Persis seperti dugaan Jinhwan, malam sepulang dia dan keluarga kecilnya dari piknik di taman yang ternyata sekaligus menjadi momen perayaan ulang tahunnya, mendadak suhu badan Junhoe meninggi. Tidak mengherankan mengingat ini memang kali pertama anak itu bermain hujan semenjak dia terlahir ke dunia, wajar jika sistem kekebalan tubuhnya masih awam.
Dari sejak menjelang tidur hingga tengah malam Junhoe terus rewel, menangis, mengigau, dan tidak bisa tidur nyenyak sama sekali. Hanbin menjadi satu-satunya yang setia begadang serta menggendong anak semata wayang, menimangnya berjalan mengelilingi kamar sambil terus mengusap lembut punggung buah hatinya.
"Tak apa, tidurlah," ujar Hanbin setiap kali Jinhwan menawarkan diri untuk gantian menggendong Junhoe. "Kau tidur saja. Setidaknya harus ada orang yang cukup istirahat dan benar-benar sehat di rumah ini," sambungnya tak bisa dibantah oleh sang istri.
Maka saat jam mulai menunjukkan pukul tiga pagi dan Junhoe sudah mau tidur dengan tenang, tak lagi menangis ataupun mengigau, Hanbin menurunkannya pelan ke permukaan kasur, di samping sang ibu yang tertidur.
Pemuda dua puluh tahun kemudian ikut berbaring serta memejamkan mata, seketika merasakan kantuk dan lelah mendera di seluruh badan. Hanbin tertidur cepat dengan tangan terulur memeluk Junhoe dan Jinhwan sekaligus.
.
.
Alarm pukul enam berdering mengagetkan Jinhwan. Gadis itu menggeliat sembari tangannya mencari-cari ponsel yang selalu ia letakkan di nakas dekat tempat tidur. Jinhwan bangkit duduk, berhasil meraih ponsel dan mematikan alarm. Dia menoleh ke samping, pada bayi kecilnya yang masih terlelap dengan kening ditempeli plester demam dan pada ayahnya yang juga memejamkan mata. Jinhwan mengulurkan tangan, menyentuh kening dan leher Hanbin. Wanita bertubuh mungil menghela napas menyadari jika suhu tubuh suaminya saat ini ikut-ikutan naik sama seperti anak mereka semalam.Jinhwan turun dari ranjang, mengikat rambut panjangnya seraya beranjak mengambil kotak P3K. Dia membuka sebuah plester demam untuk kemudian ditempel pada kening Hanbin. Dengan sayang gadis tersebut mengusap wajah suaminya yang masih terlelap.
Terima kasih karena sudah menjadi hadiah terbaik di ulang tahunku, Hanbin-ah. Terima kasih juga karena kau sudah memberiku hadiah lain yang tak kalah luar biasanya, batin Jinhwan sembari tersenyum menatap Junhoe yang menggeliat dalam tidur, bergerak memutar di atas kasur sebelum kembali tenang.
Terima kasih sudah menjadi pahlawan di keluarga ini... Jinhwan menunduk, mendaratkan satu kecupan pada plester demam yang menempel di kening Hanbin.
Aku mencintaimu, Suamiku...
.
.
"Aku harus ke kampus," adalah kalimat pertama Hanbin ketika membuka mata di saat hari sudah hampir siang."Jangan. Kau masih demam. Di rumah saja," tahan Jinhwan sambil menarik lengan pemuda tinggi untuk kembali berbaring di tempat tidur.
"Tidak bisa. Aku ada pendaftaran proyek penting. Aku harus ke kampus." Hanbin bersikeras, menepis tangan istrinya dan mencoba berjalan ke kamar mandi meski badan sempoyongan.
"Berdiri saja kau tak kuat, masih mau pergi keluar. Besok saja daftarnya!" Jinhwan mendadak kesal, memegang lengan Hanbin, membantunya untuk berdiri.
"Tapi...daftarnya cuma hari ini..." Hanbin memegang kepala yang terasa pening.
"Tidurlah dulu sebentar. Kalau kau sudah baikan akan aku antar ke kampus," ujar Jinhwan dibalas anggukan oleh suaminya yang kembali memejamkan mata di kasur.
"Mama," Junhoe yang masih malas-malasan di tempat tidur menyeletuk. "Papa [kenapa]?"
"Papa sedang sakit. Junie mau menemani Papa di sini selama Mama memasak makan siang?" Tanya Jinhwan.
"Papa atit?" Air muka Junhoe langsung suram. Balita yang sudah tak lagi demam perlahan bangkit dari tidurannya dan merangkak mendekati sang ayah.
"Papa..." Junhoe menjatuhkan kepala di atas dada Hanbin, sepasang tangan pendeknya memeluk erat badan panas sang ayah.
"Papa, tup tup tup... (Papa, cup cup cup...)" Ujar Junhoe membuat Jinhwan tersenyum.
"Mama nitip Papa ya. Junie bisa 'kan bobok sama Papa di sini?"
"Ne~" jawab Junhoe. "Cunie bobok cama Papa i ni (Junie bobok sama Papa di sini)."
"Gomawo, Junie-ya~" dengan sayang Jinhwan mengusap kepala anaknya yang balas mengangguk.
.
.
Seperti janjinya, menjelang sore Jinhwan mengantar Hanbin ke kampus menggunakan mobil. Junhoe ikut bersama mereka. Berdua, ayah dan anak yang masih belum sepenuhnya sembuh dari sakit duduk manis di kursi belakang tanpa banyak bicara.Sesuai permintaan Hanbin, Jinhwan memarkir mobil di gedung fakultas kedokteran yang bersebelahan dengan fakultas teknik informatika tempat tujuan pemuda itu sebenarnya.
"Aku segera kembali," pamit Hanbin sebelum menutup pintu mobil.
"Ne," jawab Jinhwan.
"Papa, taa-taa~" dari kursi belakang, Junhoe melambaikan tangan mungilnya.
.
.
Tanpa mau repot melihat ke kanan-kiri, dengan langkah cepat Hanbin berjalan melewati fakultas kedokteran yang sama sekali tidak ia kenal menuju bangunan tepat di sebelahnya. Dia sengaja melarang Jinhwan parkir di halaman gedung fakultasnya sendiri, apalagi alasannya kalau bukan untuk menghindari rekan kampusnya melihat Hanbin yang diantar oleh seorang wanita dan anak kecil."Permisi, permisi," ujar Hanbin ketika harus melewati kerumunan mahasiswa kedokteran berbau obat yang sedang berkumpul di depan papan pengumuman entah melihat apa.
"Kim Hanbin?" Sapaan sebuah suara yang terdengar asing oleh Hanbin sontak membuat pemuda tinggi menghentikan langkah kaki dan serta merta menoleh.
"Ah, benar. Kim Hanbin." Seorang pemuda bermata sipit tersenyum sementara Hanbin hanya berdiri memandangnya dengan tatapan asing dan kerutan alis.
Siapa...?
Pemuda tinggi berbadan tegap berjalan mendekati Hanbin yang masih termenung mengingat-ingat, kapan kira-kira dia pernah melihat orang berkulit cerah yang sekarang berdiri berhadapan dengannya sambil menyunggingkan senyum ramah.
"Kenapa kau di sini? Bukankah kampusmu di sebelah?" Tanya pemuda tersebut.
"Kau siapa?" Balas Hanbin dengan suara gamang.
"Maaf aku belum pernah sempat menyapamu, tapi Jinhwan banyak bercerita soal kau. Dan Junhoe juga, dia kyeowo sekali aku ingin menculiknya."
Bagai tersambar petir di siang bolong, sepasang mata Hanbin melotot lebar dan wajahnya memucat.
"Eh, kau baik-baik saja?" Tegur pemuda yang terkejut melihat muka lawan bicaranya memutih.
Hanbin tak kuasa menjawab. Dia terlalu shock hingga tak dapat memproses kata-kata apapun. Hal yang paling dia takuti akhirnya terjadi juga meski segala cara sudah ia tempuh untuk menghindarinya. Ada seseorang yang mengetahui tentang Jinhwan dan Junhoe. Lebih parah lagi, orang itu ada di kampusnya, di antara teman-temannya. Bayangan buruk tentang gosip yang segera beredar mengenai dirinya membuat kepala Hanbin mendadak berdenyut sakit.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Daddy #1
FanficBinHwan (Hanbin X Jinhwan) BNior (JB/Jaebum X Jinyoung) iKon GOT7 GS Kisah sederhana (yang berharap akan sedikit bermakna #eak) tentang Hanbin, remaja 20 tahun yang menginginkan kehidupan normal seperti anak muda seusianya, tapi keberadaan balita du...