WAJIB BACA AUTHOR NOTE DI AKHIR CERITA!
Happy reading, sayang:).....
Kita yang dulu sepasang kekasih, dan kita yang sekarang sebatas tunangan tanpa perasaan yang sama.
- Rav💍
Sinar matahari menerobos masuk, menyilaukan pandangan. Hingga membangunkan seorang laki-laki yang terlelap dalam posisi meringkuk dan jaket menyelimuti tubuh bagian atasnya.
Ravelo menguap sambil menggeliat meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Tubuhnya menegak ketika menyadari dirinya tak sedang berada di dalam kamar justru berada di ruang tamu rumah bernuansa putih coklat. Ravelo mengusap wajahnya kasar, rupanya semalaman ia tertidur di sofa ruang tamu rumah Tabita.
Jam dinding menunjukkan pukul 07.00. Ravelo beranjak, merapikan pakaiannya yang tampak lusuh. Ia mendongak pada pintu kamar lantai atas yang masih tertutup rapat. Ponsel Ravelo berdering, ada pesan masuk dari Maya. Ravelo berdecak begitu selesai membaca pesan tersebut, cewek itu hobi sekali mendadak menyuruhnya menemui, sepagi ini pula.
Ravelo mengetuk pelan pintu kamar Tabita yang masih tertutup rapat. Namun sama sekali tidak ada sahutan. Mungkin cewek itu masih marah, atau masih terlelap dalam balutan selimut winnie the pooh kesayangannya.
"Gue pergi dulu, Ta," ucap Ravelo berpamit. Tahu tidak akan mendapat jawaban, Ravelo melanjutkan celotehannya, "kalau mau pergi-pergi rumah jangan lupa di kunci. Kalau bisa kabarin gue dulu. Kakak lo-"
Tiba-tiba pintu terbuka. Menampakkan Tabita yang mengenakan celana jeans panjang dan kaos putih bergambar mawar. Aroma parfum bunga menguar memenuhi indra penciuman Ravelo.
"...baru balik nanti malem," lanjut Ravelo menyelesaikan kalimatnya.
"Gue laper," celetuk Tabita melewati Ravelo begitu saja. "Gue males masak dan pengen soto," kodenya.
Ravelo menaikkan sebelah alisnya. "Terus?"
Tabita mendesah. "Pantes gak ada yang mau sama lo. Dasar gak peka."
"Eh, apa?" Ravelo menyusul Tabita menuruni tangga. "Ada yang mau. Tapi gue maunya elo."
Mulus sekali mulut itu berucap. Entah jujur atau memang kalimat spontan saja.
"Gue gak denger," balas Tabita seraya berjalan keluar rumah. Ravelo terkekeh pelan, mengikuti langkah Tabita.
"Buruan deh, Rav. Gue laper. Ntar kalau gue pingsan karena kelaperan, mau tanggung jawab lo?" omel Tabita.
Ravelo berhenti sebentar di depan rumah untuk mengunci pintu dan menutup jendela rumah. Memastikan rumah keluarga Cadence aman terkendali. Sementara pemiliknya sendiri tidak peduli dan malah mengomel tidak sabaran.
"Rav, lo ngunci pintu apa main bekel, sih. Lama amat kayak putri solo," cibir Tabita mengibas-ibaskan tangannya di depan muka. Pagi ini matahari bersinar terik.
Sabar, sabar. Untung sayang. Ravelo terus merapalkan kalimat itu dalam hati.
Ia mengeluarkan mobil putih dari garasi. Beberapa hari ini motornya ngambek, jadi mau tidak mau Ravelo meminjam salah satu mobil ayahnya untuk bepergian. Ravelo mengernyit heran saat menyadari Tabita duduk di jok belakang.
"Ngapain lo disitu? Duduk depan!" suruh Ravelo.
"Ogah."
"Duduk depan!"
"Gak mau. Kok lo maksa?!"
"Gue bukan supir lo," pungkas Ravelo.
"Emang bukan," jawab Tabita cuek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...