Bagian Tujuh Puluh Enam.
Hubungan kita itu jangan sampe kayak ikatan ion.
Yang mudah berikatan tapi gampang putus.Baru pas itu kayak ikatan kovalen. Berikatannya susah tapi putusnya juga susah.-Adila.
•
•
•🌛
Pagi-pagi begini, Adila sudah bersiap-siap. Mengingat janji pria itu yang mengatakan hari ini ia akan datang membuat ia semangat. Adila bahkan sudah berhias sejak selesai shalat subuh tadi. Ia terlalu excited saking bucinnya.
Saat ia berjalan di koridor kampus. Ia berpapasan dengan Walski. Dengan riang ia menyapa cowok albino itu, membuat Walski menggeleng.
"Kemana?" tanya Als bingung. Lantaran Adila berjalan berlawanan arah dengannya.
"Ke depan."
"Kan kita ada kelas pagi, Dil."
"Ya itu, makanya!" ujar Dila. Ia nyengir lebar, "Titip absen ya, Als."
Walski mengerutkan kening, "Tumben?"
Senyum gadis itu melengkung sempurna. Sehingga siapapun orang yang melihatnya akan terpesona begitu juga dengan Walski. "Mau ngapain?" tanyanya penasaran. Lantaran baru kali ini Dila rela bolos mata pelajaran kuliah.
"Ya, enggak bolos-bolos juga si." ujar Adila. "Cuman enggak tau juga. Tapi, nanti kalau urusan aku udah selesai aku bakalan masuk. Kalo enggak ya," ia mengerling. "kamu pasti taulah!"
"Urusan apa?" tanya Walski lagi, terdengar menuntut.
"Ya ada deh." ia menjulurkan lidah. "Yang jomblo nggak boleh tau! Entar iri." celetuknya langsung membuat Walski tersadar.
Oh, sahabatnya ini ingin bertemu kekasihnya itu.
Walski tersenyum, miris. "Aku jomblo-jomblo berkelas, Dil." balasnya membuat Adila mencibir. "Yaudah kalo ada apa-apa telpon aja. Aku masuk kelas dulu."
"Uwu, perhatian." respon Adila bermaksud bercanda. Ia menepuk-nepuk bahu Walski. "Yaudah aku duluan ya. Sampai ketemu jam istirahat nanti. Bye!"
Walski membalas lambaian tangan Adila. "Bye ..." gumamnya sembari tetap memandang punggung mungil gadis idamannya itu.
Setelah Adila berbelok, ia kemudian kembali melanjutkan langkahnya ke kelas. Ia menghembuskan nafas pelan.
Nyatanya, mencintai diam-diam itu sakit juga.
🌛
Adila menoleh kekanan kiri. Memfokuskan mata lantaran sejauh matanya memandang ia tak menemukan kekasihnya. Dila mendengus.
Vano itu suka sekali menghancurkan moodnya. Padahal, Adila rela bolos kelas hanya demi bertemu kekasihnya itu.
Masa iya, dirinya harus menunggu lagi?
Tiba-tiba saat ia sibuk menyumpah serapahi Vano, ponsel di sakunya berbunyi. Ia merogohnya lantas mengecek ada satu pesan yang masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Science Fiction"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...