The Light Angel's (Part -18)

532 43 1
                                    

Tetesan titik-titik embun yang berkilauan tersapu sinar matahari pagi di istana tersebut membentuk pemandangan yang begitu elok di pandang mata. Tetapi keindahan yang membias d istana itu tidak mengurangi kemarahan gadis yang memegang sapu di hamparan taman yang besarnya lebih dari 100-an meter.

"Ibu, aku kangen. Apa ibu tahu? Anakmu saat ini sedang di peras tanaganya. Selama bersama ibu, sekalipun ibu tak pernah mengijinkanku bekerja meski hanya sekedar memegang sapu. Tapi di sini... di sini, pagi, siang, malam, aku telah di jadikan budak oleh aho-guy itu. Pangeran stress itu tak pernah membiarkanku sedikit saja untuk menyenangkan diriku sendiri. Ibu, bantu anakmu ini. Di sini, aku merasa menjadi upik abu."

Sambil terus meratap dan mengoceh tak jelas, Ran menyapu halaman taman tersebut. Sesekali ia seka bulir-bulir keringat yang mulai membias di wajah dan lehernya.

"Bupp." ( maaf aku ga tau bunyi bunga yang tiba-tiba di sodorkan ke hadapan kita)

Ran tetkejut ketika tiba-tiba sebuket mawar merah tahu-tahu sudah ada di depan matanya.

"Ku-Kuroba?" pekik Ran tertahan begitu wajah yang tak asing lagi baginya muncul dari balik buket mawar tersebut.

"Ssttss...."Kaito meletakkan satu jarinya di bibir Ran.

"Panggil aku dengan nama depanku saja, Kaito," ucapnya seraya tersenyum lembut.

Ran agak kebingungan dengan keberadaan Kaito yang begitu tiba-tiba ada di hadapannya. Ia lalu berbalik untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Ran, biarkan aku membantumu." Kaito berkata dengan suara manisnya.

Kaito lalu menjentikkan jarinya dan sebuah sapu tiba-tiba muncul di tangannya.

"Menyingkirlah, Ran," pinta Kaito sambil menarik pelan tangan Ran ke sampingnya.

Dengan pelan dan sekali gerakan, Kaito mengayunkan sapu yang ada ditangannya.

Daun-daun kering, ranting patah, bunga-bunga yang jatuh di tanah dan sampah lainnya seketika terbang dengan sendirinya ke tempatnya.

Tanah, akar dan kelopak bunga, tampak basah dan terlihat segar seperti tersiram air kehidupan.

Hanya dalam beberapa kejapan mata saja, taman yang luas itu, kini sudah terlihat sangat bersih dan bunga-bunga yang basah di sana mengeluarkan semerbak wanginya.

"Ba-bagaimana mungkin?" Ran melongo dengan pandangan tak percaya.

"Kaito hanya tersenyum "Ini magic."

"Magic? Ma-maksudnya sulap? Atau seperti miracle, begitu?" gumam Ran masih dengan tatapan takjub dan tak percaya.

"Tentu, bisa juga di sebut begitu," jawab Kaito sumbringah.

"Hanya para Vampir dari keluarga kerajaan saja yang memiliki bakat miracle ini."

"Ba-bakat miracle? Se-seperti sihir?" Ran tiba-tiba mulai merasa takut.

Kaito terpaku mendengar kata-kata Ran, ia tatap figur Ran yang tepat berdiri beberapa langkah di depannya dengan dalam.

Senyum lembut tiba-tiba terukir di bibirnya. Kaito merasakan seperti ada perubahan dalam detak jantungnya. Jantungnya yang sudah lama diam tak berdetak tiba-tiba bergerak lagi seolah-olah detakan jantungnya yang tadinya tertidur cukup lama kini di bangunkan dan di hidupkan kembali.

"Tidak salah lagi, kau! Benar, memang kau orangnya." Dengan gembira Kaito memeluk tubuh Ran yang membuat Ran terperanjat.

Ran berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan Kaito, akan tetapi dekapan tangan Kaito begitu kuat di tubuh Ran.

"Karena kau tidak di dunia ini, aku begitu kesusahan untuk mencarimu. Tapi sekarang, akhirnya aku menemukanmu." Dengan wajah masih di selimuti kegembiraan, Kaito lepaskan dekapannya pada Ran.

Kini ia raih tangan Ran dan ia kecup berulang-ulang dengan lembut dan penuh cinta.

"Jantungku yang selama 10 tahun ini tak berdetak dan mati, kau hidupkan kembali. Kini aku bisa merasakan kehangatan yang mengalir d nadiku. Ka-kau benar-benar datang untuk bersatu denganku. Aku sangat bahagia. Kau tahu berapa ribu waktu yang aku habiskan untuk menunggu kedatanganmu? Ketika para tetua sudah pasrah dan menyerah akan kedatanganmu. Aku, aku tetap yakin kau akan datang dan menepati janji itu. Aku sangat bahagia White Angel, my angel of light, aku sangat bahagia."

Tak henti-hentinya Kaito mengusap dan mengecup tangan Ran. Ia terlihat sangat bersuka cita.

"A-apa yang kau bicarakan? A-aku tidak mengerti." Ran terlihat gugup dan semakin risih dengan ulah Kaito.

"Jantung? Mati? Hidup? Waktu? Menunggu? Janji? White Angel? Malaikat Cahaya? A-apa maksudnya?" tanya Ran lagi.

Sebelum Kaito menjawab pertanyaannya, Ran merasakan atmosfer di sekitarnya tiba-tiba berubah dan beberapa detik berikutnya. Gambaran samar-samar berkelebat di matanya.

Pada penglihatan tersebut, samar-samar muncul siluet gadis bergaun putih dengan sepasang sayap yang bercahaya di punggungnya, gadis itu terlihat bak seorang Godness.

Gadis bersayapkan cahaya tersebut tampak sedang bermain ayunan. Sementara di belakang gadis bersayap tersebut, terlihat samar sosok laki-laki dengan semangat dan tawa girangnya mendorong dan menarik ayunan itu setinggi yang ia bisa.

Gaun putih gadis bersayap itu berkibaran naik turun tersapu angin, mengikuti ritme ayunan.

Lalu kini terdengar oleh telinga Ran, samar-samar celoteh dan tawa riang dua sosok yang sedang bermain itu.

Ran menggigil ketakutan, wajahnya berubah pucat. Ia mematung dan seperti melupakan bahwa Kaito masih berada di sisinya dalam suka cita.

Ketika Ran dalam ketakutan yang amat sangat dan di saat Kaito dengan perasaan suka citanya.
Di atas sana, di jendela istana, sang pangeran berdiri tegang sambil matanya menatap jauh ke taman di bawah sana. Ia sedang menyaksikan senyum gadis itu. Gadis yang selalu datang dan menemuinya dalam mimpi selama ribuan tahun ini.

"Tetapi senyum itu? Sepertinya sekarang, tetap bukan untukku." Dengan sedih, ia tutup tirai jendela.

"Kenapa ketika dengannya, kau bisa tertawa selepas itu? Tetapi denganku? KENAPA??"

Wajah Shinichi terlihat menegang. Ia kepalkan dengan kuat satu tangannya lalu ia arahkan ke cermin yang terletak beberapa meter dari tempat ia berdiri.

"Praang."

Cermin itu pecah dan terbelah menjadi dua bagian.

"Di kehidupan lalu aku kalah, dan pada kehidupan itu, aku juga kalah. Kini... apa aku harus kalah lagi untuk ketiga kalinya?"

"AAaakkhhh, TIDAK ... AKU TIDAK BISA SELALU MENJADI YANG KALAH. TIDAK BISA!!!"

Wajah Shinichi terlihat mengeras. Mata birunya yang teduh dan bening perlahan memburam... buram...buram.. dan buram.

Lalu bola mata itu, warnanya perlahan dan pelan berganti hitam, pekat dan gelap.

"Bruukkk."

Mendadak Shinichi jatuh ke lantai. Ia pingsan!!!

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

^bersambung^

☆ Vampire's Heart☆ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang