Tabita duduk di ayunan halaman belakang rumah Ravelo. Ia kabur dari acara makan malam yang belum sepenuhnya selesai. Daripada terjebak dalam obrolan seputar dirinya dan Ravelo, lebih baik ia menyendiri dalam kegelapan malam. Meski sedikit paranoid mengingat hantu penunggu halaman belakang rumah Ravelo yang terkenal usil.
"Gue lagi gue lagi yang kena. Selalu dianggap masih anak kecil yang harus di kekang ini itu. Bahkan sampai pasangan aja ditentuin," gerutu Tabita sembari memainkan ujung roknya.
Kesunyian malam dan udara dingin menjadi pendengar setianya kini. Sebuah tangan terulur memberi kaleng minuman yang masih belum dibuka. Tabita mendongak, bertatapan dengan mata tajam Ravelo.
"Mau apa lo ke sini?" tanya Tabita sinis.
Ravelo menarik kembali uluran tangannya yang tak kunjung disambut. Ia duduk disisi kosong ayunan seraya menenggak minuman miliknya. Tabita bergeser manjauh dari Ravelo.
"Jangan modus! Gue enggak akan luluh sama lo lagi."
Ravelo mengernyit. Siapa yang mau meluluhkan Tabita? Kalau tidak dipaksa orang-orang didalam, ia tidak mau repot-repot menghampiri Tabita. Yang justru terkesan dia ingin melakukan pendekatan.
Tabita membuang muka kearah lain. Terlalu malas untuk menatap seseorang disebelahnya. "Pergi! Gue mau sendiri."
Ravelo memahami perasaan Tabita. Mereka merasakan hal yang sama. Tertekan dengan keputusan orang tua mereka. Jalan pikir keluarganya atau keluarga Tabita tidak bisa dipahami. Yang Ravelo ketahui, ia dan Tabita terlibat masalah perasaan yang terpaksa karena keinginan orang tua.
"Lo bisa bahasa Indonesia kan? Paham kata-kata gue?"
Tidak ingin memperkeruh suasana hati Tabita, Ravelo segera beranjak. Meletakkan kaleng minuman yang masih juga belum dibuka disamping Tabita. Tanpa mengeluarkan satu kata pun, ia masuk ke dalam rumah.
"Arrggghh," erang Tabita sepeninggalan Ravelo. Emosi tetapi tidak bisa meluapkan. Begitu yang sedang Tabita rasakan.
Ravelo berhenti diambang pintu belakang mendengar erangan Tabita. Ia menengok ke belakang tempat Tabita berada. Menghembuskan nafas pelan, lalu masuk ke dalam rumah.
💍
Sepulangnya keluarga Tabita, Ravelo bergegas masuk ke dalam kamarnya. Mendapati sepupunya tengah tertidur pulas di lantai beralaskan karpet. Dikelilingi banyak bungkus snack makanan ringan dan kaleng minuman soda yang sudah kosong.
"Bangun bangun!" Ravelo menyibak selimut yang menutupi sebagian tubuh Wildan dalam posisi tidur tengkurap.
Ravelo menepuk pantat Wildan cukup kencang. Tetapi cowok itu sama sekali tidak bergerak. Malah dengkurannya terdengar semakin keras.
Ravelo meninggalkan Wildan, ia masuk ke kamar mandi. Mengganti kemeja dan celana jeans panjangnya dengan kaos abu-abu polos dan celana pendek selutut bergambar batman.
"Hooaaamm." Wildan menguap lebar sambil mengucek-ucek kedua matanya. Dia langsung terduduk begitu melihat Ravelo keluar dari kamar mandi.
"Kok lo disini? Udah selesai acaranya? Jadi lo tunangan sama Tabita? Gimana ceritanya mantan bisa berubah jadi calon istri? Lo minta bantuan orang tua lo buat perjodohan ini gara-gara lo mau dapetin lagi Tabita pake cara instan gitu? Astaga, Rav. Kalo lo masih sayang sama Tabita harusnya lo berjuang, bukan gini caranya," omelan Wildan terlalu panjang untuk Ravelo potong.
"Udah?"
Wildan mengangguk. Ravelo duduk di sisi pinggir tempat tidur. Melepas jam tangan dan menaruhnya diatas nakas. Lantas merebahkan tubuh diatas tempat tidur king size kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...