21. Luka

5.5K 382 18
                                    

"I have loved you and still. Therefore, i'm waiting here."
-Anara Emiley

***

"Sssh.. sakit." Anara menahan napas saat Daver menekan pelan lukanya dengan kapas yang dibasahi oleh obat merah.

Setibanya di apartment Daver tadi, Anara diberi istirahat selama dua puluh menit dulu untuk minum dan menenangkan diri.

Daver tahu bahwa Anara membutuhkan waktu untuk menenangkan napasnya yang memburu akibat menangis.

Setelah dirasa cukup, Daver langsung memulai mengobati luka Anara.

Daver dengan wajah yang konsentrasi sedang fokus men-tap luka di tangan Anara. "Bentar-bentar, dikit lagi selesai."

Anara sudah tidak tahu seberapa besar rasa suka dan sayangnya pada Daver. Dari sisi perhatiannya, Daver nomor satu di antara yang lain.

Satu hal yang Anara sangat notice ada di dalam diri Daver. Daver adalah cowok yang sangat menghormati perempuan. Anara merasa begitu dihargai saat bersama Daver. Dari cara cowok itu memandang saja sudah sangat kentara.

"Gue nyesel," ucap Daver sambil mengambil kapas baru untuk mengobati luka yang ada di wajah Anara.

"Duh.." Daver jadi ngilu waktu melihat luka Anara. Padahal dia tidak sadar diri bahwa kulit kakinya sedang sobek sekarang.

Luka tembakan itu hanya dipakaikan hansaplas saja olehnya. Entah, Daver tidak terlalu peduli kalau tentang dirinya sendiri.

"Nyesel kenapa?" Anara bertanya dengan mulut yang rapat karena Daver sedang mengobati di bagian sudut bibirnya.

"Nyesel minta ditemenin lo pas tutor. Harusnya gak usah. Kalo gue gak minta, gak bakal kejadian kayak gini."

"Apaan, sih. Lebay lo!" Suara Anara terdengar seperti orang bindeng. Ya, memang karena efek habis menangis. "Udah, ah, gak usah dibahas lagi."

Kalau diingat dan dipikirkan lagi, rasanya Daver ingin menghajar Rezo habis-habisan. Bahkan Daver saja berpikir bahwa ini bukan akhir dari serangan Rezo. Pasti cowok itu ada saja akal untuk membuatnya ketar-ketir lagi.

"Lo beneran gak diapa-apain kayak Elena, kan?" tanya Daver memastikan lagi. Anara langsung menganggukinya. Memang itu faktanya.

"Syukur, lah, Ra. Seenggaknya lo masih.. ya, gitu." Daver menggantungkan kalimatnya.

Anara tertawa, lalu ia mengembuskan napasnya panjang, seakan membuang semua rasa lelah di dalam dirinya. Ia tidak percaya kejadian seperti ini akan terjadi di dalam hidupnya. Sungguh dramatis.

"Kalo Gema tau, gue dimarahin, nih, gara-gara gak bisa jagain cewek incerannya." Daver tertawa pelan.

Justru Anara tidak suka sama sekali membahas itu. Kenapa harus membahas Gema di saat banyak topik yang dapat dibicarakan?

"Bodo amat."

Daver tertawa kecil. Lalu, tangannya bergerak merapikan semua peralatan dan perlengkapan P3K-nya. "Finish."

Anara tersenyum. Dengan iseng, ia menyentuh pelan beberapa luka dan lecetnya. "Makasih."

Daver mengangguk samar.

"Ini jam berapa?" tanya Anara sembari melihat ke dinding ruangan, mencari jam dinding. "Wah, udah jam setengah delapan. Lo lupa hari ini kita ada bbq di rumah Elena?"

DAVENARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang