02. Aneh

9.5K 795 154
                                    

"Ini semua emang salah gue yang terlalu banyak berharap."
-Anara Emiley.

***

"Mau mampir dulu gak?" Anara turun dari jok motor. Menyerahkan helm yang tadinya ia pakai ke tangan Daver.

Sebenarnya Anara hanya basa-basi. Karena ia yakin, Daver akan menolak dan langsung pulang.

"Boleh."

Anara membulatkan matanya. Satu hal: Anara takut Jeff dan Lena sedang bertengkar di dalam. Anara tidak mau Daver mengetahui kondisi keluarganya.

Malu? Iya, Anara malu. Ia tidak mau berpura-pura senang dan tegar dengan kondisi keluarganya sekarang.

"Ra, malah bengong, dih." Anara sampai tidak sadar bahwa Daver sudah turun dari motor ninjanya.

Anara menghilangkan benak keraguannya."Eh, iya, ayo."

Anara berjalan duluan. Diikuti dengan Daver di belakangnya. Baru saja mereka menginjak pekarangan, suara vas pecah mengejutkan pendengaran keduanya.

Daver sangat terkejut. Bunyi itu sangat dekat. Seperti berasal dari dalam rumah Anara.

"Ra, kenapa, tuh?" tanya Daver. Sekarang, Anara tidak tahu mau berbuat apa. Sudah dapat dipastikan bunyi tadi adalah ulah Jeff.

"Dasar perempuan pembawa sial!"

Anara membeku di tempat. Di satu sisi ia khawatir dengan Lena, di sisi lain ia takut Daver akan mengetahui statusnya sebagai anak broken home.

Daver mendekati Anara. Ia memegang lengan perempuan itu. "Ra, are you okay?"

Anara menggeleng. Matanya berkaca-kaca. Ia malu, takut, khawatir, dan tidak tau mau berbuat apa di hadapan Daver.

"Sorry, but, am I right?" tanya Daver sekali lagi. Anara mengangguk. Ia mengerti akan sesuatu yang dipikirkan Daver.

"Tolong pulang sekarang, ya," ujar Anara lembut. Terdengar dari nada bicaranya, Anara sedang menahan tangis.

Daver mengerutkan alisnya. Lalu ia menggeleng. "Mana bisa gue tinggalin lo dengan keadaan kayak gini?"

"Brengsek!" teriak Jeff dari dalam. Bentakan itu sangat tiba-tiba. Membuat hati Anara terguncang.

Setetes cairan bening tertitih dari pelupuk mata Anara. "Dav, please!" Ia menghentakkan kakinya ke tanah berkali-kali. "Lo harus pulang sekarang!"

Daver meneguk ludahnya kasar. Ia bimbang. Secara logika, Daver memang harus meninggalkan Anara karena ia tahu Anara merasa malu.

"Telfon gue kalo ada apa-apa," ucap Daver pada akhirnya. "Denger gak?!"

Bertepatan pada saat Daver mengatakan kalimat itu, suara tamparan berbunyi sangat nyaring. Terdengar ngilu di telinga Anara.

Anara langsung berlari masuk ke rumahnya tanpa mengiraukan Daver terlebih dahulu. Bahkan ia tidak peduli akan kata selamat tinggal.

Daver dengan tahu diri meninggalkan rumah Anara. Ia tidak pantas untuk mengetahui lebih dari yang tidak sengaja ia dengar.

DAVENARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang