"Mungkin benar kata orang, lo makin cakep pas udah jadi mantan."
-Tabita
💍
Ravelo memasang dasi di depan cermin sebagai langkah akhir penyempurnaan penampilannya pagi ini. Memasang jam tangan putih di pergelangan tangan kirinya. Lalu menyambar tas ransel dan hoddie hijau army yang sudah ia siapkan. Sebelum membuka gagang pintu, Ravelo sempat merapikan rambut hitam legamnya. Tidak perlu memakai sisir apalagi pemode, cukup dengan jemari tangannya saja. Sengaja membiarkan rambut badainya sedikit berantakan. Menambah kesan cool dan tampan pada diri seorang Ravelo Arjanta Zeralda.
Ravelo menuruni tangan menuju meja makan tempat kedua orang tuanya telah menunggu untuk sarapan bersama. Ravelo duduk seraya mengambil sepotong sandwich sayur dari piring. Kemudian melahapnya.
Afton sedang membaca koran di temani secangkir teh hangat. Rutinitas setiap pagi saat sarapan pagi. Ia melirik Ravelo sekilas, "Pagi, Rava," sapanya.
"Pagi, Yah," balas Ravelo.
"Wildan semalam tidur sini?" Ana datang dari dapur menuangkan segelas susu coklat untuk Ravelo.
"Aku usir pulang," jawab Ravelo jujur.
Ana geleng-geleng kepala.
"Terus gimana tentang rencana Ayah sama keluarga Cadence? Kamu setuju kan dijodohin sama Tabita?"
Ravelo menatap Afton tajam, berkata dengan nada tidak mengenakkan, "enggak."
Afton mengangguk-angguk mengerti. "Ayah minta kamu pikir ulang keputusanmu. Ini kesempatan emas buat dapetin kembali hati Tabita."
Ravelo menenggak habis susu coklatnya lalu beranjak. "Aku berangkat dulu." pamit Ravelo seraya menyampirkan tas ransel di pundak sebelah kanannya.
"Eh, eh, bentar. Tunggu dulu. Bunda ambil sesuatu di dapur!" cegah Ana.
Ana memberi Ravelo dua kotak bekal. "Bunda titip satu buat calon mantu," katanya.
"Calon mantu?"
Afton melipat korannya. "Kamu berangkat sekalian jemput Tabita di rumahnya ya!"
"Maksud Ayah?"
"Itung-itung pendekatan ulang." Ana tersenyum.
Ravelo baru akan bertanya-tanya. Ana mendorong putranya keluar rumah. "Udah jangan banyak tanya. Sana berangkat, kasihan Bita nungguin kamu."
"Aku belum pamit Ayah."
"Nanti Bunda pamitin. Kamu cepetan masyaallah. Bekalnya jangan lupa." Ana berceloteh mengarahkan Ravelo.
Ravelo menurut. Ia naik ke atas motor.
"Jaketnya dipake. Buat apa cuma dibawa-bawa aja. Helm winnie the pooh Tabita dibawa. Itu seragam kamu kok bisa kena selai? Sini Bunda bersihin." Ana membersihkan noda selai di kemeja seragam Ravelo.
"Bun,"
Ana masih berkicau tidak menghiraukan Ravelo. "Tuh kan seragam kamu jadi kotor. Makan masih kayak anak kecil. Selalu enggak hat-"
"Bun," potong Ravelo. Ana baru menyadari raut wajah tidak suka Ravelo.
Ia menepuk-nepuk pundak Ravelo sambil tersenyum. "Ini udah bersih kok. Enggak usah ganti. Kamu langsung berangkat. Cap cus."
Ravelo menghidupkan mesin motor. Ia mengulurkan tangan hendak meraih tangan Bundanya. Ana justru langsung mencium pipi kanan kiri Ravelo yang belum tertutup helm.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...