36. Pelik

5.1K 349 85
                                    

"I want to see what happens if i don't give up."
-Anara Emiley

***

Anara tidak tahu ke mana Daver membawanya pergi sampai cowok itu mendaratkan ninjanya ke suatu tempat yang tidak pernah ia kunjungi.

Tempat ini hanya mendapat penerangan dari satu lentera besar. Sepi, namun dekat dari jalan raya sehingga terdengar suara kendaraan yang melewati Jakarta.

"Ayo, Ra."

Sedikit orang di sini. Dapat dideskripsikan tempat ini adalah sebuah taman karena ada rumput cantik, bunga-bunga, serta bangku panjang. Tidak lupa ada deretan abang-abang yang menjual jajanan.

Anara tiba-tiba berdegup lagi ketika Daver meraih tangannya dan menggenggamnya begitu erat. Bahkan ia sedikit tremor. Ia harap Daver tidak menyadari itu karena akan sangat memalukan.

"Kita ngapain ke sini?" Anara bertanya pelan-pelan.

"Menikmati senja. Anjay," jawab Daver asal.

Anara bergidik geli. Ia ketawa. "Lah, sejak kapan lo jadi anak senja?"

"Sejak gue mikir kalo ngeliat senja bareng lo itu nikmat Tuhan, lah, Ra."

Daver langsung mendapat satu pukulan di bahu saat mengucapkan itu.

"Gak usah senyum-senyum gitu, deh." Tengil Daver mulai keluar.

"Siapa yang senyum-senyum?!"

Daver menyeringai sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Anara yang tadi sekali ditanyakan. "Gue ajak lo ke sini biar lo gak pulang aja."

Anara tidak langsung menangkap maksud Daver. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak paham.

"Di rumah pasti gak enak, kan? Apalagi kalo orang tua mulai ribut. Duh, rasanya pasti pengen kabur. Bener, gak?" Daver menarik pelan Anara untuk duduk bersama di bangku yang menghadap ke danau.

 Bener, gak?" Daver menarik pelan Anara untuk duduk bersama di bangku yang menghadap ke danau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anara mengangguk cepat seraya melihat Daver. Cowok ini benar sekali dan sangat benar. Ia menyetujui fakta itu.

"Gue tau banget rasanya, Ra. Makanya gue gak mau lo berlarut lama-lama sama perasaan itu."

Anara masih terus memperhatikan Daver bicara. Dari titik ia duduk, wajah Daver tidak miss sedikitpun ketampanannya. Dari sisi mana saja, cowok itu selalu terlihat sempurna.

Namun, pada saat ini yang membuat Anara kagum bukanlah fisik cowok itu, melainkan bagaimana cara Daver mengeskspresikan apa yang ia alami dan rasakan. Itu yang Anara suka.

DAVENARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang