"Bangga lo jadi yang spesial? Padahal yang dianggap spesial juga bakal kalah sama yang selalu di dekatnya."
- Alvino Dewanata.💍
Tabita melangkah riang sambil mengayun- ayunkan tote bag berisi jaket Ravelo yang sudah ia cuci dan setrika dengan sepenuh hati. Plus menyemprotkan sedikit parfum aroma bayi. Rencananya ia akan mengembalikannya pada Ravelo jam istirahat pertama ini.
Langkah Tabita terhenti saat melewati taman. Ada Ravelo dan Maya yang sedang duduk berdua di ayunan halaman belakang. Maya yang mengoceh dengan semangat dan Ravelo yang tengah berbaring di kursi taman sambil memejamkan mata menikmati semilir angin malam, sesekali menjawab pertanyaan yang Maya lontarkan. Pemandangan yang terlihat manis bagi sebagian orang. Tapi tidak bagi Tabita.
Cewek itu memejamkan mata sejenak. Menetralisir gejolak aneh yang belakangan ini sering muncul ketika berhubungan dengan cowok tengil yang dulu pernah menjadi teman bahagianya.
"Pedih kan mata lo liat mereka?" Tabita menoleh pada sumber suara. Nampak Alvin yang berjalan mendekat. "Gue aja gak kuat. Apalagi lo. Bikin sakit mata!" celoteh Alvin.
"Apa sih, lo. Gak jelas," tandas Tabita.
"Coba mana yang sakit, Ta? Mata atau hati lo?" tanya Alvin sambil menunjuk mata dan dada Tabita bergantian.
"Mata gue lebih sakit liat lo pake jaket di siang bolong begini." seloroh Tabita.
Tabita memperhatikan penampilan Alvin dalam balutan jaket abu-abu dan tudung jaket menutupi kepala. Padahal siang hari matahari sedang sombong-sombongnya menampakkan diri di atas sana.
"Masa' siang bolong, Ta. Bolong mananya coba? Aneh-aneh lo," cerocos Alvin mendongak ke langit.
"Auah, vin." Tabita melengos.
"Bercanda, Ta. Serius amat, mblo," tukas Alvin meraup muka Tabita.
Tabita menghindar. "Eits, sesama jomblo dilarang saling mengejek!"
Alvin tertawa. "Kita beda ya. Gue single. Lo jomblo."
"Yee, gue juga single, keles," balas Tabita.
"Single apaan. Ravelo enggak lo anggap mantan?" seru Alvin.
Tabita mengangkat bahu. Lengang sejenak. Alvin mengikuti Tabita duduk di bangku depan kelas.
"Jadi, bener dulu lo sempet pacaran sama Ravelo?" tanya Alvin.
"Menurut lo?" Tabita balas bertanya.
"Gue gak percaya Ravelo mau sama cewek kayak lo." Alvin berujar dengan santai sambil menerawang jauh.
Tabita mencubit lengan Alvin kencang. "Emang gue cewek kayak apa?"
Alvin meringis. "Le-lebih baik dari mak lampir kok, hehe." Tabita mengencangkan cubitannya hingga Alvin memekik kesakitan. "Awh, iya ampun. Udah lepas. Gue bilangin Ravelo lho."
Tabita berdecak. Melepaskan cubitan mautnya pada lengan kekar Alvin. "Lo ngapain, sih, tiba-tiba nongol? Ngikuti gue ya lo?" tuduh Tabita.
Alvin mengusap-usap bekas cubitan Tabita. Ternyata ada juga orang lain kalau nyubit kayak Mamanya, super sakit. "Kebetulan aja lewat. Liat lo ya gue samperin. Lo sendiri ngapain?" jawab Alvin sekaligus bertanya.
Tabita melirik Alvin. "Lo gak gerah apa pakai jaket tebel gitu? Gue aja keringetan," celetuknya risih.
Alvin berdecak. "Pinter banget ngalihin pembicaraan." Tabita terkekeh. "Lagi gak enak badan." Alvin menjawab pertanyaan Tabita sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...