"Cuma perhatian, emangnya gak boleh?"
-Daver Negarald***
Ander meletakkan Alvano di kasur secara bodo amat. Tidak ada halusnya sama sekali. Hal itu membuat Alvano meringis kesakitan.
"Pelan-pelan bego," titah Alvano di tengah rintihannya.
Ander memandang Alvano tidak peduli. Ia mundur selangkah, lalu duduk di meja. Berhadapan dengan Alvano. "Lo obatin diri lo sendiri. Masih untung gue bawa ke sini. Kalo nggak, lo udah habis sama Daver."
Alvano bergumam mengiyakan Ander.
"Kenapa, sih? Gue gak ngerti apa-apa. Cuma yang tadi gue liat, Daver emosi banget. Dia jarang kayak gini sebelumnya," ucap Ander.
Alvano berdeham. "Tadi gue mau nyamperin Anara. Seinget gue, Daver minta ketemuan sama Anara di halaman belakang sekolah. Ya udah, gue ke sana. Taunya, pas gue liat mereka, Anara lagi nangis."
Alvano mengambil kapas dan obat merah yang berada di meja sebelah ranjang. Lalu, ia menuang obat merah ke kapas itu dan membubuhkannya ke tangannya yang berdarah akibat tarikan dari Daver.
"Gue paling gak bisa liat itu anak nangis," lanjut Alvano jujur. Ia menunduk, lalu melihat Ander. "Anara doesn't deserve sahabat lu."
"Bodo. Masalah itu gue gak mau ikut-ikutan. Tapi jangan sekali-kali lagi lo coba nyerang dia kayak gini. Lo bener-bener bisa habis, Van," jelas Ander memperingati.
Alvano terkekeh mendengar itu. "Lo remehin gue banget?"
Ander menahan napasnya. Lama-lama berbincang dengan Alvano membuat emosinya semakin menumpuk. "Lo gak tau, kan, kalo Daver itu atlet kick boxing? Bego, sih."
Ander berucap santai namun mampu membuat Alvano menjadi sinis dan sewot.
"Bego lo bilang? Mana gue tau! Gue bukan sahabatnya," balas cowok itu tak mau kalah. "Tapi, tadi lo bilang apa? Daver atlet kick boxing?"
Ander hanya mengangguk. Ia baru ingat bahwa ini merupakan rahasia Daver. Setelahnya, Alvano tertawa hingga Ander menatapnya jijik.
"Kenapa lo?" tanya Ander sewot.
Alvano mendecih. "Modelan kayak dia, jadi atlet."
Ander malas membalasnya. Melihat reaksi Alvano yang tidak percaya membuat Ander bersyukur. Seharusnya, Alvano tidak boleh mengetahui ini. Hanya saja, Ander tidak bisa menahan diri.
"Bodo, ngawur lu lama-lama. Intinya, lo bilangin ke sahabat lo. Jangan nyakitin Anara! Lo gak tau, bro, seberapa tulus dan baiknya hati dia." Alvano menempelkan hansaplas di ujung bibirnya yang sedikit membengkak.
Ander mengangguk malas. Ia melompat turun dari meja dan berjalan menuju pintu. "Udah, kan, urusan lo? Gue mau balik dulu."
"Thanks," ucap Alvano singkat setelah Ander keluar dari UKS. Sengaja, biar tidak terdengar.
🥀🥀🥀
"Masuk, Ra. Diem aja lo." Daver memandang Anara yang terdiam di depan pintu apartemennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVENARA [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Anara Emiley. Gadis yang memiliki kesabaran penuh ini jatuh hati pada mantan atlet kickboxing, Daver Negarald. Ada satu hal yang Anara suka dari Daver. Laki-laki itu perhatian. Di saat latar belakang keluarganya hancur...