Vote dulu.
Magma tiba di rumah Habeas Corpus malam ini. Tidak seperti motor dan mobil yang lainnya yang ada di dalam garasi, Magma malah berhenti sampai depan teras saja. Niatnya mampir ke rumah ini hanya untuk sekedar meng-absen sebentar, setelahnya dia akan pamit pergi untuk urusan pribadinya.
Magma keluar dan melangkah masuk ke dalam.
Rumah Habeas Corpus. Di sebut juga dengan base camp, namun lebih dominan mirip rumah.
Rumah ini adalah rumah khusus persatuan dari anak Habeas (SMA Batavia) dan anak Corpus (SMA Garjati). Beranggotakan sembilan orang yang di ketuai oleh Sevend dan wakil adalah Perkasa. Lalu Magma? Magma sebagai apa?
Magma memang bukan ketua Habeas, juga bukan wakilnya. Tapi Magma adalah Raja-nya. Terbukti dari ketua mereka yang selalu patuh pada Magma. Apapun yang Magma perintah, akan mereka turuti. Melindungi Magma kapanpun Magma mau.
Magma membuka pintu lebar-lebar. Sontak hal itu membuat semua orang yang tampak sedang diskusi di ruang tamu langsung menengok padanya.
"Astaga. Gue kira siapa." Ujar Krist, mengusap dada pelan dan bersandar ke sofa agar kembali santai.
Magma menutup pintu dan bergabung. Mengambil tempat duduk di sebelah Perkasa.
"Sevend mana?" Tanya Dirga.
Magma mengedikkan bahu. Dia memang tidak tahu dimana keberadaan cowok itu. Terakhir kali Magma bertemu Sevend adalah makan malam tadi. Sevend memang sering di rumah Magma. Makan malam, main siang, pulang kampus, Sevend sudah seperti anak sendiri oleh Bromo dan Rinjani. Jadi, maklum jika teman-temannya menanyakan Sevend pada Magma.
"Lagi ngomongin apaan?"
Keadaan kembali hening untuk melanjuti topik semula. Sampai di mana tadi omongan mereka? "Oh, iya. Ini soal... Immanuel."
-----
Dari tadi sore, sampai malam begini, Glora masih belum bisa tenang. Ya, Rana memang belum pulang tanpa memberinya kabar. Glora jadi sendirian di rumah karena pembantunya sudah pulang sebelum magrib tadi. Dan intinya, bukan itu yang membuat Glora panik. Glora panik malah karena Magma karena cowok itu belum menampakkan diri sampai sekarang.
Tidak. Jangan pernah berpikir bahwa Glora kecewa Magma tidak jadi datang. Malah jika memang begitu, Glora ikut senang jadinya. Tapi, bagaimana jika nanti cowok itu datang sesudah Rana pulang? Itu yang Glora takutkan. Pasti Rana akan marah dan melaporkannya ke Ayah mereka. Tidak boleh. Jangan sampai itu semua terjadi.
Lagipula, untuk apa pula Magma ingin kerumahnya? Tidak ada yang akan di bicarakan atau hal penting yang harus di selesaikan. Toh, perjanjian mereka sampai lusa kan? Bukan malam ini?
Bel berbunyi.
Glora yang tadinya berjalan kesana-kemari langsung berhenti. Semoga itu Magma. Jika memang itu Magma, Glora akan mengajak cowok itu pergi dari sini agar nanti ketika Rana pulang, dia tidak mendapati Glora bersama cowok lain.
Segera Glora melangkah ke pintu utama dan membukanya lebar-lebar.
Ternyata Rana. Rana yang berdiri di depan pintu bersama seorang cowok.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGMA
Teen Fiction⚠️ 𝐓𝐨𝐱𝐢𝐜 𝐑𝐞𝐥𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧𝐬𝐡𝐢𝐩 ⚠️ "Cewek lo, buat gue." Magma. Cowok galak, dingin, pemaksa, egois, sombong, dan segala sikap kepenguasaannya, telah resmi jatuh cinta pandangan pertama pada Glora, yang merupakan pacar musuhnya. Saat di kanti...