"Baby, tidakkah kau ingin anak perempuan?" celetukan Hanbin malam itu membuat mata sipit istrinya langsung melotot hingga sebesar mata ikan mas koki.
"Apa maksudmu?" balas Jinhwan sedikit meninggikan suara mengundang perhatian Junhoe yang sedang duduk di lantai bermain mobil-mobilan. Dengan sorot mata polos dia memperhatikan kedua orang tuanya.
"A baby girl." Hanbin mencoba menjelaskan. "Seorang anak perempuan yang bisa dipakaikan baju princess, bando pita, dan dikuncir rambutnya. Kau nanti juga bisa mengajak dia berbelanja dan memasak bersama. Tidakkah kau tertarik begitu?"
"Tidakkah kau sudah puas dengan Junhoe?" desis Jinhwan menyimpan kesal, sejujurnya dia selalu berprasangka jelek dengan semua ide suaminya. Hanbin masih sangat muda dan isi pikirannya tak jauh-jauh dari 'how to have fun' atau 'how to make a fun'. Dia lebih sering menggunakan hormon untuk berpikir daripada otak.
"Junhoe laki-laki." Hanbin membantah.
"Lalu?" tanya Jinhwan.
"Dia tidak bisa diberi pita." Suaminya bersikeras. "Dia juga tidak mungkin diberi baju princess, dia--" Hanbin menunjuk anaknya dan sekejab kalimat pemuda tersebut berhenti karena tatap matanya langsung berbenturan dengan sepasang mata kecil Junhoe yang ternyata juga sedang memandangnya lekat.
Hanbin membeku, begitu pun dengan Jinhwan. Dalam hati mereka kompak bertanya-tanya.
Sejak kapan Junhoe memperhatikan percakapan mereka? Apa dia mengerti isi obrolan orang tuanya?
Perlahan bibir balita umur dua tahun melengkung ke bawah. Nampak jelas kedua matanya berkaca-kaca dengan kulit wajah merah hitam.
OW SHIT, HE UNDERSTANDS IT!
"Huwaaa!" tangisan Junhoe pecah bahkan sebelum orang tuanya sempat mengucapkan sepatah kata. Jinhwan melompat dan meraih bayinya ke dalam pelukan layaknya reflek seorang ibu, sedangkan Hanbin cuma bisa berdiri memandang anaknya menangis keras di gendongan istrinya.
"Cupcupcup~ Junie sayang, Papa tidak bermaksud begitu kok. Papa sayang Junie, ne?" bujuk Jinhwan sambil menimang Junhoe ke atas dan ke bawah namun hal itu tidak dapat menghentikan tangisan si kecil. Agaknya Junhoe terlalu sakit hati sampai segala bentuk bujuk dan rayuan sang Mama mental dari lubang telinganya.
"Huwaaa! Huwaaa!" Junhoe terus menjerit, air matanya berlelehan berbarengan dengan ingus. Dia menangis hingga keningnya berkeringat dan napasnya sesenggukan.
"Ini semua salahmu!" Jinhwan memukul lengan Hanbin keras. Yang menangis Junhoe tapi Hanbin bisa melihat mata istrinya juga mulai berkaca-kaca.
"Kenapa kau selalu mengatakan hal-hal bodoh!?" Jinhwan menghentakkan kaki kemudian berbalik, berjalan masuk ke kamar dan membanting pintu.
.
.
.
Lima belas menit berlalu dan tangisan Junhoe sudah berhenti. Suasana rumah hening seketika. Jinhwan belum nampak tanda-tanda akan keluar kamar dan Hanbin tidak berani mengusik mereka. Dia meraih ponsel, mengirim pesan pada handphone Jinhwan yang seingatnya masih di-charging di dalam kamar.Hanbin: Baby, sorry...
Hanbin: Junie, Papa sorry... :(
Kling~ balasan datang lebih cepat dari dugaan Hanbin.
Jinhwan: [photo]
Seulas senyum kecut terbentuk di bibir Hanbin melihat foto Junhoe yang sudah tidur karena capek menangis.
Klek, terdengar suara kenop pintu diputar membuat Hanbin menoleh, mendapati sosok istrinya keluar dari dalam kamar. Jinhwan memandang Hanbin, ia tidak mengatakan apapun dan hanya menghela napas panjang. Wanita muda itu beranjak menuju dapur, tak mengindahkan suaminya yang ganti berjalan masuk ke kamar.
Hanbin naik ke ranjang dan mendekati Junhoe perlahan, sebisa mungkin tidak membangunkan balita tersebut. Diusapnya sepasang pipi gembil yang masih terasa basah.
"Junie-ya, Papa minta maaf. Papa tidak bermaksud menyakiti hatimu. Selamanya kau anak Papa yang paliiing Papa sayang. Kau jagoan Papa, kaulah yang nanti akan menjaga Mama waktu Papa sibuk dan tidak bisa bersama kalian. Jangan marah sama Papa ya?" dengan lembut Hanbin mengecup tangan mungil Junhoe. "Mama masih akan sangat muda dan cantik waktu kau masuk SMA nanti, jadi kau harus menjaganya supaya tidak diganggu guru-gurumu yang jomblo. Oke?"
Dari pintu kamar, Jinhwan hanya dapat tersenyum mendengar suaminya berbicara dengan anak mereka yang tidur pulas.
Sepertinya kau tidak akan pernah berubah meski anakmu sudah dewasa nanti, Hanbin-ah. Tapi memang itu sih kelebihanmu. Bersikap konyol seperti anak muda.
.
.
.
[Edisi khusus time skip]"Guru Kim," sebuah panggilan menghentikan gerakan Jinhwan yang hendak membuka pintu mobilnya. Wanita mungil itu menoleh lalu tersenyum melihat jika yang menyebut namanya barusan adalah wakil kepala sekolah tempatnya bekerja.
"Apa anda sedang senggang? Ada restoran Jepang yang baru buka di ujung jalan. Mau mencobanya?" pria berkacamata itu mengajukan tawaran yang membuat Jinhwan memutar mata. Dia ingin menolak, tapi yang mengajaknya adalah wakil kepala sekolah. Ini merupakan pilihan berat antara profesi dan hati nurani.
"Dia tidak senggang, Pak Guru." Sebuah suara serak menyeletuk membuat wakil kepala sekolah menoleh dan mengerutkan kening namun di sisi lain mata Jinhwan malah bersinar berseri-seri.
"Dia sudah janji akan mengantarku membeli barang--" sesosok tinggi pemuda berseragam sekolah lengkap dengan blazer, ransel, dan dasi terikat longgar di leher, menempatkan badan tegapnya di samping Jinhwan mirip seorang bodyguard. "--benar 'kan, Mama?"
Jinhwan mengangguk seraya mendongakkan kepala untuk bisa menatap Junhoe yang tersenyum simpatik. Pemuda tersebut menggerakkan kepala mengusir poni hitam yang menutupi dahi sambil merangkul pundak ibunya dengan santai.
"Jadi dengan sangat menyesal, Pak Guru harus mencicipi restoran baru itu sendirian. Tidak apa-apa 'kan?" Junhoe mengganti senyumannya lebih imut dengan mata berkedip-kedip seperti anak TK.
"O-oh, iya. Tentu saja tidak apa-apa. Ha-ha." Wakil kepala sekolah menyahut sedikit gagap. "Kalau begitu, saya permisi dulu." Dia berpamitan dibalas bungkukan badan oleh Jinhwan.
Wakil kepala sekolah membalikkan badan seraya dalam hati bicara. Bagaimana bisa wanita semuda Guru Kim sudah punya anak sebesar Kim Junhoe? Bahkan anaknya benar-benar tumbuh lebih besar daripada dia. Sulit dipercaya.
"Good job~" Jinhwan highfive pelan dengan Junhoe di belakang punggung Wakil kepala sekolah.
"Mama, ayo rayakan dengan makan pizza," ajak Junhoe.
"Ide bagus!" Jinhwan menyodorkan ponsel pada anaknya yang sudah siap masuk ke mobil. "Buat Papa yang membayar makanan nanti."
"Siap!" Junhoe menerima ponsel ibunya dan langsung menelpon sang ayah. "Papa! Aku dan Mama mau makan pizza. Kalau Papa mau ikut Papa yang harus membayar nanti, kalau tidak mau bayar tidak usah ikut!"
Terdengar teriakan dari seberang telepon, menyuarakan "Berani sekali kau mengancam Papamu, dasar anak nakal!"
Jinhwan yang mendengar hanya terkekeh sembari menyalakan mesin mobil dan Junhoe yang masih memegang telpon malah tertawa.
"Di toko pizza yang biasa, Pap. Jangan lupa membawa kartu kredit. Daah~"
"YAH KIM JUNHOE!" di seberang Hanbin berteriak kesal.
"Hahaha!" namun di dalam mobil Junhoe tergelak keras bersama Jinhwan.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Daddy #1
FanfictionBinHwan (Hanbin X Jinhwan) BNior (JB/Jaebum X Jinyoung) iKon GOT7 GS Kisah sederhana (yang berharap akan sedikit bermakna #eak) tentang Hanbin, remaja 20 tahun yang menginginkan kehidupan normal seperti anak muda seusianya, tapi keberadaan balita du...