Glass Floor

2.5K 351 58
                                    

ABG-nya dilanjut ntar. Myka lagi gemes sama ide ini😂
.
.
.
Suatu hari Hanbin dan Jinhwan membawa Junhoe untuk pergi berjalan-jalan ke sebuah gedung pencakar langit Seoul yang menjadi salah satu obyek pariwisata. Niat mereka ke sana selain melihat pemandangan dari ketinggian juga untuk mencoba glass floor, semacam lantai tembus pandang terbuat dari kaca tebal dan aman yang terpasang pada lantai 118. Lumayan 'kan sesekali melakukan refreshing sekaligus mengenalkan Junhoe pada hal-hal baru.

"Papa, ita mau mana? (Papa, kita mau kemana?)" Tanya Junhoe ketika digendong oleh Hanbin di dalam lift.

"Kita akan melihat langit yaaaaang hebat," jawab Hanbin dengan penekanan nada, menyiratkan kegiatan mereka nanti akan sangat menyenangkan.

"Angit apa?" Balas Junhoe.

"Langit tinggi yang membentang luas," jawaban Hanbin sama sekali tak memberi penjelasan.

"Entan apa? Yuas apa?" Membuat pertanyaan muncul semakin banyak dari pihak Junhoe.

"Papa, enapa yama? Ayo uwan~ (Papa, kenapa lama? Ayo keluar~)" ajak Junhoe sudah merasa bosan di dalam lift. Tentu saja, menaiki 100 lantai tidak mungkin memakan waktu sebentar.

"Sebentar lagi kita keluar, tenang saja. Kita segera sampai," hibur Hanbin.

"Ani ani ani~" Junhoe menggelengkan kepala berkali-kali. "Uwan cekayan (Keluar sekarang)! Uwan ayo uwan! Papaaa!" Bocah itu merengek, menggerakkan kedua tangan dan kakinya yang kemudian tanpa sengaja mengenai pengunjung yang berdiri di dekat Hanbin.

"Jeosonghamnida," bersamaan Hanbin dan Jinhwan menundukkan kepala minta maaf.

"Kakinya diam. Tangannya diam," ujar Jinhwan sambil menepuk pelan kaki serta tangan Junhoe. Balita dua tahun menjawab dengan cemberutan bibir pink.

"Biasanya ada video di atap, kenapa hari ini tidak ditayangkan sih?" Desis Hanbin mendongakkan kepala memandang langit-langit lift diikuti oleh Junhoe.

"Listriknya belum dibayar mungkin," sahut Jinhwan, merangkul pinggang Hanbin dan menempelkan diri pada suaminya sebab lift lumayan penuh sesak.

"Listriknya dipakai untuk membayar tagihan wifi yang digunakan pengunjung," bisik Hanbin ditertawakan pelan oleh istrinya.

"Mwoya..." Jinhwan menusuk pelan pinggang Hanbin membuat pemuda itu cengar-cengir sementara beberapa orang di sebelah mereka memperlihatkan ekspresi rikuh mendengar bisik-bisik--yang menurut mereka--sok romantis dari pasangan muda beranak satu tersebut.

"Mama, uwan~ Papa, uwan~ Tayo, toyong Cuni cuceyo~" sedangkan sang anak yang nampak berisik juga tak mau diam barang sedetik.
.
.
"Jeng jeng!" Hanbin membentangkan sebelah tangan seolah ingin memperlihatkan pada Junhoe di gendongannya tentang seberapa luas dunia lewat dinding kaca gedung begitu mereka keluar dari lift.

"Lihat, Junie-ya! Rumah Junie kelihatan kecil sekali di sana. Uwaah, keciiil! Oh, apa mungkin malah tidak kelihatan sama sekali!?" Hanbin menunjuk-nunjuk pada kaca. Junhoe yang merasa takjub menempelkan kedua telapak tangan di dinding kaca.

"Yumah Cuni imana (Rumah Junie dimana)? I cana (Di sana)? I cana, Papa?" Dia terheran-heran melihat betapa kecil bangunan-bangunan yang untuknya selalu nampak sangat besar setiap hari.

"Ne. Rumah Junie ada nun jaaauuuh di sana." Hanbin menurunkan Junhoe ke lantai. Bocah itu langsung saja melesat ke sisi dinding kaca yang lain untuk melihat pemandangan berbeda membuat ayahnya terkejut dan buru-buru mengikuti langkah kaki pendek tersebut.

"Anil? Anil imana?" Junhoe memastikan keberadaan sahabat dekatnya.

"Di sana?" Hanbin menunjuk sebuah gedung tinggi. "Oh, atau mungkin di sana?" Dia menggeser jarinya.

Young Daddy #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang