49.

3.1K 201 31
                                    

Mulmed: Usai Disini - Andre Satria (cover)

Disarankan bacanya sambil putar mulmed pakai earphone :)

....


Langit siang itu cerah. Berbanding terbalik dengan suasana hati Ravelo setelah kepergian Tabita dengan cara tidak mengenakkan. Ravelo duduk di kursi panjang yang ada di balkon kamarnya sambil memangku gitar. Petikan demi petikan terdengar indah.

Lebih baik kita usai disini
Sebelum cerita indah
Tergantikan pahitnya sakit hati

Bukannya aku mudah menyerah
Tapi bijaksana
Mengerti kapan harus berhenti
Ku ‘kan menunggu tapi tak selamanya

(Usai disini - Raisa)

“Good siang, brader,” seru Alvin membuka pintu kamar Ravelo.

Ravelo menghentikan petikan gitarnya. Ia menoleh sebentar pada Alvan, Alvin, Wildan, dan Zafran yang baru saja datang. Keempat cowok itu baru saja pulang dari acara belanja bersamanya.

“Minuman gue yang mana?” tanya Alvan membuka kantong plastik putih besar.

Alvin memegang kaleng berwarna biru. “Ini punya gue. Coba cari di tempat Zafran."

“Enggak, ini punya gue. Lo kan tadi yang kaleng pink,” elak Alvan merebut kaleng minuman Alvin.

“Masa' sih?”

“Iye,”

Tidak heran, kalau sudah ada mereka pasti suasana yang tadinya tenang bisa gaduh seketika. Entah meributkan hal apa yang tidak perlu.

Ravelo menghampiri teman-temannya yang tengah duduk di karpet depan tv. Wildan dan Zafran sudah siap dengan stick PS masing-masing.

“Gue gak bisa ikut liburan,” ujar Ravelo sambil mencomot snack.

“Lah, kenapa tiba-tiba?”

Ravelo melempar amplop coklat di tengah-tengah mereka seraya mengambil posisi duduk di samping Alvan. Si kembar lalu berebut siapa yang lebih dulu membuka. Sementara Zafran dan Wildan yang sudah tahu memilih diam menunggu. Akhirnya Alvin menang dan membuka amplop tersebut.

“Universitas Kedokteran Jerman.” Alvin membaca tulisan yang tertera di bagian paling atas isi surat. Ia mengernyit tak paham membaca kalimat selanjutnya yang seluruhnya berbahasa Inggris.

“Baca nih, gue gak paham.” Alvin melemparnya pada Zafran.

“Intinya, Ravelo berhasil dapet beasiswa ke Jerman,” celetuk Wildan sebelum Zafran selesai membacanya.

“Serius?” tanya Alvan.

Wildan mengangkat bahu. Sementara Ravelo mengangguk.

“Lo yakin mau ambil beasiswanya?” Kini giliran Wildan yang bertanya.

Ravelo menghela nafas. Ayahnya yang memberikannya tadi pagi. Impiannya sejak dulu ingin kembali ke kampung asal Nenek dari ayahnya dan bersekolah disana. Tapi saat kesempatan sudah di depan mata, Ravelo justru bimbang. Ada sesuatu yang masih harus ia selesaikan disini.

“Ini impian gue sejak lama,” ujar Ravelo.

“Kita gak jadi liburan bareng dong.” Alvin mendesah kecewa.

“Masa’ lo tega sih, Rav. Ninggalin gue,” imbuh Wildan. Ia masih tidak rela untuk melepas Ravelo kedua kalinya. Nanti kalau cowok itu pergi, siapa yang akan memberinya tumpangan gratis, siapa yang akan mentraktirnya jika sedang susah?

Ravelo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang