Bagian Tiga Puluh Sembilan.
Kini kehadiranmu sudah menjadi toxic.
Jadi, ku harap kau jangan sering-sering membuatku cemas, ya.-Dila•
•
•🌛
"Cause a princess doesn't cry. A princess doesn't cry. Over monsters in the night. Don't waste our precious time. On boys with pretty eyes."
"A princess doesn't cry. A princess doesn't cry.Burning like a fire. You feel it all the time. But wipe your teary eyes."
Suara indah Ruby memecah keheningan di ruangan kamar seorang gadis yang tengah sibuk menangis.
Dengan hidung memerah, gadis yang kedua matanya nyaris di tutupi poni melirik sahabatnya, yang masih sibuk menyanyi dengan alunan lagu lembut. Membuat Dila ngantuk saja.
"Girls so pretty and poised. And soft to the touch. But God made me rough."
"Girls, so heavy the crown. They carry it tall. But it's weighing me down."
"Gue lagi sedih, Rubyyy! Lo malah asyik nyanyi ... hiks ..." Dila menguselkan hidungnya lagi pada tisu yang sudah bertaburan dimana-mana. "Nyebelin!"
Ruby yang tengah berbaring sambil memperhatikan tangannya yang dibalut mehendi, melirik sekilas. "Gue lagi nenangin lo ini." balasnya kalem sekali. Berbeda dengan Dila yang ingin sekali melemparkan tisu bekas ingusnya kemuka cewek itu.
"Gue lagi nyoba metode baru." lanjutnya.
"Metode apaan?!"
Ruby menatap Dila malas, "Metode buat nenangin lo. Ada yang bilang, dengerin musik bisa buat lo lebih, relaks." Ruby lantas berguling kesebelah kanan, tempat Dila duduk ditepi spring bed.
Ia menyerahkan sapu tangannya yang langsung diembat cepat oleh Dila. Lantaran satu kotak tisunya sudah habis tak tersisa.
"Relaks apanya!" balas Dila, sewot. "Hiks ... gue nggak bisa berhenti nangis, Cuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY [Tamat]
Science Fiction"Lo itu gue ibaratin venus flytrap. Gue kupu-kupu-nya. Gue yang udah terperangkap di ruang lo. Mana mungkin bisa keluar. Bahkan kemungkinan terburuknya ialah sang kupu-kupu itu mati. Karna satu kali kesalahan hinggap di daun lo. Ya, begitulah sekir...