Bagian Delapan Puluh Satu.
Yang kangen interaksi pasangan Vano-Dila mana, mari sini merapatt^_^
Aku enggak pandai buat adegan skinship btw, so maap!
•
•
•🌛
Sudah hampir dua tahun sejak laki-laki itu melamarnya. Kini, ia merasa ia adalah gadis paling bahagia di dunia. Karna, bisa menikah dengan seseorang yang ia cinta. Seseorang yang memiliki cintanya sepenuhnya. Dan kini setelah menyandang sebagai istri dari seorang Erlangga Stevano, Dila tak pernah merasa sebahagia ini.
Apalagi saat gadis itu membuka mata, wajah tampan Vanolah hal pertama yang ia lihat. Percaya tidak, kalau Vano tidur itu, ia lebih lebih lebih tampan dari saat laki-laki itu bangun. Wajahnya terlihat polos. Orang tak kan percaya jika pemilik wajah itu adalah seorang agen rahasia.
Dila tak tahan untuk tidak menyentuh Vano. Cowok itu begitu menggemaskan sekali kala terlelap. Jari jemari lentiknya ia sapukan pada wajah Vano. Merabai setiap sisi wajah pria itu. Senyumnya mengembang sempurna. Dari mulai dahi, sepasang mata, pelipis, pipi, hidung mancungnya, dagu, serta bibir merah meronanya. Mungkin sewaktu menciptakan Vano, Tuhan sedang berbahagia. Meski, ketampanan pria itu tak sejalan dengan perangainya. Ya, Dila akui pria yang kini sudah menyandang status suaminya itu memang memiliki perangai yang tak berubah. Masih saja suka sarkas. Untung, Dila sayang.
Dila menusuk-nusuk pipi Vano. Pria itu tak bangun tapi Dila merasakan kedua tangan Vano semakin erat memeluk pinggangnya. Hingga membuat tubuh Dila melekat pada suaminya.
"Bangun, hei." lirihnya. Dila membelai pipi Vano penuh sayang. "Banguuuun."
Bukannya bangun, Vano malah menyesakkan kepalanya di ceruk leher istrinya. Dila mencibir. Vano ini manja sekali.
"Bangun, Van!" ya, meskipun sudah berstatus suami-istri keduanya masih tak melepas kebiasaan memanggil dengan nama. "Ntar debay nangiss!"
Fakta lainnya, mereka juga sudah dikarunia seorang anak perempuan yang masih bayi. Bayi cantik yang memiliki mata biru seperti milik ayahnya.
"Bentar," respon Vano.
"Engh, Van--" Dila berusaha menahan desahannya saat suaminya itu malah menjilat lehernya. Dila segera mendorong kepala Vano agar suaminya itu menjauh.
Vano mengalah. Ia menatap Dila dengan sorot mempesonanya. Membuat Dila menggigit bibir bawahnya. Suaminya itu memegang dua tangan istrinya yang menahan dadanya. "Lagi ya," katanya.
Dila menggeleng lamat-lamat. "Capek!" rutuknya.
"Cuma sekali."
Dila yang tadi mengalihkan pandangan mulai kembali menatap Vano. "Bener?" pintanya. Dengan senyum manisnya, Vano mengangguk.
Dila menghembuskan nafas, "Oke. Eits, tapi janji ya cuman sekali."
"Hm." Dan Vano langsung menyerang istrinya detik itu juga. Dila hanya bisa pasrah dalam kuasa pria dominan itu.
Bagi Vano, Dila itu ibarat nikotin yang membuat Vano amat sangat mencanduinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Science Fiction"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...