke Amerika esok hari. Padahal, masih banyak rencana menyenangkan yang akan Alexa lakukan dengan temannya, dan mungkin juga dengan Deofan.

Dirinya melangkah ke koridor kelas 10, mencari seseorang yang harus segera ia ajak bicara.

"Ara!!" panggilnya dengan suara lantang.

Gadis berjilbab putih itu menoleh, menatap Alexa gugup. "Ke-kenapa?"

"Ada yang perlu gue omongin sama lo," ucap Alexa tergesa.

"A-sa-a... em-anu...." Ara tergagap.

Alexa langsung menarik tangan Ara untuk mengikutinya. Membawa gadis berjilbab itu ke atap sekolah.

"Gue gak akan ungkit tentang pernyataan lo beberapa hari lalu. Saat lo tiba-tiba ada di pihak Ratih. Tapi, gue udah mulai ngerti sekarang." cewek itu duduk di sebuah bangku berdebu. "Lo suka sama Deofan, dan lo gak seneng pas Deofan umumin kalau kita pacaran."

"A-Bu-bukan...," sangkal Ara.

Alexa tersenyum samar. "Ah, gue iri sama lo. Lo punya bokap, nyokap, lo punya tunangan seperhatian Ivan, lo punya cowok yang mencintai lo amat dalam. Deofan."

"Ha? Eh- ta-tapi...." Ara terkejut dengan ucapan Alexa. Mencintai amat dalam? Deofan? Bukankah Alexa pacar Deofan?

"Lo bener Ra. Hubungan gue sama Deofan cuma settingan, biar Ivan gak lakuin hal konyol lagi." Alexa mendongak menatap langit, mengukir senyum lebar untuk menegarkan batinnya.

"Kak Lexa... maafin kejadian kemarin...." Ara tertunduk lesu dengan rasa bersalah. Bisa-bisanya ia terpengaruh dengan hasutan Ratih.

"Gue gak ambil pusing masalah itu Ra. Di sini gue malah mau minta bantuan lo." Alexa menatap Ara penuh harap. "Bokap gue- ah bukan... Bokap lo, gue bakal berhenti ngusik bokap lo, tapi gue mohon jagain dia dengan baik. Lalu, jangan biarin nyokap lo dan nyokap gue terus berseteru. Karena hubungan gue sama Deofan settingan, ijinin gue buat berakting sampai akhir. Karena besok, gue harus pergi ke Amerika dan mungkin gak akan balik lagi."

"Ke Amerika?" Ara menatap Alexa terkejut.

Alexa mengangguk yakin. "Tolong kasih ini ke Deofan besok."

Cewek itu memberikan sebuah amplop kecil berwarna biru muda. "Dan, gue mau besok jam 09.00 lo temuin Deofan di danau belakang taman. Lo harus ungkapin apa yang lo rasain, gue yakin Deofan masih punya rasa yang sama. Untuk Ivan, harusnya kalian berjuang buat cinta kalian. Bukannya pasrah gitu aja."

"Ta-tapi Kak...." Ara menatap Alexa bingung, ia tak tau harus bagaimana untuk menjelaskannya.

"Gak ada tapi-tapian. Besok lo harus bisa bikin Deofan senyum lagi. Bikin muka dinginnya yang nyeremin itu berubah. Gue pergi dulu ya, Bye." Alexa berlari kencang, meninggalkan Ara di atap. Ia bersyukur, bisa mengatakan semuanya tanpa menangis. Ia bersyukur karena ia menangis saat tak ada orang di sisi nya. Ia bersyukur, karena Tuhan sedikit berbaik hati. Dalam kehidupannya mempertemukan dirinya dengan pria seperti Deofan.

Cewek itu menyandarkan punggungnya pada tembok. Berjongkok di belakang gudang, menikmati perih dalam hatinya yang terasa menyakitkan. Mengapa, mengapa dari sekian banyak orang ia harus mencintai Deofan? Mengapa perasaan ini hadir di waktu yang salah?

Cewek itu membuka kembali kertas yang ada dalam sakunya. Ia membaca kalimat akhir dari surat milik cowok berwajah dingin itu.

'Seandainya aku, kamu, kita bisa kembali. Seandainya aku bisa memilih jodohku, aku menginginkan kamu. Seandainya, Tuhan sedikit berbaik hati mempersatukan kita kembali.'

Alexa sedikit meremas kertas itu, mewakili rasa sakit yang baru ia rasakan. Mengapa, menaruh harap pada seseorang sesakit ini? Mengapa, rasa yang diam-diam tumbuh bisa menggores hatinya seperti belati? Tuhan memang maha dahsyat, menumbuhkan rasa cinta pada umatnya.

"Lex...."

Alexa mendongak, menatap Gama yang sudah berjongkok di sampingnya. Cewek itu memeluk Gama erat. "Sakit Gam, sakit...."

"Lo kenapa hm? Ada yang luka? Apa yang sakit?" Gama bertanya khawatir.

Cewek itu menggeleng pelan.

Hati gue yang sakit.

DEAL (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang