Siang cukup panas dengan matahari bersinar cerah namun pepohonan yang tumbuh rindang di taman membuat kondisi cuaca menjadi lebih sejuk dan di sinilah Jinhwan berada sekarang, duduk seorang diri di kursi taman dengan earphone menyumpal sebelah telinga serta mata memperhatikan anak balitanya yang berlarian riang bermain di pasir. Junhoe punya begitu banyak energi hingga sangat susah diajak tidur siang, berjalan-jalan ke taman adalah salah satu cara membuatnya cepat capek meski nanti akan berimbas juga ke ibunya yang ikut tepar.
Jinhwan merentangkan tangan ke atas, menggeliat, memandang sekeliling yang lumayan sepi. Siang hari memang bukan waktu wajar bagi ibu-ibu membawa anaknya keluar, terlebih letak apartemen wanita mungil itu juga lumayan jauh dari lokasi taman yang sering digunakan para ibu untuk merumpi sembari menunggu anak bermain membuat Jinhwan juga kurang paham kebiasaan di daerahnya.
Jika ditanya, kenapa Jinhwan tidak memilih rumah yang dekat dengan tempat umum seperti taman, jawabannya sederhana. Dia sengaja. Dia sengaja mencari rumah di daerah sepi, sebuah bangunan apartemen baru yang bahkan nyaris belum berpenghuni. Alasannya untuk membantu Hanbin. Biar bagaimanapun pemuda itu baru berumur 20 tahun dan masih kuliah, kalau sampai ada yang tahu fakta dia sudah punya anak umur dua tahunㅡapalagi ibu-ibu yang notebene-nya punya kecepatan mulut instanㅡpasti Hanbin langsung jadi bahan pergunjingan yang bisa membuat dia stres dan tertekan. Jinhwan hanya berpikir, mengurus rumah dan Junhoe sudah cukup merepotkan, dia tidak mau mendapat pekerjaan tambahan merawat suami stres.
"Huwaaa!" Tiba-tiba terdengar suara tangisan membuat kepala Jinhwan mengarah cepat pada Junhoe. Beruntung, bukan anaknya yang menangis. Junhoe bahkan ikut menatap berkeliling mencari sumber suara.
Nampak di kejauhan seorang anak perempuan sedang menangis di dekat ayunan. Di sekitarnya tak nampak ada orang dewasa yang menemani. Mendadak Junhoe beranjak, berjalan mendekati anak perempuan tersebut.
"Junie-ya~" panggil Jinhwan namun tak diindahkan oleh anaknya hingga sang ibu terpaksa berdiri dan mengikuti si kecil.
Junhoe terus berjalan, dia baru berhenti ketika sudah sampai tepat di depan anak perempuan yang menangis.
"Ada apa?" Tanya Junhoe heran. Anak di depannya mengusap kedua air mata sambil menunjuk ke ayunan yang menggantung terlalu tinggi untuk badannya.
"Mau main itu?" Tanya Junhoe lagi dijawab sebuah anggukan.
"Mama!" Junhoe menoleh pada Jinhwan. "Nuna mau main itu." Dia menunjuk ayunan. "Cuni juja (Junie juga)." Ia melanjutkan membuat ibunya tersenyum.
"Dimana ibumu?" Tanya Jinhwan lembut seraya berjongkok merendahkan diri.
"Mama, hiksㅡbeli jus," jawab si anak perempuan sesenggukan.
"Sambil menunggu ibumu kembali, mau kami temani main?" Tanya Jinhwan lagi dan gadis kecil di depannya langsung mengangguk cepat. Mama Junhoe kembali tersenyum, dengan lembut dia mengusap pipi basah anak di depannya.
"Kalau begitu kau harus berhenti menangis. Anak cantik tidak boleh nangis lama-lama."
"Anak cancik idak boyeh nanis yama-yama," Junhoe menirukan ucapan ibunya, ikut mengusap pipi anak perempuan yang kelihatan lebih tua darinya, lalu balita itu bergerak maju, mulutnya monyong dan cup♡ sebuah kecupan dia berikan tepat di bibir anak perempuan membuat gadis kecil itu terkejut. Termasuk Jinhwan.
"Cayanghe~ (saranghae~)" Junhoe mengangkat kedua tangan ke atas kepalanya membentuk heart.
"Yah Junie," tegur Jinhwan heran. "Siapa yang mengajarimu begitu?"
"Papa." Jawaban Junhoe terasa tidak mengejutkan bagi ibunya.
"Mama, cayanghe~" si balita mengulang isyarat heart-nya. "Aiciteyu~ (aishiteru~)"
Dan Jinhwan hanya dapat facepalm sambil menggumam, "Kenapa kau selalu mengajarkan hal tidak berguna pada anakmu, Kim Hanbin?"
.
.
.
Bibit playboy masa depan😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Daddy #1
FanfictionBinHwan (Hanbin X Jinhwan) BNior (JB/Jaebum X Jinyoung) iKon GOT7 GS Kisah sederhana (yang berharap akan sedikit bermakna #eak) tentang Hanbin, remaja 20 tahun yang menginginkan kehidupan normal seperti anak muda seusianya, tapi keberadaan balita du...