17. Debat

5.3K 405 38
                                    

"We are confusing. We don't know about our own feelings.
It's totally silly."
-Fara Maria

multimedia : Fara Maria

***

Fara melihat dari jauh Daver yang sudah menunggunya. Saat ia mendekat, cowok itu tersenyum tipis padanya.

"Kenapa?" tanya Fara to the point. Ia masih jutek, sejutek-juteknya cewek yang lagi datang bulan.

Daver menahan dirinya untuk tidak tersenyum saat melihat wajah Fara yang bete abis. Faktanya, cewek memang terlihat lebih cute saat marah.

"Sorry, ya, gue bikin lo kesel terus. Gue juga selalu ngebatalin jalan." Daver menatap mata Fara. Padahal cewek itu tidak berniat untuk menatapnya sama sekali.

"Lo lagi ngejelekkin diri lo sendiri dalam lima detik?" tanya Fara sarkas.

"Marah?"

Fara menarik napas. "Lo tau gak, sih, kalo lo tuh ngeselin banget? Lo gak jelas. Udah ngajakkin gue jalan dua kali tapi gak jadi mulu. Perhatian sama gue tapi gue gak tau sebenernya yang lo rasain sama gue tuh apa. Lo kira cewek seneng diginiin?"

Setelah selesai mengucapkan beberapa kalimatnya, Fara diam sendiri. Ia berada di luar kontrolnya. Bahkan sebenarnya Fara bukan tipe cewek yang mudah menyampaikan emosi apalagi perasaannya.

Mungkin kali ini Fara terlalu lelah dengan sikap Daver yang tidak jelas. Dikatakan seperti suka, tidak pasti juga. Tapi Daver sejauh ini seperti mengindahkannya dibanding Anara.

"Gue nyuruh lo ngejauh juga demi lo, Ra. Lo gak bisa deket-deket sama gue di beberapa waktu sekarang," jelas Daver dengan sabar.

"Ya, kenapa? Kasih tau gue alesannya biar gue bisa ngerti!"

Daver ragu mau memberi tahu apa tidak.

"Bahkan lo jadi manggil gue dengan sebutan Ra." Fara tertawa dan itu merupakan sindiran. Kepalanya bergeleng-geleng.

Daver mengumpat dalam hati. Kenapa dia jadi memanggil Fara dengan sebutan 'Ra'? Padahal biasanya ia menyebut panggilan cewek itu 'Far'.

Fara tahu betul bahwa di area persahabatan mereka, panggilan 'Ra' hanya ditujukan untuk Anara. Bukan untuknya.

Fara bertanya, "Kepikiran Anara, ya?" Ia mulai bisa mengatur emosi dan menurunkan nada bicaranya.

Fara tahu Anara suka pada Daver. Tapi makin ke sini, dirinya pun tidak bisa mengontrol perasaan sialan itu. Daver mencuri hatinya begitu mudah.

Fara mau saja mengalah. Tapi ia baru akan mengalah apabila ia tahu bahwa Daver menyukai Anara. Jika belum atau bahkan tidak, Fara tidak mau mundur.

Fara tidak mau munafik. Soal perasaan memang tidak semudah itu diatur meskipun berkaitan dengan kata sahabat.

Daver menggeleng. "Enggak."

"Kalo suka sama Anara bilang. Biar gue gak usah deket-deket sama lo."

"Gue suka sama lo," aku Daver cepat. Mending Fara tahu saja daripada harus diam-diam. Cowok memang harus berani mengakui perasaannya, bukan?

DAVENARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang