Bagian Satu.
Heran saja.
Kenapa menyukaimu bisa semudah seperti aku menyukai hal-hal favoritku.
Matcha dan biologi misalnya.__Dari Senja Adila untuk dia yang belum diketahui namanya__
•
•
•🦄
"Dilaaa...!"
Suara yang begitu familiar itu menyapa gendang telinga si gadis. Gelegarnya mengalahi guntur yang acap kali muncul di siang bolong. Terlalu tiba-tiba sehingga kadang membuat si gadis olahraga jantung tiap pagi.
"Bangun, Dek! Astaghfirullah! Ini udah jam berapa?!"
Gunturnya masih berlanjut. Dan akan terus bergaung seperti itu sampai si gadis benar-benar bangun dari tempat tidur. Gadis berponi manis itu menguap pelan seraya berjalan menuju pintu kamar. Takut jika nanti pintu kamarnya jebol oleh bundanya sendiri.
"Pagi, Bunda! Pagi-pagi gini teriak-teriak aja si, Bun?" ujarnya nyengir menampilkan puppy eyes-nya agar sang pemegang sah uang sakunya tak mengurangi uang jajannya karna kebiasaan malas bangun paginya.
Bulan selaku sang Mama hanya menggeleng prihatin. Anak perawannya ini benar-benar pemalas. "Mandi sana! Kamu ya udah jam segini belum mandi-mandi juga! Abang kamu udah siap. Nanti kamu ditinggalinnya, mau?"
Belum sempat si gadis pencinta matcha itu menjawab ocehan Bundanya, lagi-lagi Sang Yang Mulai Ratu menurunkan titahnya. "Cepet mandi, Dila! Sepuluh menit nggak turun-turun Bunda potong lagi uang jajan kamu."
Tuh kan apa ku bilang?
Ancamannya tak pernah berubah. Bahkan disaat kini anak gadisnya sudah menginjak bangku sekolah menengah pertama.
"Bunda juga bakal minta sama Ayah kamu buat kurangin uang jajan kamu kalau kamu males." ujar Bulan sambil berkacak pinggang.
"Dila on the way mandi, Bunda! Aman!" Si gadis itu auto ngacir ke kamar mandi sesuai perintah Yang Mulia Ratu.
Faktanya, hampir setiap hari, pagi seorang Senja Adila selalu begitu.
🦄
"Selamat pagi...!" sapa si gadis berponi yang sudah lengkap dengan atribut sekolah. Ia mengambil duduk disamping saudara laki-lakinya yang umurnya selisih satu tahun saja dengannya. Meskipun begitu mereka masih di angkatan yang sama. Namun, di sekolah yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Science Fiction"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...