Miane...

4.4K 586 59
                                    

Jinhwan baru pulang dari membeli puding bubuk instan di minimarket yang terletak di lantai dasar bangunan apartemen tempatnya tinggal ketika mendapati keheningan mengisi ruang duduk rumahnya dengan Hanbin yang berdiri memandang Junhoe yang diam memegang kotak tisu. Di sekitar mereka berceceran helaian tisu yang nampak masih baru.

Dalam sekejab Jinhwan dapat menyimpulkan. Junhoe pasti bermain lagi dengan tisu dan membuatnya berantakan, dia sudah ditegur oleh Hanbin namun tidak mau mendengarkan. Hasilnya, sekarang sang ayah cuma diam menatapnya kesal sedangkan si anak memegang kotak tisu sambil menunduk, beberapa kali mendongak untuk memandang Hanbin dengan tatapan bersalah.

"Ambil tisunya dan masukkan lagi ke kotak." Hanbin bicara dengan nada datar, terdengar tegas, tidak seperti dia yang biasanya selalu manis pada anaknya.

Junhoe masih belum bergerak. Hanya menggoyang-goyangkan kotak di tangannya seraya melirik sang ayah.

"Kim Junhoe." Hanbin menyebut nama lengkap Junhoe, makin membuat sang anak paham jika sekarang ayahnya sedang marah besar.

Dari pintu depan, Jinhwan berjalan jinjit menuju dapur. Tak ingin mengganggu ketegangan yang ada. Ia sadar jika sesekali menegasi anak itu perlu dan sepanjang yang gadis tersebut tahu, Hanbin cukup pandai melakukannya. Sebab dia sudah terbiasa menangani Hanbyul, adik perempuannya yang hanya dua tahun lebih tua dari Junhoe.

Hanbin menghela napas melihat anaknya tak juga melakukan apa yang dia minta. Agaknya bocah itu terlahir dengan rasa gengsi tinggi yang alami. Hanbin merasa dia perlu menurunkan sedikit rasa harga diri Junhoe.

Pemuda dua puluh tahun duduk di lantai, melipat tangan di depan dada.

"Ambil tisunya dan masukkan ke kotak," ia mengulang kata-katanya.

Junhoe cemberut. Sedetik kemudian dia malah membuang kotak kertas di tangannya.

"Kim Junhoe!" Suara Hanbin meninggi, tidak terlalu tinggi sebenarnya namun sudah cukup mengagetkan Jinhwan di tengah keheningan dan membuat Junhoe terlonjak.

"Huweee!" Tangisan pecah. Junhoe meraung keras namun Hanbin bergeming, tidak langsung meraihnya seperti yang biasa dia lakukan. Anak tersebut sedang merajuk, menggunakan tangisnya untuk membuat ayahnya mau memaafkan dia dan Hanbin paham akan hal itu.

"Papa...!" Junhoe berjalan mendekati ayahnya, naik ke pangkuan, memegang tangan lelaki tersebut sambil menangis tapi Hanbin tetap diam. Dia bahkan tidak mau memandang Junhoe membuat anaknya makin tersedu-sedu.

"Papa...!" Junhoe masih merajuk, menarik-narik pakaian Hanbin hingga sang ayah akhirnya mengangkat dia ke gendongan. Hanbin berjalan beberapa langkah, menurunkan Junhoe ke lantai dan meninggalkannya.

"Papa! Papa!" Junhoe mengejar kaki panjang ayahnya, menubruknya, dan menangis sembari memeluknya.

"Kau tidak mau membersihkan tisunya. Jangan dekat-dekat Papa," ujar Hanbin memaksakan diri bersikap dingin, padahal dalam hati dia sudah tidak tega melihat anaknya menangis bercucuran air mata begitu.

"Kau mau mengambil tisu dan memasukkannya ke kotak lagi tidak?"

"Maㅡhiks, uuu..." Junhoe tersedu.

"Mau tidak?" Hanbin bertanya sekali lagi.

"Mauuu..." Junhoe mendongak memandang ayahnya dengan pipi basah.

"Good," Hanbin kembali mengangkat Junhoe yang sudah mulai megap-megap, menurunkan anak itu di tengah kekacauan yang dia buat.

Sang ayah mendudukkan diri kembali di lantai, pandangan Junhoe lekat padanya seolah ingin memastikan jika Hanbin tidak tiba-tiba meninggalkannya lagi.

Young Daddy #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang