Typo bertebaran:)
...
"Gak usah blushing, jelek!"
- Ravelo💍
Matahari menyengat tepat di atas ubun-ubun. Tabita mengernyit heran tatkala Ravelo membawanya ke pasar tradisional. Ingin bertanya, tapi urung Tabita lakukan. Percuma saja, Ravelo sedang dalam mode cuek tidak bisa di ganggu gugat.
"Jangan banyak nanya, ikutin aja kata gue," titah Ravelo.
Nah, baru juga di bilang.
"Siap bos," sahut Tabita sambil memberi hormat.
Ravelo menyodorkan ponselnya yang menampilkan room chat dengan seseorang. Tabita melirik isinya yang ternyata pesan dari Ana-- Bunda Ravelo, berisi daftar bahan makanan yang harus dibeli.
"Ini Bunda nyuruh lo beli semua?" Tunjuk Tabita.
"Menurut lo?" Ravelo balik bertanya.
Tabita berkacak pinggang. "Terus maksud lo ngajak gue kesini?"
Ravelo memutar bola mata. "Ya apalagi, jadiin lo babu lah." Tabita melotot mendengar jawaban sarkas Ravelo. "Lo yang pilih semua barangnya, ntar gue yang bayar," titah Ravelo seenak jidat.
"Enak bener lo ngomong," sungut Tabita.
"Oh, lo gak mau? Ya udah." Ravelo berbalik, lalu melengos pergi.
"Lah, gak jelas banget jadi cowok. Dasar baperan," cetus Tabita dengan kesal menyusul Ravelo.
Keduanya berjalan berdampingan memasuki pasar. Ravelo sibuk menutup hidung saat mencium aroma ikan yang menyengat begitu memasuki pasar. Inilah alasan ia tidak pernah mau di suruh atau menemani Bunda nya ke pasar tradisional.
"Ye ketahuan gak pernah ke pasar," ejek Tabita mencolek lengan Ravelo. "Norak."
Ravelo melirik sinis. Bukannya norak, tetapi wajar saja kan ia tidak tahan bau ikan.
"Berisik. Buruan selesaiin tugas lo!" ketus Ravelo pada Tabita yang terus menggodanya.
"Iya iya. Pertama gue mau beli ayam dulu, terus bumbu dapur," gumam Tabita sambil melihat daftar barang di ponsel Ravelo.
Tabita mulai sibuk memilih dan tawar menawar barang belanjaan dari kios satu ke yang lainnya, sementara tugas Ravelo hanya mengekor kemana gadis itu melangkah sekaligus menjaganya dari desakan orang-orang yang berlalu lalang. Beruntung pasar tidak terlalu ramai, menjelang siang hari beberapa kios bahkan sudah tutup. Sesekali Tabita akan memanggil Ravelo kalau sudah saatnya membayar.
"Cabenya mau yang merah atau hijau?" tanya Tabita mengacungkan dua jenis cabr di kedua tangannya.
Ravelo menoleh, lalu meringis begitu punggungnya tidak sengaja menubruk karung sayuran yang dibawa kuli pasar. Bapak berkumis yang bekerja sebagai kuli itu pun meminta maaf, kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. Sementara Tabita tertawa melihat Ravelo yang mengusap-usap bahunya sambil mengomel tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...