"Secuek dan seketus apapun seorang lelaki, pada akhirnya juga akan luluh dengan orang yang dia sayang."
-Safiramp💍
Tabita melupakan rasa kesalnya pada Ravelo begitu sampai ke tempat yang Ravelo maksud. Sebuah taman bermain yang membuat Tabita sibuk terpesona dengan lampu warna-warni dan segala macam mainan yang ada disana.
Ravelo berdiri disamping Tabita yang terbengong-bengong. Seperti sedang melihat sesuatu yang menakjubkan. Padahal hanya taman sederhana dengan banyak wahana bermain anak. Sesuatu yang menurut Ravelo biasa saja. Jika ditanya kenapa membawa Tabita kesana? Jawabannya simple, hanya tempat itu yang terpikir oleh Ravelo.
"Ta," panggil Ravelo.
Tabita menoleh. "Ha?"
"Ba-yem," eja Ravelo hingga mulutnya tertutup rapat.
Paham maksud Ravelo, Tabita mengikuti apa yang dilakukan cowok menyebalkan itu. Menangkupkan bibir atas dan bawahnya jadi satu garis tipis.
"Gak pernah ketempat ginian?" tanya Ravelo.
Tabita menggeleng. "Boro-boro. Malem minggu kalo gak Excel ngajak ke mall ya cuma diem dikamar," jawab Tabita jujur, "itu pun harus perjuangan dapetin ijinnya."
Ravelo mengangguk-angguk mengerti. Pernah menjadi seseorang yang spesial dihati Tabita, membuatnya cukup mengenal kedua orang tua cewek itu yang terkenal posesif. Sangat memperhatikan siapa saja teman Tabita. Wajar saja, Tabita itu cewek polos yang manja layaknya anak kecil.
"Gue mau itu!" seru Tabita berbinar menunjuk istana balon yang semua pengunjungnya anak-anak.
Ravelo mengikuti arah telunjuk Tabita. "Gak boleh."
"Siapa gak bolehin? Lo yang punya tempat ini?" Tabita menyolot.
"Lo udah gede. Itu anak-anak semua," terang Ravelo.
"Kalo gue yang naik pasti boleh," ujar Tabita percaya diri melangkah mendekati penjaga istana balon.
Ravelo mengawasi dari kejauhan Tabita bertanya cukup lama yang berakhir kembali ketempat Ravelo dengan menghentak-hentakan kaki dan wajah ditekuk. Tidak usah ditanya Ravelo dapat menebak jawabannya.
"Ngeyel," cetus Ravelo.
"Lo sih pake bilang gitu, jadi beneran gak dibolehin kan?" Tabita menyalahkan. "Awas aja, besok gue beli sendiri istana balon yang lebih gede buat gue sendiri gak boleh ada yang pinjem," tekad Tabita.
Ravelo membayakan kalau keinginan Tabita benar terwujud. Gadis SMA berusia 16 tahun masih bermain istana balon, bahkan ingin memilikinya? Astaga, bagaimana Ravelo bisa menyukai gadis ini dulu?
Tabita mengedarkan pandangan. Menemukan becak mini di bagian ujung sendiri. "Gue mau yang itu aja deh!" pintanya.
"Yaudah," balas Ravelo singkat.
Tabita merogoh saku celananya. Jangankan membawa dompet, tas saja ia lupa. Cuma ada ponsel disana. "Tapi gue gak bawa uang." Tabita memelas. Kemudian berkata lagi, "lo yang bayar ya?!"
Ravelo langsung mengangguk menyanggupi. Sebenarnya Tabita tidak perlu menunggu persetujuan Ravelo karena gadis itu sudah lebih dulu berlari kecil menghampiri penjaga becak mini. Ravelo geleng-geleng kepala melihat tingkah Tabita, lalu segera menyusulnya.
"Pak, bapak yang ngayuh ya," suruhnya pada bapak penjual tiket, begitu ia menaiki becak mini. Mengabaikan kehadiran Ravelo.
"Lho masnya?" tanya Bapak penjual tiket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...