The Shadow's Land (Part -19)

516 43 1
                                    

Pada satu tempat, di sebuah negeri yang tercipta dari ilusi dan ambisi. Suatu tempat yang terselimuti dendam, cinta, kesetiaan, darah, nafsu kekuatan dan air mata perpisahan.

Suatu tempat yang selalu tertutupi oleh halimun hitam. Suatu tempat dengan berselimutkan kegelapan yang pekat. Suatu tempat, di mana bahkan titik kecil sinar matahari, bulan, bintang dan kilatpun tidak sudi membagikan cahayanya.

Suatu tempat yang hanya terisi oleh kebencian dan ambisi kejam. Suatu tempat yang hanya menerima satu warna merahnya darah segar mendampingi kepekatan yang hitam. Suatu tempat yang di penuhi dengan genangan darah merah yang ber-aroma amis.

Suatu tempat di mana manusia menjadi buih dan terabaikan. Suatu tempat, di mana tidak pernah ada kegembiraan hidup. Suatu tempat yang keberadaannya seperti bayangan. Suatu tempat, pada sebuah negeri yang di sebut The Shadow Land.

"PRAAAKK.... BRUKK ...."

Seseorang dengan brutalnya melemparkan sesosok tubuh gadis yang lemah ke lantai. Wajah gadis itu pucat, tubuhnya dingin dan membiru. Sedang darahnya, kering terhisap tanpa setetespun yang tersisa.

"Bagaimana, Gin?" Seorang wanita berambut pirang ikal, dengan polesan lipstik warna merah darah pekat menyala, bertanya dengan bibir yang terbalut senyum sensualnya.

Pada tangan wanita itu, tampak cangkir darah segar yang masih terisi penuh. Hidung wanita cantik tersebut mengedus-endus cangkir di tangannya sebelum ia minum pelan dan sedkit demi sedkit darah yang ada di cangkir itu.

Sosok yang di panggil Gin itu, menyeka tetesan darah yang tersisa di bibirnya. Semua yang terlihat pada sosok orang itu hanya hitam dan gelap. Dengan tatapan mata yang menggambarkan kekejaman dan kehausan akan pertikaian dan nafsu membunuh. Satu-satunya yang terlihat bersinar pada dirinya hanyalah rambut silver mengkilapnya.

"Ini bukan yang kita butuhkan." Orang itu menjawab dengan dingin.

"Ketika aku mencari tahu. Aku tidak menemukan petunjuk apapun. Aku rasa, ini hanya suatu kebetulan saja. Dia tidak ada di dunia ini." Wanita itu dengan lembut menyapu bibirnya d atas cangkir di tangannya. Darah segar pada cangkir itu, ia teguk lagi dengan pelan teguk demi tegukan.

Gin sedikit melirik wanita itu.

"Apa yang kau selidki, Vermouth? Tentang cermin itu?"

Dengan gaya elegannya, wanita yang bernama Vermouth itu meletakkan cangkir darah segar di tangannya.

"Aku keluar untuk melihat-lihat, akan tetapi aku tidak menemukan tanda-tanda akan kemunculannnya. Mungkin saja kau salah. Bagaimanapun, dia tidak mungkin bisa datang ke sini."

"Tidak salah lagi. Kecuali dia, tidak ada yang bisa menyentuh cermin ini."

Gin mengambil cermin bintang berujung lima☆ di jubahnya. Cermin☆ itu, tidak lagi memantulkan cahaya. Yang ada sekarang pada cermin itu hanya warna hitam suram, terlihat gelap, pekat dan mengerikan.

"Ta-tapi bagaimana jika dia memang benar-benar tidak datang ke sini?" Seseorang yang lainnya, dengan gugup dan tergagap menyela pembicaraan Gin dan Vermout.

Gin terdiam. Ia seperti memikirkan sesuatu.

"Vodka! Aku ingin, kau melakukan satu ha!"

"A-apakah? Pekerjaan apa itu?" Pria yang di sebut Vodka itu bertanya dengan wajah ketakutan.

"Aku ingin, kau untuk melakukan perjalanan ke dunia manusia!"

Kata-kata Gin itu, mengejutkan Vermouth dan Vodka.

"Apa katamu, Gin? Bagaimana kita bisa pergi ke sana?"

Seseorang yang barnama Gin tersebut tersenyum. Senyum dengan seringai yang sangat menakutkan.

"Jika dia tidak ada di sini. Hanya ada satu tempat yang tersisa untuknya, DUNIA MANUSIA. Sekarang kita sudah memiliki cermin jelmaan Malaikat Cahaya. Penghubung antar dua dunia. Dengan bantuan cermin ini, kita dapat meggunakan kekuatan kita untuk menemukan portal pembatas dunia tersebut dan membuka segelnya. Dengan mudahnya, kita bisa mengirim seseorang ke sana. Vodka, bagaimana? Kau bisa kan?" Gin menatap tajam ke arah bawahannya itu.

Vodka menelan ludah. Ia tahu jika ia tidak setuju maka ia akan mati.

"IYA, Saya siap."

"Sangat bagus." Gin meyeringai puas mendengar jawaban Vodka.

●●●●○○○●●●●

Di sebuah ruangan yang gelap, tiga lilin di nyalakan. Di sebelah lilin tersebut, terdapat sebuah cermin besar. Dengan kuku tajamnya, Gin melukai tangannya sendiri.

Ia goreskan kukunya untuk melukis pada tangannya tersebut. Membentuk lukisan berupa beberapa garis bersudut dan meneteskan beberapa darah dari tangannya ke cermin☆ yang masih di pegang oleh Vermouth. Cermin mulai memancarkan sinar berkilau.

"Ingat, waktumu hanyalah dua jam saja. Kami akan memantau setiap tindakanmu melalui cermin ini." Gin mengarahkan tangannya ke cermin besar di sampingnya.

"Y-ya!"

"Sekarang, ayo pergi. Sentuhkan tanganmu pada cermin bintang lima☆ ini." Perintah Gin.

Vodka mendekati cermin☆ yang sudah di letakkan di lantai oleh Vermouth. Cermin☆ itu masih memancarkan cahayanya. Dengan gemetar dan rasa takut, tangannya menyentuh permukaan cermin☆ tersebut. Segera, sensasi terbakar muncul dan ia rasakan pada tubuhnya yang seperti terbakar seluruhnya. Perasaan terbakar itu, bahkan sakitnya di rasakan oleh Vodka lebih menyakitkan daripada kematian.

"Aaaaaaaaaaa!!!" Terdengar teriakan nyaring yang memilukan telinga dengan kesakitan yang tak tertahankan makin terasa oleh tubuh Vodka.

Tubuh Vodka larut dan masuk menyatu serta berbaur dalam cahaya cermin yang meyilaukan dalam tiap lintasan portal yang ia lewati pada lorong-lorong lubang hitam dan pekat.

●●●●○○○○○●●●●
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
---------- SMA TEITAN ----------

"Prukk...."

Sonoko menghela nafas panjang dan melempar tas di meja lalu duduk di kursi.

Kazuha yang terlebih dahulu duduk di kursi sebelahnya, hanya cengir saja. Ia tidak merasa asing dan terganggu dengan apa yang di lakukan oleh sahabatnya barusan.

Ia tahu apa yang di khawatirkan Sonoko. Baik dia maupun Sonoko hanya menikirkan seseorang saja.

"Kita tidak tahu di mana Ran sekarang. Dia sudah hilang selama berminggu-minggu. Aku khawatir." Sonoko bergumam dengan wajah sedih.

Kazuha hanya tersenyum berusaha menghibur temannya itu.

"Jangan khawatir. Aku yakin, dimanapun Ran berada. Dia akan baik-baik saja. Tidak mudah untuk seseorang akan menyakitinya. Kau, lihatkan? Wajah Ran itu terlalu polos dan innocent, sehingga nyamukpun tak akan tega untuk membuatnya menangis maupun mengigitnya. Apalagi manusia. Mereka tak akan sanggup dan tega untuk berbuat jahat pada Ran. Selain itu, bukankah Ran sangat pintar karate, tak akan ada yang selamat apabila mendapatkan tendangan dewanya."

Dengan kata-kata manis dan suara sesantai mungkin, Kazuha berusaha menenangkan sahabatnya itu. Sebenarnya, di hati Kazuha juga di penuhi dengan perasaan tidak nyaman dan cemas. Kazuha tahu, Ran bukanlah seseorang yang akan petgi tanpa memberi tahu siapapun.

Kazuha memandang langit berawan di luar jendela, matanya ikut menari mengikuti pergerakan iringan awan gelap. Ia menangkupkan tangan dan berdoa dalam hati, "Ran, di manapun kau berada, semoga kau baik-baik saja dan dalam keadaan sehat. Pulanglah, Ran. Cepat pulang. Kau masih ingatkan dengan janji kita terakhir kali ketika itu? Hari ini, sudah waktunya, Ran. Hari ini, sepulang sekolah nanti, event cosplay yang sudah kita tunggu-tunggu tiba. Aku mohon, cepatlah pulang. Jika kau tak ada, even cosplay yang tadinya sangat kita nantikan, akan menjadi tak sempurna. Aku mohon, Ran. Cepatlah pulang. Aku, Sonoko, orangtuamu, dan teman-teman lainnya, sangat merindukanmu. Kami semua, menantikan kepulanganmu. Di manapun kau berada, mintalah Tuhan untuk secepatnya megembalikanmu ke sini, ke sisi orang-orang yang menyayangimu."

::::::::::::::::::::::::::::
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

^bersambung^

☆ Vampire's Heart☆ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang