Epilog - DAVENARA

9.5K 469 166
                                    

"We start this story by together. It must be the same way when we end this."
—Daver Negarald—

***

"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.

Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.

Jadi tadi gue cuma mimpi?!

"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver yang gelisah.

"Aku di mana?"

Natasya mengernyih aneh. "Hey, demam kamu?" Ia mengecek suhu tubuh Daver dengan telapak tangannya. "Pake nanya lagi."

Daver spontan menghindar. "Aku masih di Jakarta?"

"Ya iya lah! Udah cepetan mandi sana! Udah tau mau berangkat, siang banget bangunnya.." Natasya bergeleng-geleng. "Mama udah bantu liatin lagi tuh mana barang yang harus dimasukin."

Daver masih tidak percaya. Ia sampai mengecek hari dan tanggal di ponselnya. Ia juga mengecek roomchatnya dengan Anara.

Haduh! Perempuan itu masih mengabaikannya.

Jadi semua kejadian yang ia rasakan itu sekadar mimpi? Sialan! Kenapa sangat sesuai dengan keadaannya?

Daver menggaruk kepalanya sambil melamun dan memandangi selimut. "Iya juga ya. Gue kan gak ulang tahun nying. Bener-bener cuma mimpi ternyata."

Natasya mematikan lampu. Sambil berjalan keluar, ia menyeru, "Daver, mandi-sekarang-juga!"

"Iya-iyaaa."

Sesuai perintah Ibu Negara, Daver langsung masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sungguh, saking masih di ambang ketidakpercayaannya, Daver sampai melamun lagi di bawah shower.

Masa gue bisa mimpi sampe kayak gitu sih anjir! Bikin ngarep aja tai!

Sebenarnya, hal yang membuat ia benar-benar kecewa adalah ketika dirinya menyadari bahwa Anara masih tidak mengacuhkannya.

Huffft.. Sudah berapa kali Daver mengembuskan napas batinnya pagi ini.

Selesai mandi, Daver kembali menyortir barang-barang yang sekiranya harus dibawa. Barangkali ada yang ia lupa.

Di saat-saat ini lah Daver mengingat kembali momen-momen indah yang pernah ia jalani selama ini. Pahitnya, sedihnya, senangnya. Semuanya seakan terkilas balik di dalam benak.

Terutama sarung tinju yang kini ia genggam.

"Kamu mau bawa itu?" Natasya tiba-tiba muncul dari belakang. "Kalo mau, biar Mama sini yang sumpel ke koper. Kamu mana bisa muatin."

Daver tertawa kecil. Ia menggelengkan kepala.

"Loh? Gapapa kali dibawa aja. Barang itu kan termasuk saksi besar hidup kickboxing kamu," gurau Natasya yang ada benarnya.

DAVENARA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang