Hutan Bayangan, Part. 44

291 22 2
                                    

Waktu sudah menunjukkan lewat dari tengah malam. Ran yang sedang tertidur lelap entah mengapa tiba-tiba terbangun dan langsung terduduk di tempat tidur. Ran seperti merasakan "perasaan" yang sesak dan tak enak di hatinya.

Jantungnya entah mengapa, berdebar-debar cepat dan wajah Sonoko membayang di otaknya. Raut kesedihan sesaat tampak di wajah Ran ketika sosok sahabatnya tersebut menari di otaknya.
Ran tercekat sendiri dan raganya memutuskan untuk menyegarkan pikirannya dengan menghirup udara malam.

Sebelum ia beranjak dari tempat tidur, Ran menggosok-gosok mata dan kepalanya agar kantuknya benar-benar hilang.

Ran lalu turun dari atas ranjang dan melangkah ke arah jendela. Sesaat ia buka jendela di kastil tersebut dan pemandangan hitam pekat serta kabut tebal langsung terpapar di hadapan mata Ran.
Angin malam yang tiba-tiba saja ikut masuk ke kamarnya, bertiup agak kencang membuat tubuh Ran terasa beku dan merinding.

Entah mengapa, cuaca dan keadaan langit malam ini, sangat berbeda dari malam-malam sebelumnya.

Di langit sana tak ada satupun bintang maupun benda bercahaya lainnya. Pemandangan yang terhampar di depan mata Ran, benar-benar hanya hitam pekat dan gelap gulita.
Kalaupun ada cahaya yang memperlihatkan titik-titiknya, itu hanyalah sedikit pantulan dari penerangan lampu di kamar Ran yang membias melalui celah-celah pentilasi pada sisi ruangan tersebut dan dari jendela yang terbuka lebar.

"Sekarang sudah sangat larut."

Ran menggumam kecil.

"Meskipun aku selalu tidur sepanjang hari ini, tapi entah kenapa, rasa lelahnya seperti tidak hilang. Apa karena yang lelah pikiran aku, bukan raga, sehingga membuatku merasa istirahat sebanyak apapun tetap sia-sia."

Dengan pelan dan gerakan lembut, di depan jendela yang tinggi di sana, Ran mulai menggerak-gerakkan tangan, kaki, dan badannya, agar kesegaran dari udara malam mampu sedikit meresap ke hati dan pikiran Ran.

Sementara Ran melakukan pergerakan tubuh, matanya tetap fokus menatap jauh ke langit hitam. Mata ungu Ran seperti ingin menelisik dan menembus ke kedalaman awan pekat di atas sana.

Ran yakin, sebenarnya di langit yang luas itu, pasti masih ada cahaya bulan dan bintang, hanya saja sinar bulan tertutupi oleh hitamnya awan sehingga walaupun bulan memaksa untuk membagikan cahayanya di tanah Vampire ini, akan terhalang oleh kepekatan kabut.

"Ehhh...."

Ran terkesima. Walaupun di atas sana hanya melukiskan warna hitam pekat akan tetapi mata Ran yang dari tadi ia fokuskan seperti bisa melihat sedikit cahaya di balik kabut malam tersebut.

Di sana, bayangan rembulan terlihat mengintip bumi dengan sinar pucatnya melalui celah awan yang berkabut. Dan di balik awan hitam sana, Ran juga bisa melihat beberapa bintang dengan pijar-pijar kecilnya berkedip membentuk nyala-mati-nyala, cahaya terangnya.

"Mengapa hanya ada beberapa bintang saja yang terlihat di balik awan sana?"

Ran semakin mendongakkan kepalanya.

"Meskipun udara malam ini sangat dingin dan langit seperti mendung berawan akan tetapi sepertinya tak ada tanda-tanda akan turun hujan. Ini hanyalah kegelapan seperti malam-malam yang memberikan pesona mendung tanpa hujan. Tapi kenapa hanya sedikit bintang yang sudi mengintip di balik sana? Kenapa bintang lainnya, enggan berbagi cahaya? Apakah cahaya di atas sana tidak tahu bahwa ada anak manusia yang sedang gelisah kehilangan jejak temannya dan memerlukan terang mereka sebagai penuntun jalan ke arah yang nyata?"

Ran masih tercenung di bawah jendela beratapkan langit gelap tersebut. Setelah beberapa lama menikmati kebisuan malam lewat sisi jendela, Ran kembali meregangkan pundaknya, menarik nafas dalam-dalam dan membiarkan udara dingin masuk ke raganya untuk beberapa saat.
Ran tiba-tiba seperti mendapatkan sebuah ide.

☆ Vampire's Heart☆ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang