Bagian Tujuh.
Biologi sama Fisika aja ada hubungannya. Lah kenapa kita enggak, Van?
__Dila yang kodenya kelewat keras__
•
•
•🌛
"Diberitahukan kepada siswa yang disebutkan namanya segera menuju ke sumber suara. Sekali lagi, diberitahukan kepada siswa yang disebutkan namanya segera menuju ke sumber suara." suara dari pengeras suara terdengar disetiap kelas.
"Aldio Pratama, Adinda Azzahra. Amelia. Zindi Asa. Rahayu Puja. Helsi Hardiana. Regina Hamidah. Ruri Ramadhanti. Putra Bagaskara. Riski Rafardhan. Belia. Ikhsan. Senja Adila. Melani. Kevin Junandar. Muhammad Haikal."
"Marga Reynand. Erlangga Stevano. Bagus Adhiyatama. Nabila. Suci Cantika. Rehan. Ririn. Sisilia. Muhammad Raihan. Hanum. Arettha Theressa."
"Baiklah, sekian dari saya. Maaf menganggu guru yang sedang mengajar. Selamat pagi. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Mendengar namanya disebut, Dila memundurkan bangkunya untuk memudahkan ia berdiri. Pasalnya, ia duduk dibagian tepi samping jendela. "Lo mau titip nggak, By?" tanya Dila saat melewati bangku Ruby. Ia sedikit memelankan bicaranya.
Ruby menoleh sekilas kearahnya. "Hm. Bawain gue Coki-Coki 10. Lo bayar."
Dila mengangguk, "Aman bosqu. Aman." ujarnya, lantas berjalan kearah guru yang tengah menerangkan materi didepan. Ia menyalami gurunya, kemudian pamit keluar kelas.
Sesampainya di ruang aula sekolah, Dila mendapati sudah banyak anak yang datang. Dila kemudian mendekati seorang gadis manis yang tengah sibuk dengan buku ditangannya.
"Hei, Ta!" Dila mengejutkan Arettha yang serius sekali membaca. Arettha hanya meliriknya sekilas.
"Hei, Dil."
Dila nyengir, "Oh ya, gue duduk samping lo ya?"
Arettha lantas menutup bukunya setelah menandainya. Kalau kalian pikir buku yang tadi Rettha baca adalah buku olimpiade. Maka tebakan kalian salah. Rettha tadi malah membaca buku novel. Seperti halnya kesukaan kebanyakan remaja perempuan.
"Duduk aja kali, Dil. Malah gue seneng lo duduk disini. Gue kan jadi ada temen ngobrol."
Sembari menunggu teman-temannya yang masih ada beberapa yang belum datang, Arettha menatap Dila disampingnya yang tengah tersenyum. "Masih suka Vano, Dil?" tanyanya saat tau arah kornea mata gadis itu mengarah pada sosok cowok yang tengah memunggungi mereka.
Tanpa berfikir dua kali, Dila menjawab antusias. "Iyalah! Gue mah orangnya setia, Ta." kekehnya.
Sontak membuat Arettha menggelengkan kepalanya, "Setia sih boleh-boleh aja, Dil. Tapi, nggak juga sampe tiap hari buat lo sakit hati. Itu mah namanya bunuh diri." ucapan Arettha berhasil menurunkan garis senyum dibibirnya.
Tapi, sepersekian detik wajah itu kembali ceria lagi. Seolah biasa-biasa saja. Dan Arettha terdiam lama karna itu. "Lo ah," sahutnya. "Rewel banget sama kayak Ruby."
Bahkan saat guru olimpiade mereka datang, Rettha masih saja menatap Dila disampingnya. Didalam benaknya tercetus satu tanya.
"Hati lo terbuat dari apa sih, Dil? Halus banget."
🌛
Setelah mendengar arahan dari guru yang bertanggung jawab untuk olimpiade mapel di sekolah. Sekarang, Dila dan anak yang lain tengah berjalan beraturan keluar dari ruangan aula.
Dila berjalan beriringan dengan Arettha. Saat mereka sudah berada di luar ruangan, mereka berdua didatangi oleh dua cogan, Marga dan Vano. Meski secara harfiah Vano berjalan dengan di tahan oleh Marga, tujuannya ya cuma satu. Supaya Vano tidak kabur saat ada Dila didekatnya.
Marga mengumbar senyum manis kearah pacarnya, Rettha.
"Kenapa, Ga?" tanyanya pada sang pacar. Dila sendiri tertawa geli melihat ekspresi 'calon pacarnya'-- Vano. Melihat itu, sontak Vano menyentak Marga.
"Iya, iya. Santai kali, Van." Marga mengelus lengannya.
Marga kembali menatap sang pacar, "Nggak papa. Gue tadi cuman kangen." katanya sambil nyengir. Fyi, Marga itu bucinnya Rettha.
Rettha menggeleng, "Lebay. Aku sama Dila duluan ya. Yuk, Dil ..." Rettha menyenggol Dila yang malah mendadak bengong. "Dila?"
"Eh?" Dila mengerjapkan matanya. "Apa, Ta?"
Baru saja Rettha ingin berbicara, Marga memotongnya dan menarik tangan Rettha mendekatinya. "Bagus lo ikut gue, Yang. Jangan ganggu Vano sama si Dila pdkt!" ujarnya yang disambut berbeda oleh kedua nama. Dila tersenyum lebar dengan mata berbinar sedang Vano menatapnya tajam.
Selepas relationship goals itu pergi, Dila segera memepet Vano membuat Vano menghela nafas gusar. Lagi-lagi kesabarannya diuji.
"Vanooo ..." sapa Dila dengan mata berbinar.
Vano mendiamkannya. Malah laki-laki itu putar balik. Tanpa disuruh pun, Dila mengikutinya. "Eh eh, lo tau modus nggak?"
"Nggak tau ya ..." monolognya sendiri. "Padahal gue mau lo modusin gue, Van." jujurnya tanpa rasa malu. "Lo kapan peka sih?" tanyanya yang hanya disambut oleh udara kosong. Nyatanya, Vano diam dengan tatapan datar kedepan.
Hal itu membuat Dila meniup poninya menahan kesal. Ia mencari siasat lain lagi, "Hm, Kalo gitu, gue modusin lo aja ya!" balasnya tanpa meminta persetujuan.
"Hm, ini bukan modus sih," cetusnya sembari terus mensejajarkan langkahnya dengan langkah besar Vano. "Tapi, dengerin aja ya." senyumnya yang tak dilirik sama sekali oleh Vano. Tapi, Dila tetap melanjutkan ucapannya. Toh Vano nggak budeg, kan?
"Biologi sama Fisika aja ada hubungannya. Lah kenapa kita enggak, Van?"
Meringis adalah ekspresi pertama yang Dila tunjukkan setelah ia menyelesaikan ucapannya. Gadis itu sontak berhenti. Malu sendiri dengan ucapannya. Karna baginya tadi itu memalukan sekali. Tapi, merasa sepatu Vano masih berada didekatnya membuat Dila langsung mendongak. Senyumnya menguar.
"Bacot lo." lagi, kata sarkas itu yang keluar dari mulut Vano membuat Dila hanya mencebik ditempatnya. Senyumnya otomatis surut.
"Biologi mencakup semua makhluk hidup: manusia, hewan, tumbuhan, bakteri, virus, jamur. Sedangkan Fisika mencakup gejala alam. Jika Biologi itu objeknya. Maka Fisika, sifat dan perilaku objek itu. Jelas, ada hu-bu-ngan-nya." tekannya sambil menatap datar sosok gadis didepannya.
"Sedangkan lo sama gue jelas beda." ucapnya berusaha sesabar mungkin. "Gue pinter, lo bego. Bahkan anak kecil sekalipun bisa bedain itu." sambungnya gamblang. Tanpa Vano sadari, itu adalah kalimat terpanjang yang ia ucapkan pada cewek itu.
"Satu lagi, inget baik-baik kalimat ini diotak pentium lo. Lo sama sekali nggak cantik. Nggak mungkin gue mau sama lo."
•
•
•🌛
Sudah ku bilang diawal karakter mereka memang jauh berbeda.
Dan entah bagaimana akhirnya nanti jika mereka di persatukan.
Aku hanya berharap, semoga kalian enggak bosen-bosen baca kisah mereka: )
Karna, Dila dan Vano,
Dua karakter yang berbeda tapi karna perbedaan itulah kisah mereka bermula.
[Luvluv into the sky and moon🌛]
Matchapriority,
Sherina🌛
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Science Fiction"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...