Bagian Delapan Puluh.
Semua kisah ada ujungnya.
Dan tak terasa kita mulai mendekati endingnya.
Semoga yang baca kisah kita bisa mengambil sedikit makna. -Dari Dila dan Vano.•
•
•🌛
"Vano,"
"Dila, kamu harus temuin dia!" ujar Als cepat. Dila menatapnya.
"Ayo, Dila! Astaga, kenapa kau mendadak jadi patung begini?!" Walski mendorongnya. Cowok albino itu menatap Vano disebrang mereka yang sudah berlalu. "Aish, kau mendadak tuli apa gimana sii?!"
"Dilaaa!"
"Kenapa?" sahut gadis itu.
"Astaga, kenapa kau berlagak biasa saja begitu?! Cepet kejar Vano. Nanti dia salah paham! Ah, aku tidak mau dia menonjokku! Cepat sana!"
Dila melirik Als, malas. "Kalau dia yang menonjokkku?"
"Astaga! Kau mendadak bodoh ya?!" tudingnya. "Dilaaa!"
"Kau ingin sahabatmu ini mati ya?!" Dila terkekeh. Membuat Als menggeplaknya. "Aku serius, ya Tuhan!"
"Sana!"
Dila akhirnya menuruti permintaan Walski. Ia berjalan dengan langkah agak cepat untuk menemui kekasihnya. Tapi, sebelum itu ia sempatkan untuk menoleh ke belakang. Ia memperlihatkan raut wajah menyeramkan dengan memperagakan tangan memotong leher. Walski langsung mengerang.
"Dilaaa!"
🌛
Dila masih saja tertawa disela langkahnya mencari pria itu. Mengingat wajah ketakutan Walski membuat Dila ingin merekamnya saja. Dila kembali mengedarkan pandangannya. Masih saja belum menemukan kekasihnya.
Lagipula, Dila tahu Vano tak mungkin cemburu. Cowok itu mana pernah mengatakan kalau dia cemburu. Jadi, Dila merasa dia berpelukan dengan sahabatnya tak akan membuat pria itu marah.
Sesaat ketika mengingat sesuatu Dila sontak menepuk keningnya. Ia menghentikan langkahnya lalu memutar kembali arah larinya.
Dia tahu dimana kekasihnya berada.
🌛
Belum sempat gadis itu mengetuk pintu. Ia mendengar percakapan disana. Ia langsung meletakkan sebelah telinganya di balik pintu. Berusah mencuri dengar percakapan dua orang itu.
Vano dan Profesor.
Dibalik pintu itu sendiri, keduanya terlihat serius di ruangan milik Prof. Alan.
"Maafkan Ayah."
Vano menghela nafas pelan. Pria itu masih berusaha menormalkan hatinya yang panas setelah melihat yang dilakukan gadis itu padanya.
Apa AC di ruangan itu mati?
Ah, kalau bukan karna gadis itu Vano akan berfikir dua kali untuk berada satu ruangan dengan orang di depannya ini. Vano tak semudah itu bisa melupakan semua rasa sakitnya. Vano tak sekuat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Fiksi Ilmiah"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...