46. Tokyo, 10 Tahun Lalu

240 24 10
                                    

Senja ini, langit di kota yang tadi sekilas disebutkan oleh penduduk sekitar dengan nama Tokyo terlihat berwarna lembayung terang. Awan hitam yang biasanya selalu menyambut malam dan menyelimuti tanah kegelapan yang terlarang tidak tampak di kota Tokyo.

Kicauan suara merdu dari burung-burung layangan yang terlihat terbang secara bergerombol untuk pulang ke sarangnya meramaikan suasana langit senja.

Hiruk pikuk dan lalu lalang orang yang lewat dengan langkah yang terkesan terburu-buru beberapa kali saling berantukan tanpa mereka sadari. Langkah kaki cepat orang-orang seperti berkejaran dan berlomba untuk cepat sampai ke rumah masing-masing dan segera merebahkan diri, melepas penat dari aktifitas seharian di luar sana.

Suasana senja merah kejinggaan kota Tokyo yang belum pernah terlihat di tanah kegelapan, dan hiruk pikuk gerak gerik manusia, menjadi pemandangan istimewa tersendiri bila di lihat dengan suasan hati yang biasa.

Di sudut sebuah tanah yang penuh hiruk pikuk campuran berbagai suara manusia, mesin, kendaraan serta gerincingan benda-benda lainnya. Di dekat sebuah menara jam besar yang berdiri dengan kokoh.
Dan di antara ribuan lalu lalang manusia, tampak seorang anak laki-laki berpakaian aneh dengan usia kira-kira tujuh tahunan sedang meringkuk tepat di bawah menara jam besar.

Tubuh bocah tersebut tampak gemetar ketakutan saat melihat dunia yang tampak aneh di matanya.

Sambil terus mendekap lututnya dengan erat dan kuat, mata bocah kecil tersebut menatap ngeri pada sekeliling. Pada kawasan tempat ia sekarang berada dan pada lalu lalang manusia yang seolah tak perduli dengan keberadaanya atau lebih tepatnya, kumpulan manusia tersebut tidak melihatnya dan mengabaikan sekeliling demi untuk buru-buru pulang ke rumah.

'Ayah, aku takut."

Terdengar gumaman pelan dari mulut kecil bocah tersebut.

"Ayah, maafkan aku. Aku tidak mendengarkan larangan ayah, maafkan aku."

Anak laki-laki tersebut meletakkan wajahnya di atas lutut dan menangis.

"Maaf kan aku, ayah. Karena sudah diam-diam pergi ke taman terlarang. Maadkan aku ayah, karena sudah menyentuh cermin itu. Maadkan aku, ayah. Ayah boleh menghukumku nanti, asal ayah jemput aku sekarang. Aku takut, ayah. Benar-benar takut. Disini, sangat aneh dan asing bagiku. Jemput aku, ayah, huu..huu....."

Isakkan yang beruntun mulai terdengar dari mulut bocah tersebut, berbaur dengan dentuman suara bising kota Tokyo.

'Kenapa kau menangis?"

Bocah laki-laki yang masih membenamkan seluruh wajahnya pasa lutut tersebut memghentikan isakannya sejenak.

Meski samar, ia seperti mendengar ada suara yang agak keras dan tidak terlalu dekat menyapanya.

Dengan masih di selimuti peeasaan takut, bocah tersebut perlahan mendongakkan kepala san mulai mencari arah suara yang ia dengar baru saja.

Dan kurang dari dua meter dari tempat bocah tersebut meringkuk, sesosok anak peremuan kecil yang usianua seperti sebaya dengan bocah laki-laki itu, berjalan mendekatinya.

Anak laki-laki tersebut terpaku ketika melhat gadis kecil yang datang ke arahnya.

Di depan sana, dengan langkah santai dan senyuman kecil yang terhias di bibir, tampak sosok gadis bermata ungu dengan rambut hitam yang tergerai sebahu. Tangan mungil dari gadis kecil tersebut tampak sedang memegang beberapa tangkai anggrek berwarna merah keunguan.

"Sangat cantik, apa ini yang di sebut malaikat?"

Dengan terpana, mulut bocah laki-laki tersebut tanpa sengaja bergumam.

☆ Vampire's Heart☆ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang