Bagian Tujuh Puluh Sembilan.
Aku tahu kau miliknya.
Dan aku juga tahu kau mencintainya.
Tapi, aku harus bagaimana,
Saat perasaanku berkata sebaliknya. -Walski.Kau memang tak memiliki hatiku.
Tapi, ada ruang tersendiri yang ku siapkan untukmu.
Kau salah satu orang spesial dihidupku.
Banggalah dengan predikat yang ku berikan itu. -Adila.•
•
•🌛
Sudah terhitung seminggu sejak kejadian mengejutkan itu. Semuanya mulai terasa berbeda. Tak ada lagi canda tawa seperti biasanya yang dilontarkan profesornya. Tak ada lagi lelucon yang sering mereka tertawakan disaat mereka sedang melakukan penelitian. Meskipun berada satu ruangan dengan prof-nya. Tapi Dila sadar jika profesor tak bisa lagi menahan perasaannya. Profesornya itu sudah tak bisa lagi memasang topeng bahagia.
Disela Dila meneliti objeknya, Dila melirik punggung profesornya. Punggungnya yang sudah tampak renta. Profesornya sudah tidak lagi muda. Tapi, masih bisa melakukan banyak pekerjaan. Dila terenyuh. Tak peduli dengan segala kejahatannya dimasa lalu tapi bagi Dila profesornya adalah orangtua terbaik. Lagipula semua orang pernah melakukan khilaf, bukan? Semua manusia normal memiliki sifat itu.
Dila menghembuskan nafas. Jika dia biarkan begini terus, bisa-bisa bukan hanya hubungan prof dengan anaknya yang memburuk, tapi hubungan Dila dengan profnya juga.
"Prof,"
Prof. Alan tak mendengar.
"Prof!"
"Ya?" Prof. Alan langsung menoleh. Nyaris saja Dila ingin menangis melihat raut wajah yang ditampilkan profesornya. Tergambar jelas raut wajah penyesalan pria tua itu.
"Sudah selesai dengan observasimu? Apa yang kau dapatkan?"
Dila menggeleng suram di tempatnya. Kenapa profesornya malah memperlakukannya biasa saja, seolah tak pernah ada yang terjadi diantara mereka. Dila ingin menangis saja rasanya.
"Prof, maafkan aku." Dila menunduk. Meremas kedua tangannya lantaran merasakan panas dingin.
Ia merasakan jika profesornya mendekatinya. Tapi, Dila tak berani menatapnya. Sesaat setelah sampai, Prof. Alan memegang bahunya. "Itu sama sekali bukan kesalahanmu. Malah profesor ingin berterima kasih padamu."
Dila mengangkat kepalanya. Lantas menemukan senyum tulus itu kembali terbit diwajah profesor. "Kau berhasil mengubah Elang menjadi manusia yang baik, punya simpati, dan empati. Kau yang membuatnya bisa mengenal cinta, Adila. Rasa yang senormalnya dimiliki semua manusia. Kau yang berkontrusibusi hebat dalam mengubah hidupnya. Prof benar-benar berterima kasih padamu."
"Tapi, prof--"
"Sudahlah. Dia mau menemuiku saja aku sudah bersyukur. Dia memang pantas membenciku." Prof. Alan menutup matanya. "Dosaku dimasa lalu terlalu banyak. Aku paham itu. Tak akan semudah itu dia bisa memaafkanku."
"Prof cuma minta satu hal denganmu."
"Apa?"
"Jangan pernah tinggalkan dia."
"Jangan tinggalkan dia meskipun kau tahu dia bukan orang biasa. Prof mohon, kini bukan sebagai profesormu tapi sebagai ayah Elang. Aku mohon jangan pernah tinggalkan dia. Yang prof pikirkan hanya itu. Prof takut kau meninggalkannya karna sudah mengetahui dosa-"
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Science Fiction"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...