"Sekarang aku tahu, kata maaf tidak menjamin perdamaian setelah itu."
-Tabita Deora.💍
Ravelo dan Excel saling menatap sengit ditengah lapangan. Keduanya masing-masing membawa team sebanyak lima orang. Dibelakang Ravelo, ada Zafran, Wildan, Alvan, Alvin, dan Vito --ketua kelas Tabita, yang ikut atas paksaan Wildan. Sementara Excel membawa kelima pemain futsal terbaik SMA Silcos Adiwijaya. Berhasil membuat mental Ravelo dan teman-teman sedikit goyah. Tapi mereka yakin bisa mengalahkan lawan.
"Siap?" Tanya Adit selaku wasit.
"Always," jawab Ravelo.
"Siap kalah maksud lo?" Sahut Excel meremehkan.
"Emang anak basket bisa main futsal?" olok salah seorang dibelakang Excel.
"Mainnya pake kaki, bukan pake tangan," ledek yang lainnya. Disambuta gelak tawa Excel and the geng.
"Heh, barang siapa ngebacot sesungguhnya ia merindukan sesuatu bernama karma," celetuk Wildan.
Alvan menjitak kepala Wildan.
"Mentang-mentang bawa anak futsal semua, shombong amat," sungut Alvin.
"Harus. Emang temen lo, bawa pasukan, cowok semua tapi enggak bisa main futsal," balas Excel menyindir.
Alvin hendak menyahut, tapi Ravelo lebih dulu membungkam mulut Alvin dengan tangannya.
"Ssstt," desis Ravelo pelan.
Ravelo melirik Adit, sebagai wasit, lalu mengangguk. Tanda ia siap memulai pertandingan. Semua siap di posisi masing-masing.
Adit meniup peluit. Detik berikutnya, tim Ravelo maupun Excel mulai saling merebut bola. Pertarungan sengit telah dimulai. Sorak sorak penonton menambah kebisingan siang ini.
Dipinggir lapangan, ada dua orang yang berharap-harap cemas melihat berlangsungnya pertandingan. Tabita menggenggam erat es tehnya. Ia takut kedua orang yang saat ini sedang berebut bola sengit, berakhir menimbulkan masalah lagi. Begitu pula dengan Maya, berdiri diseberang lapangan dari tempat Tabita menonton.
Sorakan penonton semakin menjadi kala tim Excel berhasil mencetak gol pertama mereka. Ravelo meremas rambutnya gemas. Ia menoleh pada teman-temannya, Wildan, Zafran, Alvin, dan Alvan mengangguk paham kode Ravelo. Saatnya menjalankan strategi yang sudah mereka rancang bersama.
Pertandingan kembali berlangsung. Beberapa menit hanya untuk bermain-main. Ravelo gesit menghalangi Excel yang selalu ingin menuju gawang, begitu pula sebaliknya. Ravelo berhasil merebut bola menuju gawang lawan. Tidak ada umpatan atau pembicaraan antara Ravelo dan Excel selama pertandingan berlangsung. Tembok kokoh penuh dengan dendam menjadi penghalang diantara keduanya. Tidak perlu diperjelas, bahkan lewat tatapan mereka sudah cukup mempertegas semuanya.
GOL!!!
Kini, giliran Ravelo yang berhasil memasukkan bola ke dalam gawang. Tepuk tangan meriah terdengar dari para pendukung team Ravelo.
"RAVELO! AYO SEMANGAT SAYANG!" Teriak Maya dari pinggir lapangan, kegirangan melihat keberhasilan Ravelo.
Tabita yang mendengar teriakan itu merasakan hal aneh. Harusnya ia dengan semangat meneriaki nama Excel sebagai bentuk dukungannya. Tapi entah apa yang Tabita rasakan ini, hati kecilnya menyuruh agar terus mencemaskan sosok lelaki yang dulu pernah menjadi miliknya. Siapa lagi? Tentu saja, dia yang sedang tersenyum tipis memandang kearahnya. Ravelo Arjanta Zeralda. Tabita tidak yakin apa benar cowok itu melempar senyum kearahnya atau pada orang lain. Tapi tidak bisa Tabita pungkiri, jantungnya berdesir melihat seulas senyum yang sudah lama ia rindukan. Nama itu kembali mendesak masuk ke dalam hati Tabita. Entah pada akhirnya akan berhasil masuk dan mendapatkan lagi tempat spesial dihati Tabita atau malah sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...