77 | Sesederhana itu

5.5K 531 7
                                    

Bagian Tujuh Puluh Lima.

Sesederhana itu jatuh cinta padamu.
Sesederhana itu suka padamu.
Sesederhana itu terjerat pesonamu.
Sayangnya, melupakanmu tak sesederhana itu. -Senja Adila.



🌛

Dila benar-benar kesal dengan Vano. Ia gedek segedek-gedeknya dengan cowok itu. Nyatanya, bertahun-tahun berlalu sikap Vano yang menyebalkan itu masih saja tak berubah. Dila mengusap kepalanya yang habis keramas dengan kasar. Melampiaskan kekesalan karna Vano suka sekali membuatnya kesal.

Gadis itu mengambil duduk di depan cermin. Mata hazelnya melirik sekilas ponselnya yang tergeletak di kasurnya. Dila mencebikkan bibir.

Berusaha mengabaikan keinginannya yang ingin mengecek ponselnya, Dila menyisir rambut lurusnya. Dengan wajah cemberut ia melakukannya.

"Ish! Kenapa gue yang penasaran ya?" gumamnya. Lantas beranjak untuk mengambil ponselnya. Ia memekik sesaat setelah ponselnya ia hidupkan. Lantaran, semalam setelah dibuat kesel oleh manusia se-spesies Vano ia langsung mematikan ponselnya.

Tiba-tiba ia melemparkan kembali ponselnya. Di pagi yang masih tenang itu ia berteriak.

"Kenapa enggak di telpon balik sih?!"

🌛

"Kenapa?"

Sambil berusaha fokus dengan penelitiannya, Dila menjawab lugas. "Enggak papa, prof."

"Kau tak pandai berbohong, Adila." ungkap prof-nya. Prof. Alan mendekat lantas menunjukkan template yang berisi irisan Dila pada tubuh seekor hewan melata yang sudah mati. Katak itu diiris dengan tak beraturan. Kubus-kubusnya juga terlihat timpang. Seharusnya tak seperti itu. Melihatnya, Dila meringis.

"Maaf, prof."

Prof. Alan mengangguk. Ia lantas menatap anak didiknya. "Jadi, kenapa?"

"Kata Walski di sana kau bertemu dengan kekasihmu yang sering kau cerita-ceritakan itu. Kenapa kau terlihat kesal begitu?"

"Dia memang menyebalkan, prof." Dila berujar. Ia menghentakkan kakinya. "Pengen digigit rasanya."

Profesor yang mendengarnya langsung tertawa. Ia menggeleng-geleng. "Astaga, kisah anak muda benar-benar menggelikan."

"Ya, coba saja prof bertemu dengannya. Prof pasti kesel juga. Dia tuh," Dila menjeda kalimatnya. Ia mengangkat kedua tangannya memperagakan gerakan mencakar-cakar. "ish! Nyebelin banget, prof!"

"Nyebelin tapi kamu sayang sama dia kan?"

Dengan wajah cemberut Dila mengangguk-angguk. "Ya, untung Dila sayang, prof. Coba aja kalau enggak."

Profesor kembali tergelak. Membenarkan letak kaca mata bundarnya ia berujar. "Kalian mengingatkanku dengan kisah cintaku dengan almarhumah istriku."

Dila langsung mendekat pada prof-nya. "Ceritakan, prof!"

"Tumben kau bersemangat sekali." Dila nyengir sambil mengendikkan bahunya, tak tahu juga.

Prof. Alan duduk di kursi. "Dulu, waktu masih muda aku juga sering mengerjai istriku. Bahkan, waktu kuliah dia terang-terangan menolakku."

"U-wow,"

Prof. Alan tersenyum geli. Ia mengendikkan bahunya. "Tapi, karna sifatnya yang berbeda dari perempuan lain aku perlahan mulai menyukainya. Yang awalnya hanya punya pikiran mengerjainya malah memiliki keinginan untuk memilikinya."

GRAVITY [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang