Lunch Break

3.4K 384 80
                                    

[Time skip]

Seperti biasa, setiap istirahat siang Junhoe akan pergi mencari kursi kosong di kantin untuk membuka bekalnya dan makan sendirian. Jangan mengira dia lebih memilih membawa makanan dari rumah karena tidak mampu membeli jajanan kantin seperti di film drama romantis kisah si miskin dan si kaya. Meski mukanya badass begitu, Junhoe tipikal anak rumahan baik yang menghukumi masakan ibu jauh lebih sehat dan terjamin kualitasnya dibanding makanan restoran manapun. Selain itu, dengan membawa bekal dari rumah dia bisa menghemat uang jajan lalu menabung untuk membeli tiket menonton pertandingan sepak bola. Junhoe bercita-cita ingin nonton piala dunia di luar negeri dari babak penyisihan sampai final.

Saat sedang asyik menyendok nasi sambil menggeser timeline media sosial di layar ponsel, Junhoe dikejutkan dengan kursi yang bergoyang akibat terkena beban baru. Ia menoleh dan langsung menemukan muka Daniel nyengir menyapanya. Pemuda yang seumuran juga ikut membuka kotak makanan, menunjukkan bekalnya yang terdiri atas lima potong sandwich roti isi irisan daging panggang, tomat, wortel, kubis, ditambah saus pedas dan beberapa cumi goreng tepung. Daniel menghela napas panjang, nampak kecewa dengan makanannya.

"Papamu lagi yang memasak?" Tebak Junhoe diiyakan oleh temannya.

"Sudah tiga hari Mommy di Paris mencari stok tas baru untuk butik. Hidup berdua dengan Daddy itu benar-benar menyiksa. Dia dokter tapi malah selalu memberiku junk food." Daniel melirik iri bekal nasi Junhoe. "Mau tukar?" Tanyanya berharap.

Junhoe mendorong kotak nasinya yang baru disendok dua kali, Daniel menerima sambil bersorak.

"Thank you, Brother! Sudah tiga hari aku tidak makan nasi! Ini adalah anugerah dari Tuhan yang diturunkan padaku melaluimu! Thank you, thank you, thank you sooo much!" Pemuda enam belas tahun kegirangan. Tanpa basa-basi Daniel langsung menyendok bekal Junhoe dan memasukkan ke dalam mulutnya. Sambil mengunyah, wajah remaja tersebut memperlihatkan kebahagiaan terdalam dari lubuk hatinya.

"Enak sekali~ Mommy, I miss you~" Daniel makan sambil hampir menangis. Junhoe yang melihat cuma bisa menyeringai. Dia mengambil sepotong sandwich di kotak bekal temannya dan mulai makan lagi tanpa banyak bicara.

"Kau tidak mau mengadukan menu makanan ini pada Mamamu?" Tanya Junhoe.

"Nanti aku dimarahi Daddy." Mulut Daniel melengkung ke bawah.

"Kau lebih memilih mana; dimarahi Papamu atau tidak makan nasi seminggu?"

"Dimarahi Daddy...!" Daniel menjawab tanpa berpikir. "Aku bisa jadi patung lilin kalau makan junk food tiap hari. Semalam aku diberi pizza, setelah paginya sarapan ramen. Dua hari lalu juga seharian aku cuma makan ayam KFC dan kentang goreng."

"Ya sudah. Lapor sekarang. Adukan dengan tuduhan lalai mengurus anak karena tidak memberikan makanan yang sehat." Junhoe menyodorkan kotak makanan Daniel.

Daniel masih nampak ragu. "Kalau nanti mereka bertengkar gimana?"

"Apa mereka pernah bertengkar sampai mengucap kata cerai?"

Daniel menggeleng.

"Kalau begitu aman. Sesekali membuat orang tua bertengkar itu penting supaya rumah tangganya tidak membosankan."

"Oke." Daniel meraih kotak makannya, berpose memperlihatkan bekal seraya membuat ekspresi wajah sedih. Jepret! Dengan kamera ponsel Junhoe mengabadikan gambar sahabatnya.

"Caption-nya bagaimana?" Tanya Daniel.

"Miss your cooking," jawab Junhoe dituruti oleh Daniel.

"Done." Daniel mematikan ponsel lantas meletakkannya di atas meja.

Young Daddy #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang