CODE RED!

2.9K 402 38
                                    

"Papa, itu apa?" jari pendek Junhoe menunjuk pada binatang kecil yang beterbangan di atas kepalanya.

"Capung," jawab Hanbin.

"Capun," tiru Junhoe. "Itu? Itu apa?" bocah kecil beralih pada binatang lain yang tertangkap oleh penglihatannya.

"Lebah." Dengan sabar sang ayah kembali menjawab.

"Yebah."

"Tawon." Hanbin menambahi.

Junhoe menoleh. "Apa itu awon?" tanyanya penasaran.

"Tawon itu lebah," jawab Hanbin.

"Awon...yebah?" Junhoe menelengkan kepala tidak mengerti. Papanya terkekeh.

"Nama lain lebah itu tawon." Hanbin sangat menikmati membuat balita kecilnya kebingungan.

"Yebah itu awon..." Junhoe mendesis, membiarkan otak mudanya memproses sendiri informasi baru yang membingungkan tersebut. Sementara Hanbin tertawa lagi melihat anaknya sedang berpikir keras.

Jinhwan yang duduk di gazebo taman, mengernyitkan alis memperhatikan suami serta anaknya yang tengah duduk bersisian di tanah berumput. Hanbin tertawa sementara anak mereka nampak bengong. Jinhwan berprasangka buruk jika pemuda itu pasti sedang mengerjai Junhoe lagi. Gadis tersebut menghela napas panjang.

Mau sampai kapan ayahnya bertingkah kekanakan begitu? Tak mau kalah dengan anaknya. Aku merasa seperti sudah punya dua anak, batin Jinhwan menyangga dagu dengan tangan bertumpu pada lutut. Ia terdiam, memandang gamang dan nyaris jatuh dalam lamunan ketika menyadari sesuatu keluar dari dalam tubuhnya. Di bagian bawah. Wajah Jinhwan memucat.

"HANBIN-AH!"

Hanbin terlonjak mendengar suara Jinhwan meneriakkan namanya sekeras toa. Dia menoleh dan mendapati gadis itu sudah berdiri melambaikan tangan padanya.

"SINI!"

"Wae?" desis Hanbin heran.

"Mama enapa?" celetuk Junhoe. Ayahnya mengedikkan bahu.

"Molla. Ayo ke sana," ajak Hanbin.

"Ne~" Junhoe bangkit berdiri, digandeng oleh Hanbin ia setengah berlari mendekati ibunya.

"Ada apa? Kenapa kau berteriak?" tanya Hanbin heran.

Wajah Jinhwan pucat, tangannya memegang rok dengan kuat. "Aku datang bulan. Baru saja keluar."

Kedua mata Hanbin membeliak. "Sekarang!? Saat ini!? Kau yakin!?"

Jinhwan mengangguk panik.

"Ya sudah, ayo pulang!"

"Aniyaaa~" Jinhwan merengek. "Kalau dibawa berjalan pulang nanti kotor kemana-mana."

"Terus?" Hanbin bertanya.

Jinhwan merengut. "Belikan pembalut." Dia menjawab.

Hanbin menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

Istrinya mengangguk. "Iya, kau. Kau yang membeli pembalut."

Hening sejenak.

"Bin-ah, plisss~~~ keburu nodanya semakin banyak." Jinhwan hampir menangis.

"Arrasseo, arrasseo. Aku pergi sekarang." Hanbin menyerah, dia mengangkat Junhoe ke gendongan. "Ayo pergi, Junie."

"Aku akan menunggumu di toilet!" seru Jinhwan.

"Ne!" Suaminya melambaikan tangan.

"Papa," celetuk Junhoe di gendongan ayahnya.

"Hm?" sahut Hanbin.

"Atang buyan itu apa?"

"Code red," jawab Hanbin asal.

"Ode yed itu apa?" Junhoe bertanya lagi.

"Datang bulan."

"Atang buyan itu apa?"

"Datang bulan itu code red. Code red itu nama lain dari datang bulan," jawab Hanbin seraya menatap kedua mata Junhoe yang mengerjab polos.

"Ne," balita dua tahun langsung menganggukkan kepala.
.
.
Beruntung Hanbin menemukan minimarket terdekat yang berada di seberang taman. Junhoe menjerit senang begitu diturunkan ayahnya di dalam minimarket dan segera berlari menuju rak tempat permen serta jajanan dipajang. Hanbin mengambil satu bungkus merk pembalut wanita yang selalu dipakai Jinhwan dan langsung membawanya ke kasir.

"Junie-ya, ayo pulang!" seru Hanbin merogoh dompet di dalam saku celana.

"Ne~" terdengar jawaban meski sosok mungil si bocah masih belum terlihat muncul dari barisan tinggi rak jajanan.

"Berapa?" tanya Hanbin pada kasir laki-laki yang sedang men-scan barcode pembalut dan menjatuhkan tatapan aneh ke arah pemuda yang menunggu dengan tangan memegang dompet. Hanbin hanya mengerjabkan mata polos, tak menangkap maksud dari tatapan tajam yang tertuju padanya.

"Junie-ya~" kembali pria itu memanggil buah hatinya. "Papa tinggal lho!" ia melanjutkan dengan ancaman tanpa menyadari tatapan kasir laki-laki di hadapannya langsung berubah kaget saat mendengar panggilan 'Papa' disebut.

"Ne~" akhirnya sosok Junhoe keluar dari balik rak. Tangan kirinya memegang beberapa batang besar coklat dan tangan kanannya menyeret sekantung besar chips. Mata Hanbin melotot.

"YAH!" seruan kesal tersebut cuma dibalas 'hehehe' imut oleh si bocah.
.
.
"Kau lama sekali," keluh Jinhwan begitu sudah keluar dari toilet. Dia merapikan roknya dengan ekspresi wajah tidak nyaman.

"Junie menangis minta dibelikan ini," jawab Hanbin menunjuk kantung chips yang ia pegang dan sedang ia makan isinya bersama Junhoe yang seperti tidak bisa berhenti mengunyah.

"Harusnya kau paksa saja dia keluar. Jangan terlalu sering memanjakan Junhoe." Jinhwan balik mengomel.

Hanbin mengambil beberapa chips dan memasukkan ke dalam mulut. "Dia mengambil rasa yang paling enak dan limited edition," jawabnya sambil mengunyah.

Jinhwan menghela napas keras. "Terserah! Terserah!" dia kesal, beranjak pergi begitu saja diikuti Hanbin yang berdiri memegang kantung jajan dan menggendong Junhoe yang masih sibuk makan.

"Tidak ada yang bertanya macam-macam padamu waktu membeli pembalut tadi?" celetuk Jinhwan.

"Bertanya apa?" balas suaminya.

"Yaaah...apa gitu? Membeli untuk apa? Untuk siapa? Kau 'kan laki-laki. Akan terlihat aneh kalau kau beli pembalut wanita."

"Oh..." Hanbin hanya mendesis. "Tadi kasirnya menatapku lama sekali. Paling dia sedang memikirkan itu."

"Atau mungkin dia mengira kau transgender wanita tomboy?" imbuh Jinhwan.

"Tidak separah itu juga..." Hanbin menoleh kesal.

Jinhwan tergelak. "Tapi kau membawa anak, jadi mungkin dia berpikir kau beli ini untuk istrimu."

"Bisa jadi--"

"Dan kau ketahuan sudah punya istri dengan muka semuda ini!" Jinhwan mencubit gemas sebelah pipi suaminya.

"Ah, benar..." Hanbin baru sadar kalau secara tidak sengaja sudah membuka kedoknya sendiri, apalagi ia ingat tadi sempat memanggil dirinya 'Papa' juga.

Pemuda dua puluh tahun mengalihkan tatapan pada Junhoe yang duduk di gendongannya, yang kembali memasukkan jari-jari kecil ke dalam kantung jajan di tangan sang ayah, dan mengambil segenggam chips untuk dijejalkan ke mulut yang terbuka lebar. Hanbin berdecak keras.

"Bisakah kau berhenti? Kalau kau memakan semuanya, kau bisa kekenyangan dan makan malammu tidak akan habis," tegur Hanbin.

Junhoe tidak menjawab, hanya menatap polos papanya dengan pipi menggembung mengunyah chips.
.
.
.
Ada yang pernah dibelikan pembalut sama cowoknya?

Young Daddy #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang