71 | Spekulasi

4.9K 471 18
                                    

Bagian Enam Puluh Sembilan.

Sudah bertahun-tahun berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah bertahun-tahun berlalu.
Tapi senyummu, tatapanmu, sentuhanmu masih terasa hangat di benakku.
Ternyata, aku menyukaimu separah itu. -Adila



🌛

Dila termenung di sebuah taman universitasnya. Ia tak melakukan hal apa-apa. Hanya melamun dengan tatapan yang tak fokus ke depan. Di benaknya muncul banyak prasangka. Terutama saat percakapannya tempo lalu bersama profesornya.

Yang membuatnya bingung ialah, kenapa bocah itu bisa sering muncul di mimpinya?

Kenapa, cerita profesornya sama dengan mimpinya?

Apa, bocah itu orang yang sama?

Dila semakin tenggelam dengan berbagai spekulasinya. Ia akui, dimimpinya wajah bocah itu tak begitu terlihat. Dan itu semakin menambah kebingungannya.

Kenapa mimpi itu selalu menghantuinya?

Dila sebenarnya juga sangsi ingin menanyakan hal ini dengan profesor.

"Hei!" Dila terlonjak kaget saat ada orang memegang bahunya. Ia mendelik melihat Walski -si albino gabut- yang sering sekali mengacaunya.

"Tatapanmu seperti ingin menggulitiku. Kau lebih menyeramkan dari binatang melata yang ada di penangkaran."

"Aku sedang tak ingin di ganggu, Als." Dila kembali menatap hamparan bunga di depannya.

Walski menatap Dila serius. "Kau kelihatan tidak baik-baik saja." balasnya, menelaah. "Kau kenapa?"

Dila hanya diam. Sepertinya memang benar temannya ini tak ingin di ganggu.

Walski melipat kakinya. Ia ikut menatap ke depan. Tak ada pemandangan yang berarti. Selain hamparan bunga aneka ragam yang selalu menjadi daya tarik setiap orang untuk kesana. Tapi, Walski tidak. Karna, daripada menatap bunga dia lebih suka menatap hewan melata.

"Jika kau butuh teman cerita. Aku siap mendengar semua ceritamu." papar Walski seperti biasa.

"Kau tau?" ujarnya lagi. Meskipun tak mendapat respon Dila, tapi dia tetap terus berbicara. "Jika orang normal sedang banyak masalah ia akan bercerita kepada orang yang sudah dipercayainya. Mengeluarkan semua keluh kesah juga baik untuk kesehatan."

"Lagipula, terlalu sering memendam masalah bisa memperpendek umur." Dila mendelik sinis. "Aku serius!"

"Begini, ku jelaskan." Walski mengalihkan pandangannya menjadi sepenuhnya menatap Adila. "Orang yang suka memendam masalah, tanpa mau membaginya sedikitpun dengan orang lain itu benar-benar tak bagus untuk kesehatan orang itu. Terutama kesehatan jiwanya. Orang yang banyak masalah dan cenderung memendamnya itu bisa membuat psikisnya terguncang. Terlalu lama dibiarkan pasti akan berakibat fatal. Bisa gila, misalnya."

GRAVITY [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang