Bagian Empat Puluh Delapan.
Bersamamu,
bahkan ditempat kumuh sekalipun terasa lebih menyenangkan. Seandainya saja kau tau.__Adila, yang sedang bahagia__
•
•
•🌛
Pantai Tanjung Benoa, Bali.
Dila tidak ingat kapan terakhir kali ia menginjakkan kaki ke pulau dengan segala pesona indrawi ini. Selalu saja, jika berada di Bali Dila merasa bahagia. Setidaknya, di Indonesia masih banyak keindahan alam yang disebut-sebut menyerupai Pulau Atlantis itu masih terlihat alami.
Untuk seukuran anak pencinta alam garis keras, Dila selalu senang jika diajak kesana. Apalagi perginya sama doi, hehe.
"Kelamaan senyum bisa-bisa koyak mulut lo." ucapan datar itu melunturkan image cantik Dila sedari tadi. Mata hazelnya yang awalnya menatap penuh cinta pada pantai didepannya. Lantas, beralih pada sesosok cowok menyebalkan disampingnya.
"Jangan senyum. Senyum lo jelek." lagi, tak ada habisnya cowok itu membullynya. Dila semakin menekuk wajahnya. Ia refleks meninju bahu Vano. Tapi, tidak berefek apa-apa pada cowok itu.
"Nyebelin." rutuknya lalu kembali menatap hamparan ciptaan Yang Maha Kuasa didepannya yang tiada bandingannya. Lagi lagi senyumnya terbit kembali.
Ahh, Dila tidak tau harus melampiaskannya dalam bentuk apa.
Baginya, pemandangan didepannya ini terlalu indah hingga membuat dia enggan berkedip. Meskipun beberapa kali ia berkedip sih. Namanya juga Adila.
Melihat senyum Dila lagi, Vano spontan mendengus. Mata biru safirnya lagi-lagi melirik tajam beberapa orang yang menatap kearah mereka. Salah, tepatnya kearah cewek disampingnya ini. Bodohnya si Dila ini tidak menyadari sudah menjadi pusat perhatian sejak tadi.
Emang, Dila cewek bego.
Nggak peka.
"Van, libur ini lo kok ngajakin gue ke Bali?" tanya Dila lantas mengalihkan atensi. Dari pantai menjadi mata biru safir milik Vano. "Cuma berdua lagi." ia mengerling bermaksud menggoda.
"Yang gue heranin, bunda sama ayah kok ngizinin sih?" Dila masih menatap Vano. Masih saja tak sadar jika gadis itu menjadi pusat perhatian. Padahal cewek itu sudah ia antisipasi dengan tidak memakai pakaian ketat. Tapi, tetap saja si gadis bodoh plus rewel itu tetap menjadi pusat perhatian. Apalagi kalau pakai pakaian hot pans ya?
Bisa langsung Vano giring ke kamar dia. Eh eh?!
Vano memejamkan mata tatkala pemikiran itu terbesit di benaknya. Cepat-cepat dia menghapusnya. Nyatanya, terlalu lama dekat dengan si cewek rewel membuat otak Vano mulai lambat laun tercemar.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Ciencia Ficción"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...