"Ini, apa ini?" gumam Tabita seraya menatap dress selutut berwarna kuning di tangan kanannya dan sweater abu-abu di tangan kirinya.
Tabita mendengus, melempar keduanya ke atas tempat tidur yang kini di penuhi pakaian dari sebagian besar isi lemarinya. Ia kemudian meraih ponselnya di atas nakas.
+62xxxxxxxxxx:
Ta, gue tunggu di tempat biasa ya.Tabita melirik jam dinding di kamar, lalu menepuk dahinya keras. "Mampus gue. Dua puluh menit lagi," rutuknya.
Ia tergesa-gesa mengganti daster batik yang ia kenakan dengan sweater abu-abu dipadu rok jeans diatas lutut. Wajahnya tidak perlu menggunakan banyak riasan, cukup moisturizing dan sunscreen dibubuhi bedak bayi tipis. Agar terlihat segar, Tabita juga menambahkan olesan lipbalm berwarna pada bibirnya.
"Kenapa gue ribet banget, sih. Padahal cuma mau ketemu mantan yang seharusnya lo maki-maki, Bita," gerutunya pada diri sendiri sembari menyisir rambut.
Tabita melihat pantulan dirinya pada cermin. Setelah merasa cukup dengan penampilannya hari ini, ia menarik senyum tipis. Berusaha menyakinkan diri bahwa pilihannya untuk bertemu Excel sudah tepat. Kemudian membuka pintu kamar.
"Astaghfirullah..." kejut Tabita medapati seseorang berdiri di depan pintu kamarnya.
Ravelo menaikkan sebelah alisnya. Pandangannya menelisik penampilan Tabita dari ujung rambut hingga ujung kaki. Terlihat berbeda.
Tabita yang ditatap sedemikian, menelan ludahnya gugup. "Ngapain lo?!"
"Mau kemana?" Ravelo balik bertanya.
"Bu-bukan urusan lo,” jawab Tabita cepat.
Ravelo semakin menatap Tabita tajam.
"Minggir lo. Gue mau lewat," usir Tabita menyingkirkan tubuh Ravelo, lalu menuruni anak tangga.
"Ta, lo berangkat bareng Ravelo aja ya." Gael muncul dari dapur membawa semangkuk sereal coklat.
Tabita mendekat pada Gael, lantas berbisik, "Abang yang suruh dia kesini?”
Gael mengangguk. "Katanya lo mau ketemu temen-temen lo buat bahas rencana liburan kalian. Ya sekalian gue minta tolong Ravelo buat jemput lo dulu,” balas Gael ikut mengecilkan volume suaranya.
"Gue kan bisa pergi sendiri, Bang,” desis Tabita tidak suka dengan ide Gael.
Gael mengibaskan tangannya. "Ya udah, Ravelo terlanjur disini juga."
Tabita menoleh pada Ravelo yang bersandar di tembok dengan kedua tangan di masukkan ke saku celana.
"Lo lagi gak bohong kan? Beneran mau ketemu temen-temen doang." Gael menuding curiga.
"I-iya. Lo mah suudzon mulu, Bang." Tabita cemberut.
"Bagus, deh. Rav, titip curut satu ini ya. Kalo bandel bekap aja mulutnya,” katanya pada Ravelo.
"Bang," rengek Tabita menggoyang-goyangkan lengan Gael.
Gael melepas genggaman Tabita, berlalu masuk ke dalam kamarnya tanpa memedulikan adik semata wayangnya.
"Lo mau gue anter, apa mending gue bilang ke abang lo kalo barusan lo bohong?" tanya Ravelo menunggu diambang pintu. Terdengar seperti ancaman.
Tabita berdecak. Menghentak-hentakkan kakinya keluar rumah seraya menggerutu pelan. "Mantan sialan."
💍
"
Lo tau gue bohong, tapi lo diam. Kenapa, Rav?" tanya Tabita saat di dalam mobil Ravelo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ravelo [COMPLETED]
Teen FictionKata mereka, masa lalu tidak akan pernah bisa di ulang. Apalagi dengan orang yang sama. Tidak akan seindah dulunya. Hingga suatu hari kedua orang tuanya memaksa Ravelo pindah sekolah dari Jerman ke Indonesia. Tanpa sepengetahuan Ravelo, Kedua orang...