Kegilaan

643 23 5
                                        

"Kau akan menyesal saat melihat diriku yang sebenarnya."

***

Levina makin berteriak dan mencoba membuka pintu gudang tersebut. Tiba-tiba, suara derap kaki terdengar dari jauh. Dengan perlahan Levina mengarahkan senternya ke arah suara derap kaki tersebut. Tapi, dia tidak menemukan siapa pun.

Kemudian, terdengar bunyi seperti garpu yang digosokkan di papan kapur. Levina dengan sontak menutup telinganya, dia sangat membenci bunyi ini. Karena bunyi tersebut tidak berhenti, Levina kembali berteriak dengan sangat sangat keras. Gadis itu kembali menangis.

Saat bunyi itu hilang, Levina membuka telinganya dengan perlahan. Belum habis ketakutannya, bayangan seseorang yang mendekatinya kembali membuat gadis itu histeris.

Orang itu tiba-tiba menarik tangan Levina dengan kasar, sampai gadis itu berdiri. Saat sebuah kilat muncul, Levina melihat sekilas bahwa orang itu memakai topeng sambil membawa pisau. Ya, pisau dapur asli.

Tangis Levina makin menjadi. Dia berusaha melepaskan tangannya dari cekalan orang tersebut, tapi nihil, orang itu sudah terlanjung mengikat tangan Levina. Selesai mengikat tangan Levina, orang itu mendorong Levina sampai jatuh. Dengan keadaan tangan yang diikat, Levina kesulitan untuk berdiri. Levina hanya bisa menendang-nendangkan kakinya secara asal, berharap orang itu menjauh.

Saat akan menjauh, tiba-tiba......

"AHHHHHHHHHHHHHHH?!" Teriakan paling panik, histeris, dan paling menakutkan telah dikeluarkan oleh Levina.

Sebuah cairan berupa darah telah disiramkan oleh orang tersebut, sampai masuk ke dalam mulut Levina. Levina memiliki phobia berat terhadap darah. Setelah berteriak selama beberapa detik, akhirnya Levina jatuh pingsan. Phobia terhadap darah adalah phobianya yang paling besar, jika berhadapan dengan hal itu terlalu lama. Resikonya adalah mati.

***

Levina membuka matanya dengan perlahan. Levina mencoba menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke dalam retina matanya. Ruangan yang didominasi oleh warna putih, bau ruangan yang khas yang menususuk hidung, membuat Levina yakin bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit.

Levina mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, tapi dia tidak menemukan siapa pun disana. Saat turun dari ranjang rumah sakit, tiba-tiba sebuah alarm berbunyi dengan keras. Levina sedikit terkejut, tapi kemudian mengangkat kakinya kembali di ranjang, Levina tahu ruangan ini. Ini bukan rumah sakit biasa. Karena merasa bosan, Levina pun membaca sebuah buku uang tersedia di nakas.

Saat sedang asyik membaca, tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruangan yang ditempati Levina. Dia seorang pria tua, berusia sekitaran 70-an, dengan jas formal, kemeja putih bersih, celana kain berwarna hitam, dan dasi berwarna merah yang melingkar manis di lehernya. Kakek itu nampak sangat rapi dan formal, dan tidak lupa sebuah kacamata yang dikenakannya. Kakek itu membawa sebuah tas kantor berwarna hitam di genggamannya.

Levina hanya menatap kakek itu dengan datar. Ada sorot tidak suka dimatanya saat melihat kakek itu.

"Aku tidak gila, James." Cetus Levina dengan datar yang dingin.

"Aku tahu, Levina. Aku hanya melakukan tugasku." Kakek bernama James itu meletakkan tasnya dilantai dan duduk disalah satu sofa berwarna putih gading yang menghadap langsung denhan ranjang Levina.

Stuck In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang