"Anak bandel diciptain untuk bikin satu kelas bahagia. Gak ada yang bandel, gak ada yang ketawa."
-Daver Negarald***
"Daver, Rino, Evan, kemari!" Ibu Erna berdiri seraya melihat ketiga cowok itu secara bergantian.
Tidak ada yang maju. Mereka malah tertawa di kursi mereka. Masih saling bercanda satu sama lain. Padahal tatapan Ibu Erna sangat membunuh. Benar-benar tidak ada takutnya sama sekali.
"Bu, masa Ander gak dipanggil? Curang, ah. Ibu gak adil!" Rino menyahut tanpa dosa. Padahal dari tadi Ibu Erna sudah mengelus dada.
"Ander ngerjain tugas, sedangkan kalian enggak! Malah bercandaan aja dari tadi! Cepat maju!" Ibu Erna berdiri. Lalu mengambil penghapus papan tulis. "Maju, gak?!"
"Maju, sono." Evan menyenggol sikut Daver yang langsung dibalas dengan injakan kaki dari cowok itu.
"Sabar, jangan nyenggol-nyenggol!" Daver akhirnya berdiri dan maju duluan. Disusul dengan Evan dan Rino.
Sebenarnya Ander juga tergabung dalam kelompok persahabatan mereka. Namun, karena datang lebih awal, ia sempat menyalin tugas milik temannya.
Ibu Erna berkacak pinggang. Ia menatap tajam ketiga murid nakalnya. "Kalian ini! Udah tadi datengnya telat, gak ngerjain tugas lagi! Kalian niat sekolah nggak sih sebenernya?!"
Ketiganya menggeleng, menjawab pertanyaan sekaligus bentakan Ibu Erna. Lalu tertawa. Benar-benar membangkitkan emosi.
"Saya tuh udah pusiiiiiing masuk ke kelas kalian! Kalian tuh maunya apa?" Tanya Ibu Erna dengan nada yang tidak santai.
"Saya sebenernya mau main free fire di rumah seharian, Bu. Tapi karena status saya pelajar, saya terpaksa sekolah," balas Daver santai.
"Balas aja terus perkataan saya!"
Daver memasang ekspresi aneh ketika Ibu Erna mengatakan itu. "Lah? Tadi kan Ibu nanya. Ya, saya jawab, lah."
"Status lo kan jomblo. Apanya pelajar?" Evan menyeletuk.
Dengan gerakan cepat, Ibu Erna mengambil penghapus papan tulis dan melemparnya ke arah Evan. "Gak lagi bercanda, Evan!"
Ibu Erna menghela napas panjang. Ia mendengar apa yang Daver katakan tadi. Namun jiwanya sudah lelah menjawab.
Rino mengambil penghapus papan tulis yang tadi gurunya lempar. "Udah, Bu, jangan marah-marah terus. Nanti cepet tua."
"Balik."
"Hah? Ngomong apa? Gak denger." Daver meletakkan telapak tangannya di telinganya. Hal itu tentu membuat emosi Ibu Erna semakin meluap.
Daver langsung melongo ketika melihat mata Ibu Erna. Guru itu tidak menjawab pertanyaannya. "Eh, saya beneran gak denger, Bu. Suer," jari telunjuk dan jari tengahnya ia acungkan.
"DAVER, KUPING JANGAN DIJADIIN PAJANGAN DOANG MAKANYA!" Ibu Erna yang sudah naik pitam tak kuasa lagi menahan amarahnya.
Sungguh mengangetkan karena guru perempuan ini berteriak. Seluruh jantung satu kelas seakan melompat keluar. Saking kencangnya, ada dua murid yang spontan melempar correction tape mereka sampai temannya yang lain jadi tertimpuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVENARA [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Anara Emiley. Gadis yang memiliki kesabaran penuh ini jatuh hati pada mantan atlet kickboxing, Daver Negarald. Ada satu hal yang Anara suka dari Daver. Laki-laki itu perhatian. Di saat latar belakang keluarganya hancur...