03. Berantem

8.7K 731 101
                                    

"Hebatnya, dia bisa buat gue benci dan jatuh cinta di saat yang bersamaan."
-Anara Emiley

***

Anara melamun dari tadi karena Daver terlalu lama membuatnya menunggu. Ia memainkan dedaunan yang jatuh dari pohon. Merobeknya hingga kepingan terkecil.

Anara memandang jam tangannya berulang kali. Sudah sepuluh menit ia menunggu. Mungkin terdengar sebentar, tetapi itu lama bagi Anara.

"Ra!"

Anara menoleh. Akhirnya yang ditunggu datang juga.

"Lama banget." Anara bete. Wajahnya sudah kusut dari tadi.

"Tadi ada tambahan kelas. Sorry, ya." Daver merapikan rambutnya yang berkeringat.

Anara bertanya langsung, "Kenapa?"

Daver menatap Anara sebentar. Lalu terdiam. Anara yang menyadari itu jadi salah tingkah. Anara memang sensitif jika ditatap oleh Daver.

"Soal yang kemarin.."

Oh, Anara benci dengan pembahasan itu.

Daver melanjutkan ucapannya setelah memberi jeda. "Ya, gue cuma mau bilang aja. Jangan sedih. Walaupun muka lo selalu seneng di sekolah, jutek juga, sih. Tapi lo keliatan bahagia di sekolah. Padahal gue tau apa yang lo rasain."

Anara tertegun saat menyadari bahwa Daver benar-benar mengatakan itu. Cowok yang selengehan ntah bagaimana bisa jadi seserius ini.

Hal yang tidak Anara sangka selanjutnya adalah, Daver memegang pundaknya. "Lo gak sendirian, Ra."

Anara menyipitkan matanya bingung. "Maksudnya?"

Wajah Daver serius. Tidak ada raut canda di sana. "Gue juga ngerasain yang sama kayak lo. Bahkan gue lebih parah."

"Bokap nyokap cerai. Gue tinggal di apartemen sendiri. Mereka gak mau nerima gue di tempat tinggal mereka masing-masing. Mereka biayain semua biaya hidup gue pas, bahkan lebih,

"Tapi uang gak ada artinya dibanding kasih sayang orangtua. Orangtua gue bahkan ngebenci gue. Bokap ngajuin gugatan cerai karena dia tau kalo gue adalah anak haram. Sedangkan nyokap, dia jadi benci gue karena gue, mereka cerai."

Daver tidak menunjukkan kesedihannya. Namun, Anara dapat merasakan seberapa berat yang sudah dilalui sahabatnya ini.

Anara merasa tidak enak karena mengetahui itu semua. "I'm sorry to hear that."

Daver tersenyum. Ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "No, it's okay. Gue emang mau ceritain ini semua. Biar lo tau, ada yang lebih menyedihkan dari segala yang udah lo alamin."

"Gue sahabat lo, Ra. Gue gak mau liat lo murung. Sekarang, setelah tau keadaan lo, gue jadi makin peka kalo raut wajah lo gak seperti biasanya," ucap Daver melanjuti perkataannya.

Jika benar Daver peka, ia akan menyadari mata Anara yang berbinar sekarang. "Iya, sahabat." Anara tersenyum.

Kalo peka, pasti lo tau perasaan gue, batin Anara.

DAVENARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang