84 | Suara Dari Vano

9K 572 24
                                    

Bagian Delapan Puluh Dua.

Ini pake sudut pandang Vano ya gess:(

Selamat membacaaa x)x)x)

Bacanya sambil dengerin lagu Love Story- backsound the legend of the blue seaa, uwuuu:*



🌛

Aku harus mulai darimana?

Sejujurnya, tak ada yang menarik dihidupku sebelum kehadiran seorang Senja Adila.

Aku seorang agen mata-mata. Organisasi intel negara yang dimana Ayahku sendiri memasukkan aku kedalam organisasi gelap itu.

Menjadi mata-mata awalnya bukan keinginanku. Aku sama sekali tak ingin. Tapi, aku dipaksa hingga membuatku terbiasa dengan semua itu.

Kalian masih mau membaca kisahku? Sudah ku bilang tidak ada yang spesial.

Aku hanya seorang anak produk broken home. Jadi, apa yang bisa dibanggakan dari itu?

Ibuku meninggal karna melahirkanku. Ayahku membenciku karna Ibu meninggal karnaku. Intinya, itu semua salahku. Aku tahu tak seharusnya aku hadir di dunia. Tapi, kalau aku tak hadir di dunia siapa yang akan jadi pasangan Adila nanti?

Cewek tolol itu kan cinta mati padaku!

Ya, dia bodoh, goblok, tolol karna mencintai seorang yang berbahaya sepertiku.

Yang waktu itu Dila katakan sesaat setelah dia tahu aku anak profesornya, ku akui benar.

Aku memang yang jatuh cinta lebih dulu padanya. Ya, bangsatnya memang begitu.

Aku menyukainya saat dia versi kecil tersenyum manis padaku. Ku akui aku selalu mengingat senyum itu meski aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Karna, dia orang pertama yang menunjukkan sikap tidak takut padaku. Dia orang pertama yang menatapku sebagai seorang, teman. Ya, memang Dila orang pertama itu. Karna, saat aku diasingkan itu aku belum mengenal Marga.

Saat aku menceritakan dongeng padanya. Dia begitu senang. Matanya berbinar-binar itu yang ku tangkap.

Dan aku sejujurnya tak menyangka jika dia ternyata satu organisasi denganku. Aku ingin berterima kasih pada Marga kalau begitu. Karna sudah memaksaku masuk kedalam organisasi NPO. Karna, disaat itulah aku bertemu lagi dengannya. Untuk sekali lihat saja aku sudah tahu itu pasti dia. Binar matanya tak pernah berubah. Meski lagi-lagi ku akui semakin remaja dia semakin cantik.

Aku ingat saat itu salah satu gengnya memanggil kami. Dan meminta bantuan karna sepertinya kaki dia terkilir. Marga menyenggolku. Aku sebenarnya enggan. Asal kalian tahu saja, aku tak pernah mau menyentuh perempuan. Itu salah satu pantanganku.

Tapi, melihat tatapannya untuk yang kedua kali setelah sekian lama, aku akhirnya menyerah. Ku lemparkan tasku pada Marga yang dengan cekatan di tangkap lelaki itu. Aku lantas berjongkok di belakangnya. Dan ya, kalian pasti tahu ujungnya. Dia terlihat begitu senang. Aku mengabaikan setiap celotehannya. Sebenarnya telingaku agak pening mendengar bacottannya. Untuk seukuran cewek, dia memang banyak bacot. Aku tak suka. Dia sama sekali tak ada sesi feminim khasnya perempuan.

Dan setelah kejadian itu, semuanya berubah. Dia semakin gencar mendekatiku kala itu. Mengatakan gombalan bucin sampai menyatakan perasaannya padaku. Dia suka memenuhi lokerku dengan tulisan-tulisan alaynya. Aku tak suka karna dia begitu suka menganggu privasiku. Sampai aku berani mengancamnya. Tapi, tetap saja dia ngeyel.

GRAVITY [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang